Ironi Kasus Gizi Buruk di Aceh

in #health7 years ago

gizi-buruk.jpg
Source
Setiap orang tua pastinya mengharap bayi yang sehat dan berpostur tubuh yang normal saat melahirkan, bahkan tidak ada satu pun sang ibu yang bercita-cita anaknya itu mengidap gizi buruk.

Tentunya dalam sebuah pembangunan dianggap berhasil atau tidak, maka persoalan gizi buruk menjadi salah satu tolok ukurnya. Apabila suatu daerah angka kasus gizi buruknya tinggi, maka daerah tersebut dianggap gagal.

Begitu juga dengan jumlah anak yang menderita kekurangan gizi di Indonesia masih tergolong tinggi, apabila dibandingkan dengan angka ambang batas yang telah ditetapkan badan kesehatan dunia (WHO).

Bukan hanya itu saja, Kementerian Kesehatan juga mengungkapkan tingginya angka kekurangan gizi tersebut, terlihat pada tiga kategori, yaitu kategori kekurangan gizi menurut indeks berat badan per usia, angkanya mencapai 17%. Padahal ambang batas angka kekurangan gizi WHO itu 10%.

Sedangkan kategori kedua adalah kekurangan gizi berdasarkan indeks tinggi badan per usia. Dalam kategori ini, angka kekurangan gizi masih 27,5%. Hal tersebut merupakan hasil penelitian yang dilakukan dari tahun 2014 sampai 2016 dan Sedangkan ambang batas WHO hanya 20%.

Untuk kategori yang ketiga, maka yang diukur berdasarkan indeks berat badan per tinggi badan. Maka berdasarkan kategori tersebut, angka kekurangan gizinya mencapai 11 persen, yang terdiri dari kurus dan sangat kurus. Sedangkan, ambang batas WHO adalah 5%.

Begitu juga dengan persoalan kasus gizi buruk di Provinsi Aceh, kasusnya juga tidak sedikit. Bahkan dengan tingginya angka pengidap gizi buruk itu, kinerja Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Aceh diminta untuk di evaluasi.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Aceh, maka kasus gizi buruk yang terjadi pada tahun 2016 maka mencapai 268 kasus dan pada tahun 2017 kasus gizi buruk tersebut mencapai 147 kasus.

Kepala Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Dinas Kesehatan Provinsi Aceh Erlindawati mengatakan, daerah yang paling banyak ditemukan kasus tersebut, yaitu di wilayah Kabupaten Bireuen.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingginya angka yang mengidap penyakit gizi buruk itu, salah satunya adalah faktor kemiskinan, akses terhadap makanan gizi yang berkurang dan bahkan dibarengi oleh penyakit penyerta.

“Kalau kasus gizi buruk di Aceh, yang paling banyak ditemukan yaitu di Kabupaten Bireuen. Tentunya ada beberapa hal yang mempengaruhi, sehingga daerah tersebut banyak ditemukan kasus gizi buruk,” ujar Erlindawati.

Evaluasi Kinerja Kepala Dinas Kesehatan

Dengan tingginya angka kasus gizi buruk di Provinsi Aceh, maka kinerja Kepala Dinas Kesehatan di provinsi itu diminta untuk di evaluasi kembali. Seharusnya dalam setiap daerah, jangan sampai ditemukan adanya kasus gizi buruk.

Pengamat Kesehatan Aceh Mulyadi, S.Kep.M.Kes menyebutkan, dengan sejumlah sarana kesehatan yang tersedia di Aceh saat sekarang ini, seharusnya jangan sampai terjadi adanya kasus gizi buruk.

Saat sekarang ini, untuk biaya berobat di Provinsi Aceh sepenuhnya gratis karena ditanggung oleh program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA), begitu juga dengan sejumlah bidan desa yang telah ditempatkan di setiap daerah dan statusnya pun juga telah diangkat menjadi PNS, serta sejumlah bangunan posyandu juga tersedia.

“Apabila kita melihat sarana kesehatan yang tersedia saat ini, seharusnya tidak ada ditemukan kasus gizi buruk. Kini bidan desa selalu ada di setiap desa-desa dan sejumlah sarana lain, maka ini merupakan sesuatu yang tidak normal,” ujar Mulyadi.

Mulyadi menambahkan, apalagi jumlah kasus gizi buruk mulai mencapai angka seratusan, maka sudah mulai memasuki ke fase yang mengkhawatirkan. Kasus-kasus gizi buruk ini, sama halnya dengan penyakit berbahaya lainnya.

Bahkan kalau belajar dari daerah-daerah lainnya, apabila ada ditemukan satu saja kasus gizi buruk maka Kepala Dinas Kesehatannya langsung dicopot dan serta segera dilakukan evaluasi kinerjanya.

“Begitu juga dengan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Aceh, harus segera dilakukan evaluasi kinerjanya. Kalau memang tidak mampu untuk mengatasi persoalan gizi buruk, maka lebih baik digantikan saja dengan orang lain yang lebih kompeten,” tutur Mulyadi.

Saat sekarang ini bahkan untuk wilayah Provinsi Aceh juga ada dikucurkan dana Program Keluarga Harapan (PKH), yang difokuskan untuk pendidikan dan keperluan gizi anak-anak. Akan tetapi masih ada yang menderita gizi buruk, ini merupakan suatu tanda Tanya besar.

Apalagi untuk bidan desa, saat sekarang semuanya telah berubah statusnya menjadi PNS dan diberikan tempat tinggal di desa, seharusnya kinerja-kinerjanya harus bisa lebih baik untuk mencegah terjadinya kasus gizi buruk.

Apabila merujuk kepada data jumlah yang mengidap gizi buruk pada tahun 2017 ini yang mencapai 147 kasus, maka bisa dikatakan kalau kinerja Kepala Dinas Kesehatan Aceh juga mengkhawatirkan.

“Menurut saya dengan sejumlah sarana kesehatan yang ada sekarang, seperti pengobatan gratis, bidan desa selalu ada, posyandu ada dan bahkan ada juga dapat dana PKH, seharusnya tidak ada lagi yang mengidap gizi buruk. Ini merupakan suatu persoalan serius untuk Aceh,” kata Mulyadi.

Pengelolaan Tidak Baik

Pemerhati Gizi Sirajul Munir menyebutkan, apabila kasus gizi buruk telah mencapai angka seratus, maka hal tersebut merupakan sebagai cerminan pengelolaan pemerintah yang tidak baik. Seharusnya pihak dinas harus melakukan upaya pencegahan.

Begitu juga dalam menangani pasien yang mengalami gizi buruk, pihak dinas harus melakukan pendampingan secara rutin dan sampai anak tersebut benar-benar sembuh. Jangan hanya sebatas memberikan obat saja.

“Kalau ada ditemuakan pasien yang mengalami gizi buruk, maka pihak dinas harus melakukan pengawasan rutin, sampai anak tersebut benar-benar sembuh. Jangan setelah memberikan obat, kemudian tidak melakukan pengawasan,” ujar Sirajul.

Sirajul menambahkan, hal penting yang harus dilakukan oleh dinas kesehatan di kabupeten dan kota di Aceh yaitu, melakukan upaya pencegahan terjadinya gizi buruk bagi anak. Maka perlu dilakukan adanya pendataan secara rutin dan berbagai penyuluhan.

Kasus gizi buruk tersebut merupakan masalah klasik yang selalu saja diperbincangkan, seharusnya pihak-pihak terkait harus melakukan inovasi-inovasi baru terkait hal tersebut, sehingga bisa menghilangkan kasus-kasus tersebut.

“Ini merupakan masalah yang serius, maka penting untuk dilakukan berbagai upaya pencegahan terkait persoalan gizi buruk tersebut, apalagi saat ini sejumlah sarana kesehatan juga mulai tersedia,” kata Sirajul.

Sort:  

your language unknown to me but picture tell the truth,,nice sharing about dieases awareness,,good to see,@agamsaia

thank you for visiting my post and i'm using indonesian language

Allahurabbi.

Masalah serius tapi kalau tidak ada penanganan yang serius, justru takkan menyelesaikan.

Semoga memdapat perhatian pemerintah terkait gizi baru d beberapa daerah.

good post, I like your post ..

I need your support please visit my blog https://steemit.com/@muliadi
if you like my post please give upvote, resteem &follow me.
thank you, keep on steemit

Tahun 2016: 268 kasus. 2017:147 kasus ada penurunan tapi kita harapkan semoga di tahun ini 0 kasus. Salah satu cara melalui Dana Desa/Gampong Tiap Posyandu buat Program Pemberian makanan bergizi untuk Bayi dan Anak Usia Sekolah.

Ada dua kemungkinan, petugas medis yang tak respon atau pihak keluarga/aparat desa yang juga acuh terhadap persoalan kesehatan.

Alhamdulillah di desa kami th 2017, kami plot dana APBGampong untuk pemberian makanan bergizi untuk balita dan Anak Usia sekolah. Bila ada anak terindifikasi Kekurangan Gizi kami khususkan pelayanan yang di tangani oleh kader Posyandu.
Mari Kita mulai dari pemerintah desa untuk Memenuhi Gizi Anak -anak kita.