Happy World Syndrome Day. Selamat hari Sindrom Down se Dunia. Yup, hari ini, 21 Maret diperingati sebagai hari down sindrom, sebuah selebrasi yang mengajak kita yang memiliki kromosom yang cukup untuk tetap menghargai dan mencintai mereka yang memiliki kelebihan kromosom. Jangan lihat dari kromosom yang mereka miliki, jangan diskriminasikan wajah mongoloid yang diciptakan Tuhan untuk mereka, janga katakan idiot atau ucapan buruk lainnya kepada mereka, tapi lihatlah potensi dan kemampuan yang mereka miliki. diperingati sebagai hari penderita sindrom down.
Sebagai bentuk partisipasi saya dalam peringatan hari sindrom down se dunia, saya ingin menuliskan kembali tentang Cut Mad, penderita sindrom down di kampung saya Pulo Mesjid, Tangse yang sangat kreatif. Yuk baca tulisan saya
Awalnya saya mengira dua karung plastik besar yang isinya penuh dengan botol bekas, kantong plastik, dan tempat cat, yang sudah tidak layak pakai itu adalah sampah. Entah siapa yang membuangnya di perempatan jalan masuk ke rumahku. Terbesit niat untuk memindahkan ke tempat sampah, dari pada di jalan pasti tak elok dipandang.
Belum pun niat itu saya jalankan, seorang bocah yang memakai baju putih dan didadanya tertulis nama caleg salah satu parpol, datang dan mengambil karung besar itu. Dipikulnya karung itu dengan kayu yang memang terletang di tempat yang sama. Ketika melihatku bocah itu tersenyum. Kacamata hitamnya dibuka dan tersenyum sambil memperlihatkan deretan gigi yang kuning. Lalu ia pun pergi sambil melafazkan “Ngeng, ngeng, ngeng, ngeng.”
“Dia meniru terompet penjual roti yang sering lewat jalan ini setiap pagi,” ungkap Rasyidah, tetangga saya yang rumahnya langsung berhadapan dengan jalan.
Ada-ada saja tingkah bocah yang dipanggil Cut Mad itu. Karung besar dan kayu ia umpamakan tempat menaruh roti yang dipikul penjual. Lalu suara “ngeng, ngeng” itu menjadi pengganti terompet yang kerap dibunyikan ketika sang penjual roti melewati perumahan.
Tak hanya itu, Cut Mad juga sering berdiri di perempatan jalan sambil menengadahkan kardus mie instan pada setiap orang yang lewat di depannya. Dan tahukah apa maksud dari tingkahnya itu? Ia meminta sedekah dari pengguna jalan karena beberapa waktu lalu ia melihat bapak-bapak yang meminta sumbangan di jalanan sambil menengadahkan kardus untuk pembangunan mesjid.
Sebenarnya Cut Mad tidak bisa digolongkan anak-anak lagi. Umurnya sudah lebih dari dua puluh tahun. Tapi karena keterbelakangan mental yang di deritanya membuat Cut Mad berkelakuan layaknya anak kecil. Ia menderita down syndrom. Tandanya terlihat jelas dari bentuk wajahnya yang menyerupai orang mongol (mongoloid). Kepalanya relatif lebih kecil dari normal. Lidahnya tebal dan pendek sehingga sulit bagi kita untuk memahami maksud dari perkataannya.
Menurut saya, Cut Mad adalah penderita retadarsi mental yang cukup kreatif. Buktinya ia dapat meniru apa saja yang menurutnya menarik. Tak hanya menjadi penjual roti dan peminta sumbangan, lelaki ini juga terkadang suka mengumpulkan barang-barang bekas untuk dijual. Pernah juga saya pangling dibuat bungsu dari lima bersaudara ini. Hari itu, dari balik kaca jendela, saya melihat seorang laki-laki muda dengan pakaian klimisnya, kemeja lengan panjang yang dimasukkan ke dalam celana blue jeans panjang, bersepatu sket, dan kepala terutup topi pet. Di tangannya ada sebuah buku dan bolpoin. Ia berjalan terus ke arah rumah dan berhenti di depan pintu. Lalu, ia menghadap ke dinding dan menengadah, melihat meteran listrik dan mencatatnya. Penasaran, saya pun membuka pintu. Dan tahu siapa lelaki pencatat meteran listrik itu? Ya, dia adalah Cut Mad.
Gayanya yang sangat mirip dengan petugas PLN yang kerap datang ke rumah warga untuk mencatat pemakaian listrik. Saya geleng-geleng kepala melihatnya dan ia seperti biasa, tersenyum sambil menunjukkan kertas yang berisi tulisan tidak jelas. Pasti dia meniru petugas PLN yang pernah bertandang ke rumahnya.
Cut Mad memang sering berdandan sangat rapi. Lebih rapi dari kita yang normal. Dengan kemeja yang dimasukkan ke dalam celana jeans lengkap dengan tali pinggang, kacamata hitam, sebatang pena yang diselipkan pada kantong baju, topi pet yang tak pernah lekang dar dan ponsel mainan yang digantung di pinggang. Sangat necis.
Kalau dilihat sekilas, orang-orang tak menyangka kalau Cut Mad adalah anak yang menderita kelebihan kromosom 21. Tak jarang ketika ia mangkal di perempatan jalan, orang-orang menanyakan alamat padanya. Lalu dengan pe-denya Cut Mad menjelaskan alamat yang dimaksud dengan bahasanya. Setelah itu orang baru paham kalau Cut Mad menderita keterbelakangan.
Jika dilatih, saya yakin Cut Mad lebih bisa mandiri dan kreatif dari saat ini. Sayangnya, ia berasal dari keluarga yang kurang mampu. Jangankan untuk menyekolahkan Cut Mad, abang dan kakaknya yang normal saja hanya mampu menamatkan sekolah dasar.
Selain itu, persepsi masyarakat terhadap penderita down syndrome masih buruk. Tak jarang Cut Mad dan penderita yang lainnya dikucilkan di masyarakat. Mereka kerap mendapatkan predikat “bodoh” dan “idiot” yang tak mampu berkreatifitas. Padahal mereka menderita sindrom down yang jika terus menerus dilatih akan menjadi anak yang mandiri dan mampu beraktivitas layaknya orang normal.
Selamat hari sindrom down sedunia. Happy world down syndrome day, 21-03-2018. Don’t count their chromosomes, but see their abilities.