Berziarah ke Makam Pengarang Kitab Lapan

in #history6 years ago

khatib.jpeg

Rencana ini sebenarnya sudah saya pikirkan jauh beberapa bulan sebelumnya. Rasa penasaran muncul sejak pertama kali saya mengaji kitab Jam'u Jamwami' Al-Mushannifat. Kitab ini juga biasa disebut dengan nama Kitab Lapan (Kitab Delapan). Kumpulan delapan buah kitab yang membahas pelbagai masalah agama, mulai dari masalah fiqh, tasawuf, hingga tauhid. Kedelapan kitab tersebut dikarang oleh ulama yang berasal dari Aceh. Kemudian seorang ulama yang bernama Syeikh Ismail mengumpulkannya ke dalam satu niskhah yang berjudul Jam'u Jamwami' Al-Mushannifat.

Salah satu kitab dari kedelapan kita tersebut ada yang berjudul Dawaul Qulub yang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Obat Hati. Kitab ini dikarang oleh seorang ulama yang makam beliau terdapat di Desa Langgien, Lueng Putu. Beliau bernama Syeikh Muhammad bin Syeikh Khatib (begitu tertulis di dalam kitab lapan).

khat.jpeg

Sore itu saya mewujudkan niat yang telah lama sekali muncul untuk menziarahi makam beliau. Sesuatu yang membuat saya bangga bisa berziarah kepada makam seorang ulama yang kitab beliau sudah saya pelajari sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Cuaca yang cerah menambah semangat saya untuk menempuh perjalanan dari Garot ke Lueng Putu yang kira-kira menghabiskan waktu lebih kurang 45 menit.

Sampai di desa Dayah Langgien, saya harus bertanya kepada warga setempat dimana tepatnya letak makam tersebut. Karena informasi sebelumnya, kita harus mendaki perbukitan untuk sampai di makam. Dengan bantuan informasi dari warga setempat, akhirnya saya tiba di makam Syeikh Muhammad bin Khatib, pengarang salah satu kitab yang terdapat di dalam kitab lapan. Ternyata bukit yang harus dilalui tidak begitu terjal seperti yang saya bayangkan. Makam beliau terdapat tepat di kaki bukit dan di pinggir jalan menuju ke atas.

khatib1.jpeg

Ada dua buah balai tepat di samping makam Syeikh. Dengan dominasi warna hijau, membuat suasana makin tenang. Angin yang bertiup di kaki bukit ini mengembalikan saya ke masa saat Syeikh masih hidup. Saya membayangkan bagaimana keadaan beliau ketika sedang mengarang Dawaul Qulub yang telah saya khatamkan sekitar puluhan kali itu. Syeikh yang amat alim di bidang tasawuf ini sangat sederhana bahkan saat beliau telah meninggal. Tidak sulit untuk menemukan beliau sekalipun beliau telah tiada.

Saya kemudian mengirim sekali bacaan surat Al-Fatihah untuk Syeikh. Saya berharap dan memohon kepada Allah agar diberikan ketetapan hati dalam menuntut ilmu, seperti yang telah Syeikh lakukan semasa hidupnya. Tidak ada yang lebih berharga dalam hidup ini selain dari belajar ilmu dan mengajarkannya. Saya kemudian pamit setelah mengabadikan beberapa foto. Bagi saya, syeikh terus menemani para penuntut ilmu melalui karya beliau. Al-Fatihah.


story - Copy.jpg

Sort:  

Jangan lupa berdo'a

get Teungku Reungkan