Harga Tempe Naik Lagi!

Hallo hiver dimanapun berada, setelah sekian purnama akhirnya memberanikan diri menulis di sini.

Nah berikut ini cuma sekedar cerita fiktif yah, jangan diambil hati. hehe.


"Apa-apa mahal sekarang di pasar," nenek kembali menggerutu. Gerutuan bernada sama yang akhir-akhir ini semakin sering terdengar.

Foto oleh Ric Rodrigues:

Seperti juga hari-hari sebelumnya, aku diam. Tidak menanggapi. Pura-pura tidak mendengar.

"Sekarang beli tempe 5000 aja udah gak dapat," nenek kembali mengomel. Kali ini sembari mengacungkan potongan kecil tempe yang mungkin tidak lebih dari satu papan.

Aku belum juga menanggapi. Omelan dan gerutuan nenek memang semakin sering terdengar beberapa minggu terakhir. Malah hampir setiap hari.

Di belakangku, nenek masih menggerutu, meneruskan omelan mengenai harga-harga yang terus meroket saat ini. Cabai yang naik hampir dua kali lipat. Bawang yang semakin tidak terbeli. Ayam yang harganya sama seperti daging sapi.

Tempe dan tahu, yang seharusnya menjadi penyelamat perut-perut orang miskin seperti kami, saat ini sepertinya akan masuk dalam golongan makanan mewah.

Aku baru bisa menghela nafas panjang ketika nenek berlalu ke belakang untuk mencuci bayam.

Di depanku, lembaran kertas-kertas berisi surat lamaran kerja masih berantakan. Aku melirik ponsel yang tergeletak di sisi meja, tidak ada pesan masuk.

Tidak ada panggilan untuk wawancara. Belum ada kepastian aku akan bisa segera bekerja. Tarikan nafasku semakin berat.

Jangan-jangan, harga untuk bernafas juga sedang mengalami kenaikan. Karena itulah semakin lama, perasaan terhimpit di dada semakin kuat.

Bernafas pun akan menjadi kemewahan.
"Capek sekali hidup sekarang," aku kembali terdiam mendengar suara nenek kembali dari belakang. Suara gerutuan Nenek berubah lebih pelan. Lebih kepada keluhan, yang entah ditujukan kepada siapa.

"Segalanya mahal. Mau minta tolong ke siapa kalau kita gak bisa lagi makan besok?"

Himpitan di dadaku semakin menguat. Kali ini berat yang kurasakan di dada sudah merasuk ke mata. Mati-matian ku cegah air mata agar tidak jatuh.

Kembali ku lirik surat-surat lamaran di atas meja. Tumpukan amplop dengan nama-nama perusahaan yang semalaman kutulis dengan rapi. Belum ada yang bisa dikirimkan.

Nenek diam. Rupanya kesibukan menumis bayam cukup untuk membungkam kekesalan akan harga pasar. Tanpa suara, aku memasukkan surat lamaran satu per satu ke dalam amplop dengan iringan doa.

Semoga aku segera mendapat pekerjaan, jadi nenek tidak perlu mengomel lagi karena harga tempe naik.


Sekian dan semoga terhibur.

Sort:  


The rewards earned on this comment will go directly to the people( @kizunasport ) sharing the post on Twitter as long as they are registered with @poshtoken. Sign up at https://hiveposh.com.