Beberapa waktu yang lalu saya menulis satu esai untuk Serambi Indonesia. Judulnya "Kawanan Singa di Sekitar Kita". Esai ini terinspirasi dari banyaknya foto-foto para politisi di sepanjang jalan, khususnya jalan Medan - Banda Aceh, yang tersenyum-tampak gagah-cantik, dan sebagainya pada masa kampanye. Dan ciri yang identik, lain kecamatan, lain pula foto yang terpampang.
Teman saya sempat melawak mengenai foto para politisi dan kawasan pampang foto. Foto itu sebagai penanda wilayah kekuasaan si yang punya foto. Kalau harimau di rimba raya, penanda wilayah kekuasaannya adalah kencing. Bau kencing itu akan dibaui oleh kucing besar yang lain bila masuk ke kawasan itu. Dan mereka tahu: kawasan ini ada pemiliknya.
Tanda atau kode tertentu dari hewan kepada hewan lainnya, menurut Umberto Eco dalam buku "Teori Semiotika", tak ada bedanya dengan komunikasi antarmanusia. Manusia berkomunikasi dengan lisan dan tulisan. Di balik lisan ataupun tulisan yang dipahami oleh kedua pihak atau kedua kelompok karena semantiknya, masih terdapat pragmatik.
Contoh, saya katakan pada teman saya: kamu belum berani. Secara semantik, makna lain dari kata saya: kamu belum berani, kamu penakut. Makna semantiknya hanya sebatas itu. Meskipun makna semantik boleh mengacu pada kamu dan pada acuan lain dari satu kata.
Namun, kata: kamu belum berani, secara pragmatik, harus lebih dulu melihat situasinya. Siapa si pengujar 'kamu belum berani' dan siapa orang yang ditujukan kata tersebut. Jika situsionalnya dapat diketahui, maksud si pengujar dapat diketahui.
Contoh yang lain untuk melihat maksud si pengujar, dalam hal ini si pengujar bukan seseorang, tapi sebuah lembaga. Nah, KemempanRB mengumukan penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) tahun dari 2022. Syarat-syarat penerimaan CPNS antaranya punya ijazah tertentu, minimal 20 tahun, maksimal 35 tahun. Dan sebagainya. Kemudian harus mengikuti SKD (Seleksi Kompetensi Dasar) dan Seleksi Kompetensi Bidang).
Secara pragmatik, kita dapat menjawab dengan tepat maksud negara merekrut pegawainya dengan cara seperti itu. SKD terdiri dari TIU, TWK, dan TKP. Nah, maksud negara mengetes kemampuan TIU seseorang untuk melihat logika berpikir calon rekrutannya. Sementara TWK untuk melihat wawasan kebangsaan calon pegawai. Sedangkan TKP melihat kemampuan manajerial dan sosial kultural si calon pegawai.
Bersambung . . .