Berdamai dengan Rasa Sakit

in INDONESIA4 years ago

Hidup menyuguhkan aneka pilihan dalam perjamuan. Walaupun sejatinya ibarat kondangan, sudah jelas tertulis peruntukan datang hari apa dan pukul berapa, serta siapa saja yang boleh hadir di saat bersamaan. Ibarat sebuah prasmanan, kita bebas memilih makanan apa saja yang disajikan. Tentu saja, kita perlu mengukur diri, seberapa banyak makanan yang bisa kita tampung dalam lambung. Makanan mana yang sekiranya akan menimbulkan efek mulas, nyeri, atau bahkan senang dan ketagihan.

Kita tak akan berbicara soal yang senang. Sudah pasti pulang kondangan aman tentram bahagia. Tapi bagaimana jika kita sudah telanjur salah makan? Bukan lagi nasi sudah jadi bubur terus tinggal dikasih kecap dan kerupuk. Masalahnya justru kita pulang dengan rasa sakit akibat salah pilih makanan. Apakah kita akan mengutuk sang pengundang? Atau bersungut-sungut pada koki? Atau terima nasib karena kita telah salah memilih?

Seperti itu juga rasanya ketika kita telah salah memilih perasaan. Bertemu seseorang (lalu seseorang lain dan lainnya lagi) yang kita kira bisa mengisi hari-hari dengan nuansa warna-warni. Kemudian dalam perjalanannya, kita sadar ada yang tidak beres. Misal, kita jadi lebih sering merasa cemas daripada merasa baik-baik saja. Atau tanpa sengaja kita tertoreh luka batin yang sulit disembuhkan dengan cara apapun ketika ditinggalkan. Mungkin juga kita sulit melupakan perbuatan tidak menyenangkan yang dilakukan seseorang di belakang kita, bahkan memergoki hal yang menyakitkan di depan mata. Luka-luka semacam itu perlu waktu tidak sebentar untuk disembuhkan. Perlu kerjasama dan lingkungan yang mendukung sesi penyembuhan.

Tapi apakah kita akan menyalahkan keadaan? Akankah kita merutuki nasib buruk yang menimpa? Seberapa berani kita mengatakan bahwa ada andil kita juga dalam setiap situasi. Dan jika memang bukan salah kita, sudikah memaafkan dia yang datang dan menghilang, atau memaafkan diri sendiri karena memilih dia yang ternyata menyakiti?

Pepatah berkata waktu akan menyembuhkan. Mungkin iya. Mungkin juga tidak. Barangkali waktu hanya berpetak umpet, menyembunyikan luka-luka dengan cara menghadirkan peristiwa lain sehingga kita lupa sejenak, lalu pada saat yang biasanya tak terduga kita masih merasa sakit ketika mengingat luka tersebut. Waktu tak pernah benar-benar menyembuhkan. Ia hanya membantu kita mengelola ingatan, seberapa hangat sebuah pelukan, yang kemudian menciptakan kesakitan akibat kerinduan. Waktu hanya membuat kita berpaling pada tugu-tugu peristiwa lain yang selalu kita anggap lebih penting daripada sekadar menyembuhkan diri sendiri. Lantas akan sampai kapan kita demikian?

Berdamai dengan rasa sakit memang tak mudah. Memaafkan diri, melupakan kesalahan, dan melangkah ke depan dengan ringan bukanlah pekerjaan semalam selesai yang dilakukan Sangkuriang untuk memenuhi permintaan Dayang Sumbi.

Rasa sakit itu bisa saja bercokol lama di tubuh kita, tubuh fisik dan nonfisik. Tapi kita tentu perlu menggalang kekuatan lain demi menyelesaikan tugas-tugas baru dalam hidup. Kejatuhan yang baik adalah yang mampu membangkitkan lagi semangat. Dan sebaik-baiknya kita menyimpan luka, alangkah lebih baik jika dibersamai dengan pemaafan pada diri. Kita tidak bisa selalu mencegah rasa sakit untuk timbul, tapi ada batas waktu yang perlu dibuat, sampai kapan menikmati kesakitan dengan banjir air mata, kapan melihat semuanya dari kacamata berbeda sambil pelan-pelan memberi jarak pada diri yang terluka.

Hidup harus dihadapi dengan berani. Jika luka itu masih saja keras kepala, ajak diri kita membuat jadwal. Pada saat menikmati peristiwa menyenangkan, lupakan sekecil apapun kesalahan, kesakitan, kecemasan, dan rasa negatif lain di masa lalu. Nikmati saja masa kini, di sini, tepat saat ini. Maksimalkan saat ini dengan segenap jiwa. Abaikan ketakutan terhadap masa depan yang lebih misteri. Yang sedang dihadapi saja syukuri, hikmati. Pelan-pelan energi kini akan memberikan perasaan positif yang hangat, yang membantu kita memberikan perlindungan diri dari terus-menerus memandang luka.

Berdamai dengan rada sakit tidak selalu mudah. Tapi kita harus memilih, bahagia seperti apa yang kita ingini hari ini?

#RAB, 13112020

Sort:  

Congratulations @ratnaayub! You have completed the following achievement on the Hive blockchain and have been rewarded with new badge(s) :

You published more than 20 posts. Your next target is to reach 30 posts.

You can view your badges on your board and compare yourself to others in the Ranking
If you no longer want to receive notifications, reply to this comment with the word STOP

Rasa sakit menjadi bagian dari kebahagiaan. Kita harus menerima dengan ikhlas, sebagaimana menerima kebahagiaan yang datang silih berganti dengan kesakitan. Selamat berbahagia.