비가 좋다!

in #hujan7 years ago (edited)

image

Bi~
Hujan!

Aku terbaring di bangku panjang di teras rumah. Kulihat langit cerah. Sesekali kudengar suara TV yang ditonton oleh Ibu dan Ayah. Aku tersenyum simpul, terlebih melihat mereka berdua akur.

Kupejamkan mata, hangatnya terasa meski mentari ditutupi awan putih. Aku terlelap.

Tak berapa lama kudengar suara Ibu membangunkanku, menyuruhku mengangkat baju yang tadi pagi kucuci. Hujan segera turun, katanya. Aku bergegas berlari kecil dengan kepala sedikit pusing karena begitu bangun langsung berlari. Satu persatu rintik hujan turun. Aku mempercepat gerakanku, mengangkat semua yang ada lalu berlari kencang ke dalam rumah. Hampir saja basah, bathinku.

image

Lalu kubiarkan kain menumpuk di kursi tamu. Aku keluar. Kulihat hujan semakin lama semakin ramai -deras. Aku berdiri di ujung teras, kuulurkan tanganku keluar. Kurasakan dingin hujan menyapa tanganku lembut. Oh Tuhan, aku jatuh cinta! Pekikku pelan.

Aku ingin seperti bumi yang dicintai oleh hujan. Meski berjarak beribu mil dari bumi, hujan mengunjunginya pelan. Mencumbunya ringan, memuaskan segala dahaga yang ada dengan tenang. Aku ingin seperti cinta hujan kepada bumi, ada ketika dibutuhkan dan tidak ingkar. Jika sudah waktunya, hujan selalu datang. Dan cinta itu berlangsung lama, sampai bumi tiada atau air dunia ini tidak lagi membentuk awan dan hujan.

Lama aku berdiri, tiba-tiba petir menggelegar. Aku segera lari ke dalam, memegang tangan ibu yang tengah merapikan pakaian yang tadi kutinggalkan. Aku suka hujan, tapi aku takut jika disertai petir dan kilat. Bagiku itu sangat menyeramkan.

Dulu ibu pernah bercerita bahwa ada saudaranya yang tersambar petir. Ibu ingat betul detail cerita itu, bahkan nama korban hingga nama seluruh keluarga korban ibu ingat dan kenal.

image

Gadis kecil itu merengek pelan, ibunya sedang di dapur menyiapkan cemilan. Sedangkan ayahnya sedang mengajari abangnya mengaji. "Bu, pisang rebusnya sudah matang?" Tanyanya pelan. "Sebentar, nak" jawab ibunya setengah teriak.

*Tak berapa lama ibunya berjalan ke ruang tamu sembari membawa nampan berisi pisang rebus panas. Gadis itu nampak riang. Pisang rebus adalah cemilan kesukaannya. *

Hari itu tiba-tiba saja dia ingin sekali makan pisang rebus. Terlebih hujan sedang turun, cuaca dingin biasanya diselingi dengan yang hangat-hangat, pikirnya. Maka dia bilang pada ibunya bahwa dia pengen pisang rebus. Sang ibu pun menuruti.

Dan disinilah dia sekarang. Menikmati pisang rebus sendirian. Ibunya kembali ke dapur, mengambil minum buatnya. Sedang ayah dan abangnya masih mengaji. Suara lantunan penutup ayat suci Al- Qur'an terdengar, tanda aktivitas mengajinya hampir kelar. Sang ibu pun sedang menuju ruang tamu, tempat si gadis makan pisang. Dan ddhhuuuaaaarrrr… suara ledakan nyaring terdengar

Ibu, ayah dan abang berlari ke ruang tamu, sebab mereka tak mendengar suara si bungsu ketakutan. Setelah tiba disana, mereka terbelalak. Si bungsu sudah menggosong tanpa nyawa. Hanya ada sepiring pisang dan separuh pisang yang belum sempat dihabiskan.

"Oleh sebab itu, jika hujan jangan berdiri di luar, di pintu, di tempat-tempat yang ada kacanya" kata ibu padaku.

image

Aku mengangguk menuruti nasihatnya. Sembari membayangkan nasib nahas yang menimpa si bungsu yang diceritakan ibu. Sampai hujan selesai aku terus berada di dekatnya. Jika sesekali petir menggelegar, aku mempererat pegangan di lengan ibu atau bahkan memeluknya. "Aku takut, bu" kataku lirih.

Hari masih siang, ibu menyuruhku tidur. "Biar takutnya hilang" bujuknya. Akupun menurutinya lagi, aku tidur. Lalu petir dan hujan hilang. Yang aku tahu, aku ada dalam hangat dekapan ibu.