Sebelum Aceh terkenal dengan julukan serambi mekkah yang kental akan nilai – nilai islamnya, sebenarnya aceh juga sempat menjadi daerah dengan pengaruh hindu dan budha. Karena jauh sebelum kerajaan islam berdiri hindu dan budha lebih awal masuk ke aceh. Aceh juga memiliki beberapa peninggalan dari masa Hindu - Budha yang di gambarkan sebagai Trail Aceh Lhee
Sagoe. Trail Aceh Lhee Sagoe merupakan sebuah konstelasi berbentuk segitiga yang menguhubungkan 3 benteng besar peninggalan kerajaan Hindu-Budha pada masa lalu.
Benteng peninggalan kerajaan tersebut masih dapat anda lihat
hingga saat ini yang berlokasikan dekat pantai Ujong Batee, Desa Ladong, Kecamatan Masjid Raya, Kabupaten Aceh Besar. Sebuah kompleks Benteng yang tidak
lapuk dimakan usia, bahkan tetap tegar bahkan sempat dihantam Tsunami. Benteng ini bernama BENTENG INDRA PATRA, berjarak 19 Km kearah Barat dari ibu kota
propinsi Aceh, Banda Aceh, atau sekitar 30 menit dengan berkendara kendaraan bermotor.
Benteng ini dibangun pada masa Pra-Islam, yaitu oleh Raja Kerajaan Lamuri yang merupakan Kerajaan Hindu Pertama di Aceh, tepatnya pada abad ke 7 Masehi. Kala itu, benteng Indra
Patra ini dibangun dengan maksud utama untuk membendung sekaligus membentengi masyarakat kerajaan Lamuri dari gempuran meriam-meriam yang berasal dari kapal-kapal Perang Portugis. Disamping itu, benteng ini juga dipakai sebagai tempat beribadah Umat Hindu di Aceh sebelum kedatangan pengaruh islam saat itu.
Karena alasan demi pertahanan & keamanan kerajaan, maka
benteng ini dibangun ditempat yang sangat strategis, yakni di bibir pantai yang berhadapan langsung dengan Selat Malaka.
Benteng Indra Patra ini bahkan berlangsung hingga masa Islam
di Aceh tiba. Di masa Sultan Iskandar Muda, dengan laksamananya yang sangat terkenal dan disegani, yaitu Laksamana Malahayati (laksamana wanita pertama di dunia), benteng ini juga dipergunakan sebagai benteng pertahanan bagi Kerajaan Aceh Darussalam dari serangan musuh yang datang dari arah laut.
Saat ini, tinggal dua dari tiga benteng yang masih berdiri
kokoh. Benteng Utama berukuran 70m X 70m; dengan ketinggian 4 meter, serta ketebalan dinding mencapai sekitar 2 meter. Arsitekturnya yang Unik, Besar, terbuat dari “beton kapur” dari campuran Kapur, Tanah Liat, dan alusan Kulit Kerang, serta juga telur.
Didalam benteng Utama terdapat dua buah “stupa” atau bangunan yang menyerupai kubah yang mana didalamnya / dibawah kubah tersebut
terdapat sumur / sumber air bersih, yang (pada saat itu) dimanfaatkan oleh umat Hindu untuk penyucian diri dalam rangkaian peribadahannya. Selain itu, didalam benteng terdapat juga bunker untuk menyimpan meriam serta bunker untuk menyimpan peluru dan senjata.
Benteng merupakan situs sejarah yang mempunyai cerita tersendiri. Di belakangnya ada kisah perlawanan, pemberontakan, intrik dan heroism orang-orang di zamannya. Demikian juga dengan Benteng Indra Patra yang
terletak di Kecamatan Masjid Raya, jalan Krueng Raya, sekitar 19 km dari Banda Aceh, menuju Pelabuhan Krueng Raya.
Sebagai situs bersejarah, keberadaan Benteng Indra Patra tentu perlu dijaga. Dari segi fisik, secara alami bangunan akan mengalami kerusakan digerus alam. Hujan, panas, pengambilan material oleh masyarakat akan
membuat bagian-bagian benteng runtuh perlahan-lahan. Dinding mengelupas, batu pondasi berjatuhan satu persatu. Lama kelamaan bentuk aslinya tidak kelihatan lagi.
Dari segi sejarah, kisah-kisah seputar keberadaan benteng perlahan-lahan akan dilupakan orang. Bahkan orang-orang yang tinggal sekitar benteng pun belum tentu tahu asal muasal dinding besar di hadapan rumah mereka.
Untuk menyelamatkan situs bersejarah itulah, Aceh Heritage
Community (AHC) bekerja sama dengan Pusat Dokumentasi Arsitektur Jakarta (PDAJ), mengadakan survei Benteng Indra Patra, 20-21 Desember. Dua orang dari PDAJ yaitu Kemal, seorang arsitek, dan Ivan, seorang arkeolog, menemani 10 orang dari AHC.
Benteng ini berukuran besar dan berkonstruksi kokoh, berarsitektur unik, terbuat dari beton kapur. Saat ini jumlah benteng yang tersisa hanya dua, itu pun pintu bentengnya telah hancur terkena tsunami. Pada awalnya ada tiga bagian besar benteng yang tersisa. Benteng yang paling besar berukuran 70 x 70 meter dengan ketinggian 3 meter lebih. Ada sebuah ruangan yang besar dan kokoh berukuran 35 x 35 meter dan tinggi 4 meter. Rancangan bangunannya terlihat begitu istimewa dan canggih, sesuai pada masanya karena untuk mencapai bagian dalam benteng, harus dilalui dengan memanjat terlebih dahulu.
Sebagai masyarakat yang menghargai sejarah sudah selayak benteng Indra Patra dirawat dan dilestarikan. Jangan sampai nanti orang-orang hanya bisa berkata sambil menunjuk ke arah reruntuhan.
Sumber: captionaceh
Hi! I am a robot. I just upvoted you! I found similar content that readers might be interested in:
http://www.detikaceh.com/2015/02/kisah-sejarah-benteng-indra-patra-di.html
Bagus infonya