Dari judulnya, kita bisa menebak apa yang akan dibahas dalam buku ini. Tapi tunggu dulu, ulasan dalam buku ini tidak sesederhana yang dipikirkan. Ketika saya mulai membukanya di halaman pertama, tangan dan jemari ini terus ingin membuntuti halaman demi halaman. Pasalnya, buku yang ditulis Djokosantoso Moeljono –untuk selanjutnya disebut Moeljono- bukan hanya sekedar hasil perenungan dan bacaan yang bersumber dari pihak kedua, namun ia hadir sebagai praktisi kepemimpinan yang sudah berpengalaman lebih kurang selama empat puluh tahun. Bukan waktu singkat yang membuat kita ragu untuk tidak mengikuti segala petuahnya.
Buku yang diterbitkan PT Elex Media Komputindo ini juga menyajikan contoh-contoh kasus dalam kepemimpinan yang tentu saja dapat membuat saya lebih mudah dalam memahami maksud yang disampaikan. Yang juga tidak kalah menarik lainnya adalah sang penulis membahas bagaimana gaya kepemimpinan para nabi –nabi Isa a.s dan Nabi Muhammad s.a.w.-, ditambah lagi pengetahuan tentang gaya kepemimpinan dalam tradisi Jawa –Mahapatih Gadjah Mada, Pangeran Samber Nyowo, dll-. Terakhir, isi buku ini ditulis dengan berbasis riset penelitian di 11 kota besar sehingga mampu dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Moeljono memulainya dengan stressing point bahwa dunia kepemimpinan adalah dunia tentang bagaimana kita berhubungan dengan manusia. Sehingga yang perlu diperhatikan dalam sebuah proses relasi antar manusia adalah bagaimana seorang harus mampu memimpin dengan kasih sayang; harus mampu memberikan pelajaran pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai luhur kepada bawahannya. Artinya, pemimpin adalah teladan yang akan diikuti oleh bawahannya.
Seorang pemimpin juga harus mampu menjadi multifungsi terhadap bawahannya. Terkadang, pemimpin harus bisa memposisikan diri sebagai teman, sebagai leader, bahkan sebagai orang tua dari bawahannya. Dengan demikian, seorang pemimpin akan menjadi pelindung lembaga dan bawahannya. Terakhir, pemimpin harus mampu menjaga posisi secara propesional; ia harus tahu kapan harus tegas dan kapan harus lembut terhadap bawahannya. Intinya, sebagaimana yang telah disampaikan oleh Moeljono berulang kali dalam tulisannya, kepemimpinan adalah berbicara tentang amanah dan kewajiban. Karena itu, seorang pemimpin harus mampu berpikir lebih cepat dan lebih duluan ketimbang orang yang dipimpinnya sehingga diharapkan bisa mengatur perilaku manusia yang dipimpinnya.
Cogito Ergo Sum, petuah yang disampaikan Descartes, filsuf Prancis, masih sangat relevan hingga saat ini. Artinya, manusia akan benar-benar hadir sebagai sosok manusia ketika ia menjadikan “berpikir” sebagai landasan dalam melahirkan perbuatan. Teori N-Ach (need for achievement) David McClelland yang berpendapat bahwa keinginan untuk berprestasi menjadikan manusia memiliki motivasi, sehingga manusia akan mengembangkan perilaku-perilaku yang bisa membawanya kepada tujuan yang telah ditentukan.
Dalam kehidupan ini, banyak tipe manusia, di mana setiap tipe akan melahirkan perilaku dan tentu saja juga melahirkan cara pikir yang berbeda. Menurut Holland, sebagaimana dikutip Moeljono, ada enam dimensi manusia; yaitu: realistis, intelektual, social, konvensional, enterprising, dan artistic. Begitupun ketika manusia mengalami hambatan, maka juga melahirkan perilaku yang berbeda dalam menghadapi permasalahan. Namun, yang terpenting dari semua itu adalah bagaimana ketika hambatan itu muncul, maka manusia tidak boleh menyerah, akan tetapi harus tampil menghadapi dengan cara instrospeksi dan koreksi diri demi mencapai kesempurnaan di masa yang akan datang. Dan sikap inilah yang seharusnya dimiliki oleh seorang leader.
Bagi Moeljono, Pemimpin dan Kepemimpinan adalah dua hal berbeda, namun sangat erat kaitannya. Pemimpin adalah individu yang mampu membuat sesuatu menjadi kenyataan, sementara kepemimpinan adalah sifat yang melekat padanya sebagai pemimpin. Artinya, jika dalam pengelolaan sebuah organisasi dibutuhkan planning, organizing, motivating, leading dan controlling, maka pemimpin adalah individu yang membuat proses pengelolaan itu semua menjadi kenyataan. Karena itu, kepemimpinan dalam hal ini lebih kepada sebuah seni atau gaya (style) yang mempu mempengaruhi orang lain dan akan bermakna apabila dipraktikkan, bukan hanya sekedar diwacanakan.
Ada empat jenis gaya kepemimpinan menurut Moeljono, yaitu:
a. Telling (directing/structuring)
Seorang pemimpin mengambil keputusan sendiri, lalu memberikan instruksi kepada bawahannya dan mengawasinya secara ketat. Kemudian memberi evaluasi terhadap kinerja bawahannya.
b. Selling (coaching)
Pemimpin melibatkan bawahannya dalam setiap keputusan dan selalu siap berbagi persoalan dengan bawahannya.
c. Participating (developing/encouraging)
Seorang pemimpin bersedia memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk berkembang dan bertanggung jawab serta memberikan dukungan terhadap apa yang mereka butuhkan.
d. Delegating.
Gaya kepemimpinan ini memberikan banyak tanggung jawab kepada bawahannya dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk memutuskan setiap persoalan yang ada.
Dalam hal ini, kita tidak berbicara mana gaya kepemimpinan terbaik, akan tetapi setiap gaya kepemimpinan di atas memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Artinya, seorang pemimpin harus jeli melihat situasi dan kondisi, sehingga ia tahu gaya kepemimpinan seperti apa yang cocok diterapkan dalam berbagai kondisi. Pada titik inilah, kedewasaan seorang pemimpin sangat dibutuhkan. Karena konsep kedewasaan dan kematangan akan berpengaruh dalam hal ia memperlakukan bawahannya dan memutuskan gaya kepemimpinan seperti apa yang akan dipilihnya.