Memenuhi ajakan teman ngopi di Sigli. Dibelakang sebuah kedai kopi modren. Hamparan tambak terbentang. Bau menyengat air asin menghanyutkan kenangan lama. Kenangan dimasa melalui masa kecil yang lumayan pahit. Yah namun seperti saya sering menulis "sepahit apapun sebuah pengalaman, akan indah ketika menjadi kenangan". Kelas empat SD saya dijemput bapak. Kemudian tinggal bersama beliau di desa Matang Kumbang Baktiya Aceh Utara.
Tinggal bersama ibu tiri, satu abang kandung dan tiga adik tiri. Rumah kami berlantai tanah. Hanya ada satu kamar milik orang tua. Satu dipan besar untuk adik saya terletak dekat dapur. Saya dan abang nginap dibalai pengajian.
Bapak disambil sebagai kepala sekolah juga menjadi petani tambak. Jangan bayangkan kami sejahtera. Bapak saya bukan orang yang mampu memanajerial uang dengan baik. Seingat saya gaji beliau tiap bulan habis buat bayar utang. Kami hidup prihatin. Salah satu kesalahannya adalah mengambil kredit bank untuk membeli lahan tambak.
Yang namanya lahan tambak yaitu tanah hutan bakau yang berhutan. Akibatnya bapak harus bayar utang. Dan tidak punya modal untuk menyiapkan tambak. Akhirnya tambak itu beliau kerjakan sendiri. Selebihnya beliau bagi hasil dengan orang lain. Sampai beliau meninggal tambak itu tidak benar benar jadi. Belakang dengan datangnya virus mematikan udang tambak itu terbengkalai.
Setamat SPG Banda Aceh, saya tidak langsung kembali ke kampung. Setahun kerja serabutan di Banda Aceh. Kerja bangunan dan di bengkel. Baru di penghujung 1991 saya kembali ke kampung. Bapak sudah pensiun dan jatuh sakit. Kehidupan kami makin sulit. Bahkan harus menjual rumah satu satunya. Kami tinggal disitu dengan menyewa.
Karena tidak punya pekerjaan dan penghasilan. Saya mencoba peruntungan di tambak bapak. Tambak itu hanya berupa pematang dan saluran air sepanjang pematang. Ditengahnya masih hutan belantara. Hanya itu sumber kehidupan kami. Jadinya segala upaya saya lakukan. Yang pending keluarga saya dapat makan. Kadang kami berhutang. Dan ketika "ie rayek", saya mendapat sedikit udang. Intinya apapun hasil bisa menjadi uang. Buat beli beras dan kebutuhan dapur.
Ada kebahagian tersendiri saya ketika itu. Mampu menolong orang tua. Mampu menjadi tulang punggung keluarga. Walau saat itu saya harus kehilangan pergaulan. Saya malu untuk bergaul. Dan hpir tak punya waktu. Lebih sering menyendiri dihutan tambak saya. Tidak ada ketakutan akan hal macam macam ketika itu. Kesusahan membuat saya mati rasa. Terkadang pulang dari tambak menjelang dini hari. Beberapa kali saya mehjumpai mayat korban konflik dibuang. Kawasan tambak saya yaitu paya cicem terkenal angker. Tidak ada rumah penduduk dikawasan itu.
Hal yang sama juga terjadi disekitar tambak saya. Hpir semua kawasan itu masih hutan bakau dan hutan nipah. Sehingga kalau malam hanya di temani suara binatang. Beruntung saya tidak pernah kena razia tentara. Beberapa kali bertemu mereka naik sampan. Alhamdulillah saya tidak diinterogasi. Mungkin mereka berpikir saya manusia tidak berguna. Jangan tanya penampilan. Maklum saja mandi dengan air asin. Tidak ada sabun dan sampo. Hal paling mewah adalah sikit gigi dan odol.
Dan lamunan sore kemarin berakhir. Dua orang kawan datang menemani. Menyeruput kopi sambil bercanda. Kebutulan kami dari dua kubu politik yang berbeda. Calon dukungan saya kalah. Baik dikabupaten maupun di propinsi. Namun kami tetap akrab. Sebab kami sudah bersahabat jauh sebelum beda pilihan politik.
Bagi kami pertarungan politik telah usai. Kalau tidak ada yang kalah maka tidak ada pemenang. Mengapa pula rivalitas demokrasi berbuah pertengkaran. Demokrasi adalah jalan keluar bukan sarana pertengkaran.
Mantap pembawaan ceritanya abu laot,. One vote for you by @donyanyo.
Weuh gob-gob keudeh..
Mantap pembawaan ceritanya abu laot,. One vote for you by @donyanyo.
Weuh gob-gob keudeh..
Trimeng gaseh, nyan yg na inspirasi uroenyoe
Penutupnya itu @abulaot sesuatu yang kusuka. Ditunggu seri selanjutnya tentang tambak terbengkalai itu.
Siap ta lanjutkan
Dugaan saya pada tulisan selanjutnya akan ada kisah deversifikasi lahan tambak ala abu
Saya tunggu abu
Tambak pernah jadi diversifikasi bisnis saya dr bisnis elektronik hehehhee, akan ta tuleh
Jika tidak ada kedewasaan dlam berpolitik, jangankan lawan teman pun bisa dianggap musuh, ini pola yang keliru dan perlu dihilangkan
Fonomena aneh dijamannow