Tiap pulang kampung, saya sering menghabiskan waktu di tambak. Orang tua saya menyewa tambak itu selama lima tahun seharga Rp6 juta. Hasil tambak itu cukup untuk biaya hidup sehari-hari.
Hidup petani tambak memang tidak semakmur dulu ketika hasil panennya melimpah: ikan bandeng dan udang windu. Kini, banyak petani tambak harus gigit jari karena hasil panennya tidak seberapa. Udang sering mati sebelum masa panen, begitu juga ikan bandeng sukar sekali berkembang. Pun begitu, bekerja sebagai petani tambak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Saat di kampung, saya sering menangkap udang dengan cara kemeukub, yaitu dengan berendam di dalam air sementara tangan meraba ke sana kemari. Udang biasanya berdiam di dasar air dan tidak bergerak sehingga mudah ditangkap.
Selain udang, kepiting adalah hasil tambak yang juga bernilai ekonomis. Anak muda sering menghabiskan waktu menangkap kepiting dengan cara memasang perangkap atau menyenter di malam hari. Hasilnya lumayan, sebagian untuk dijual dan sebagian lagi dimakan sendiri atau dimasak dengan mie.
wow.....nice photography...have a good day
Thank you
Bereh2, udeung wat bang ya
Udueng wat dan bieng bangka
Bereh. Kamulai beh.
Ka jadeh tajak u Kamboja dan Vietnam pertengahan buluen ukue
Nepakat loen beh, hhe
Jak tajak buluen sa nyoe
Siapp .. segera pesan tiket komandan :D
Tgl 17 munyoe hana halangan berangkat beh
Cocok that ta masak mie wate... malam yang sunyi dan perut keroncongan.
Digoreng lebih enak haha
Hawa teuh..
Mangat that
Pap mien dih. That bereh ka lagoe
Kamboja Andy...wajeb karat