Bicara Baik atau Diam

in #indonesia7 years ago (edited)

Ada sebuah syair Arab berbunyi :

"Sebaik-baik perkataan adalah yang ringkas dan jelas".

Jangan berbicara terlalu banyak. Nasehat ini sering diucapkan oleh guru-guru kita di pesantren setiap kali membimbing kita terkait dengan pembicaraan. Yang intinya agar kita berhati-hati dalam mengemukakan pendapat atau sejenisnya. Dengan ungkapan itu juga kita memahami bahwa kita diminta untuk berhati-hati dalam berbicara. Malah, adab dalam berbicara banyak sekali aturannya. Begitu pentingnya menyampaikan ide atau menyatakan pendapat dengan sangat hati-hati , maka sejak dahulu kala anjuran untuk menjaga lisan sudah banyak dibicarakan.


image
Source


Phytagoras, yang lahir tahun 570 SM, mengatakan: "Diam lebih baik dari pada berbicara tanpa makna'. Pernyataan ini mengingatkan kita bahwa tidaklah baik seseorang yang terlalu banyak bicara namun tanpa makna alias tindak penting-penting sekali. Aristoteles juga mengatakan : "kata yang singkat, penuh dengan makna". Artinya, hendaknya kita berbicara yang penting-penting saja. Tak usah banyak bicara apalagi tentang hal-hal yang kurang penting atau sama sekali tidak penting.


image
Source


Hal itu juga menegaskan agar kita diharapkan menjadi orang yang mampu mengemas kalimat dengan efektif dan efisien. Sebab, orang yang memperbanyak pembicaraan akan cenderung untuk tergelincir dari berkata yang tidak ada kaitannya alias kombur molotup kata orang Melayu. Banyak bicara seringkali menuntun orang untuk berbicara tanpa ada arah dan substansi yang disampaikan. Begitu pula dengan ungkapan yang dikemukakan oleh Socrates yang mengatakan : "orang besar mengkaji ide-ide besar, orang biasa membahas isu-isu terkini dan orang rendah membicarakan tentang orang (alias gosip) ". Dari ungkapan Socrates ini mengindikasikan juga tipe-tipe dari kualitas manusia.


image
Source


Terkait dengan tipe-tipe manusia ini tampaklah bagi kita apakah kita termasuk ke dalam golongan orang-orang besar, orang biasa atau justru termasuk ke dalam golongan orang terendah. Untuk menilai diri kita, maka dapat kita kaji dari sisi objek yang sedang kita bahas. Orang besar akan membahas tentang gagasan-gagasan besar, ide-ide brilian yang jenius. Orang besar biasanya jauh dari membahas tentang orang atau menggosip yang belum tentu kebenarannya. Orang besar tidak tergiur untuk membahas kasus-kasus yang sedang terjadi pada masa sekarang ini. Orang besar biasanya hanya sekedar tahu isu-isu terkini dan setelah itu tetap fokus pada ide-ide besar yang dikajinya. Orang besar membahas hal-hal besar.


image


Orang kebanyakan atau orang biasa membahas tentang kejadian yang sedang menjadi *trending topik, atau bahasa zaman now adalah sedang viral. Orang biasa atau orang kebanyakan akan mencari topik-topik hangat yang sedang laku dibicarakan orang dan setelah waktunya berlalu akan terlupakan dengan sendirinya. Meskipun demikian, orang biasa masih lebih mending ketimbang orang rendahan, orang kecil yang tak tahu harga diri, orang yang lemah akalnya, orang yang hina, yang bebal yang sibuk membahas tentang orang lain dan mengghibah, menggosip. Apakah benar atau tidak, yang penting dengan enteng dan leluasa menggosip individu orang perorang. Jadi, apabila kita saksikan orang yang sedang menggosip saudara sendiri sama artinya dia sedang memamerkan diri sebagai orang rendah atau orang hina.