Kota Lhokseumawe merupakan salah satu kota di Provinsi Aceh, yang terletak di pertengahan daerah pesisir di provinsi tersebut, yaitu berada di antara Kota Banda Aceh dan Medan.
Sehingga dikarenakan letaknya yang sangat strategis, daerah itu menjadi sebagai daerah transit dan distribusi perdagangan yang sangat penting bagi Aceh. Selain itu, Kota Lhokseumawe merupakan daerah kedua di Aceh yang tersibuk, setelah Kota Banda Aceh.
Kata Lhokseumawe merupakan berasal dari kata “Lhok” dan “Seumawe”, Lhok yang memiliki arti dalam atau teluk, sementara Seumawe artinya air yang berputar-putar atau pusat mata air sepanjang lepas pantai daerah tersebut.
Menurut sejarah, keberadaan Kota Lhokseumawe tidak terlepas dari kerajaan Samudera Pasai pada abad ke 13, kemudian kawasan tersebut menjadi bagian dari kedaulatan Kesulatanan Aceh sejak tahun 1524 Masehi.
Pada awal abad ke 14 Masehi, disepanjang bantaran Kreung Cunda telah terdapat cikal bakal sebuta Lhokseumawe kuno. Dimana kawasan itu dijadikan sebagai pelabuhan penting bagi pelayaran para mualim Kerajaan Samudera Pasai.
Mualim Kerajaan Samudera Pasai tersebut dikenal sebagai seorang ulama yang bernama Tgk. Lhokseumawe dan pada tahun 1398 Masehi, Tgk. Lhokseumawe wafat dan nama beliau ditambalkan sebagai nama daerah itu.
Tentunya kota yang berada ditengah pesisir Aceh itu, menyimpan berbagai potensi wisata dan budaya lokal. Beberapa objek Gua Jepang dan Taman Ngieng Jioh wisata yang dikenal, yaitu wisata Pantai Ujong Blang, Waduk Reservoir Lhokseumawe dan beberapa lainnya, seperti makam para ulama.
Langit terlihat sangat cerah, dan gumpalan awan putih menghiasi dilangit yang biru itu. Burung-burung berterbangan di udara, jalanan bertanjakan, serta bebatuan sehingga menimbulkan debu-debu halus.
Begitulah suasana menuju ke lokasi Gua Jepang di Desa Blang Panyang, Kec. Muara Satu, Kota Lhokseumawe. apabaila saat berada di puncak seolah-olah rasa lelah akibat melalui jalan yang tanjakan itu terbayar, ketika menyaksikan panorama alam yang indah.
Gua ini dibangun pada tahun 1942, panjangnya hanya 100 meter. Fasilitas militer dimasa penjajahan itu, digunakan untuk pertahanan kelompok kecil dari serangan musuh dan untuk pengintai musuh yang datang dari arah laut.
Dilokasi itu, terdapat 16 buah gua dan Delapan benteng pertahanan serdadu (tentara) Jepang yang digali secara paksa oleh 300 orang masyarakat Lhokseumawe sekitarnya, pada Juli sampai Desember tahun 1942.
Kala itu masyarakat Lhokseumawe dipekerjaka paksa atau yang lebih dikenal dengan sebutan Romusha, untuk membangun gua tersebut, yang akan digunakan untuk pengintaian jalur Selat Malaka. Selain itu juga sebagai tempat pertahanan, tempat tinggal dan juga gudang logistik para tentara Jepang.
Mulut gua jepang itu umumnya menghadap ke arah Utara atau menghadap laut, sehingga memang sudah di desain untuk mengintai musuh di perairan Selat Malaka. Sehingga dapat dengan mudah melihat aktivitas kapal-kapal jalur pelayaran internasional itu.
Bagian dalam gua telah disekat seperti kamar dan apabila masuk tidak ada penerangan sama sekali, serta tidak ada keterangan bahawa kamar-kamar itu dulunya digunakan untuk kegiatan apa.
Masyarakat Aceh lebih mengenalnya dengan sebutan Bukit Gua Jepang, sedangkan Pemerintah Lhokseumawe melebelkan namanya sebagai Taman Ngieng Jioh (Taman Melihat Jauh), letaknya di ketinggian 100 meter di atas permukaan laut.
Di atas gua itu, kini telah dibangun taman yang diberinama sebagai Taman Ngieng Jioh, saat berada di taman tersebut, kita bisa melihat laut biru Samudera Hindia dan kemegahan kilang gas milik PT Arun yang kini telah berubah menjadi Perta Arun Gas (PAG).
Ladang gas Arun membentang sepanjang 18,5 km, lebar 6,5 km dengan ketebalan 30,6 meter kaki, terletak dikedalamanantara 268 meter sampai 299 meter diperut bumi. Tekanan yang dikandung 3.550 kg setiap kaki persegi dan suhunya mencapai 352 derajat fahrenhit, berjumlah tujuh belas triliyun kaki kubik.
Tempat wisata yang tidak kalah menarik lainnya, yaitu Waduk Reservoir Lhokseumawe, bangunan yang dibangun dengan biaya senilai Ro 125 miliar, digunakan untuk menampung air agar mencegah banjir di kawasan kota tersebut.
Namun kini tempat itu disulap menjadi salah ikon pariwisata di Kota Lhokseumawe, dimana pada sore harinya kita bisa menikmati sunset dan sambil merasakan hembusan angin laut, serta sambil menikmati berbagai makanan yang tersedia di kawasan itu.
Pada bangunan yang dilingkari oleh jalan yang beraspal tersebut, kita juga bisa melihat langsung bangunan yang berdiri megah, yaitu Masjid Agung Islamic Center dan memantulkan cahaya yang berkilau disaat malam hari.
Selain menjadi tempat untuk nongkrong, kawasan waduk reservoir tersebut juga digunakan sebagai tempat untuk jogging disaat pagi dan sore harinya. Selain itu, dilokasi itu juga terdapat habitatnya burung Banggau, yang diselimuti tanaman bakau.
Begitu juga dengan suasanai Ujong Blang, dimana pantai tersebut yang bersentuhan langsung dengan perairan Selat Malaka. Sehingga kita bisa melihat langsung perairan yang merupakan sebagai jalur tersibuk di dunia itu.
Apabila di hari Minggu, pantai tersebut dipenuhi oleh wisatawan lokal dan luar dari Kota Lhokseumawe yang ingin menikmati tempat tersebut. Untuk berkunjung ke lokasi itu, maka tidak perlu mengeluarkan biaya yang besar, hanya cukup membayar parkir kenderaan saja, maka kita sudah bisa masuk ke lokasi pantai itu dan menikmati kuliner yang tersedia, seperti mie goreng, rujak dan beberapa lainnya.
Maka mari berkunjung ke Kota Lhokseumawe untuk menikmati keindahan panorama alam pantai nya, apabila daerah itu dikelilingi oleh perairan laut Selat Malaka dan tentunya juga menyimpan potensi wisata lainnya.
Untuk berkunjung ke Kota Lhokseumawe dari Medan, Sumatera Utara, maka cukup menempuh perjalanan 6 jam apabila menggunakan kenderaan pribada dan apabila berangkat dari Kota Banda Aceh, maka waktu tempuhnya sama, yaitu 6 jam.
The word Lhokseumawe is derived from the words "Lhok" and "Seumawe", Lhok which has a deep meaning or bay, while Seumawe means swirling water or a center of springs along the offshore area.
Historically, the existence of the city of Lhokseumawe can not be separated from the kingdom of Pasai Ocean in the 13th century, then the region became part of the sovereignty of Aceh's Sustainability since 1524 AD.
best regards
@mukhtar.juned
bg @mukhtar.juned sudah mulai go internasionale
Tentunya kota yang berada ditengah pesisir Aceh itu, menyimpan berbagai potensi wisata dan budaya lokal. Beberapa objek Gua Jepang dan Taman Ngieng Jioh wisata yang dikenal, yaitu wisata Pantai Ujong Blang, Waduk Reservoir Lhokseumawe dan beberapa lainnya, seperti makam para ulama.