Peradaban di ibukota Jakarta dan daerah-daerah penyangganya terus berdenyut dan bergerak dinamis dan secara fisik tampak terus maju ke dapan. Begitu juga peradaban di daerah-daerah penyangganya, seperti Depok, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi, Kabupaten Tangerang, Koramadya Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan --
biasa disingkat menjadi Tangsel.
Sejak resmi menjadi kota mandiri (memekarkan diri dari Kabupaten Tangerang) pada 29 Oktober 2008, Kota Tangerang Selatan terus berkembang pesat. Gedung-gedung tinggi terus bermunculan, pusat-pusat bisnis baru terus berkembang, jalan-jalan dilebarkan, jumlah penduduk terus bertambah, dan perguruan-perguruan tinggi makin dipenuhi mahasiswa.
Seirama dengan itu, kegiatan-kegiatan kesenian, sejak sastra, seni rupa, musik, tari dan teater, serta berbagai diskusi kesenian makin sering diadakan. Tiap momentum ulang tahun Tangsel, berbagai ragam kesenian pun digelar dalam suatu festival seni yang sangat meriah.
Ada Dewan Kesenian Tangerang Selatan (DKTS), Komunitas Sastra Indonesia Cabang Tangsel, komunitas Litera (www.litera.co.id), Tangsel Club, dapur sastra Cisauk, dapur sastra Tengerang, dan berbagai sanggar seni serta komunitas seni lain, yang rajin mengadakan kegiatan kesenian, baik pertunjukan maupun diskusi seni. Komunitas Litera yang bermarkas di Griya Litera tiap tahun juga memberikan Penghargaan Litera.
Karena belum memiliki gedung kesenian atau pusat kesenian, kegiatan-kegiatan kesenian di Tangsel itu diadakan secara menyebar dan berpindah-pindah. Kadang di Akademi Bambu, kadang di Rumah Budaya Nusantara Puspo Budoyo, kadang di Caping Biru , kadang di panggung terbuka BSD City, kadang di aula komplek pemerintahan Tangsel, kadang di kampus Universitas Pamulang, kadang di UIN Syarif Hidayatullah, kadang di Resto Kampung Anggrek, dan sering pula di Kafe Roti Bakar 88 Pamulang.
Walikota Tangsel, Airin Rahmy Diani, beberapa kali juga menyatakan komitmennya untuk mendukung dan menumbuhkan aktivitas kesenian di Tangsel, dengan memfasilitasi kegiatan-kegiatan itu semaksimalnya, termasuk membantu pendanaan dan membangun gelanggang budaya (semacam taman budaya).
Sayangnya, sejauh ini (sampai awal 2018) pemerintah Kota Tangsel belum dapat mewujudkan gedung kesenian yang representatif, atau semacam taman budaya – pemerintah Kota Tangsel menyebutnya sebagai Gelanggang Budaya ---seperti diimpikan para seniman Tangsel dan dijanjikan oleh Walikota Tangsel. Jalan memang masih panjang. Dan, karena itu, kita sangat berharap pemerintah Kota Tangsel segera memperpendeknya dengan secepatnya mewujudkan Gelanggang Budaya tersebut dengan gedung kesenian yang representatif.
Setelah pusat kegiatan seni budaya itu terwujud nanti, tentu berbagai kegiatan kesenian yang penting dan berkualitas dapat dipusatkan di pusat kesenian tersebut agar mudah dinikmati dan diapresiasi oleh masyarakat luas.
Jantung sastra
Tiap mengikuti berbagai kegiatan sastra, saya sering membayangkan bahwa Tangerang Selatan (Tangsel) adalah jantung sastra Indonesia. Jantung yang memompakan darah dan oksigen ke seluruh tubuh sastra Indonesia, sehingga terus hidup sehat yang berdenyut sepanjang hayatnya.
Mimpi itu sering menggoda saya, karena banyaknya sastrawan ternama yang tinggal dan berproses kreatif di Tangsel dan terus ikut mendenyutkan kehidupan sastra Indonesia. Ada novelis dan penyair sufistik Danarto di Kedaung, ada dramawan dan cerpenis Putu Wijaya di Ciputat, ada Radhar Panca Dahana di Pamulang Villa, ada penyair Chavcay Syaefullah di Villa Dago, dan ada Mustafa Ismail di Pondok Petir.
Selain mereka juga ada novelis Dianing Widya Yudistira, cerpenis Dewi Nova, penyair Nana Sastrawan, penyair Ahmadun Yosi Herfanda, budayawan Uten Sutendi, cerpenis Arie Batubara, sastrawan Abah Yoyok, penyair Yusuf Susilo Hartono, penyair Shobir Pur, Uki Bayu Sejati, Teguh Wijaya, Mahrus Prihany, Iman Sembada, Abah Yoyok, Hadi Sastro, Uten Sutendy, Agam Pamungkas, Aef Sanusi, dan seabrek nama peminat sastra yang siap mendenyutkan kehidupan sastra Indonesia dari Tangerang Selatan.
Saya selalu membayangkan, dengan sumber daya sastra yang begitu besar, Tangsel benar-benar tumbuh sebagai jantung sastra Indonesia. Apalagi, di Tangsel juga ada cukup banyak lembaga atau komonitas yang aktif mengadakan kegiatan-kegiatan sastra, seperti Dapur Sastra Cisauk, Griya Litera, Komunitas Sastra Indonesia (KSI) Cabang Tangsel, Tangsel Club, dan tentu Dewan Kesenian Tangerang Selatan. Grup WA sastra dengan ribuan anggota, Ruang Sastra, juga dikelola dari Tangsel. Sebut juga portal sastra www.litera.co.id, yang kerap mengadakan diskusi dan penghargaan sastra, juga bermarkas di Tangsel. Ketika masih menjadi ketua KSI pusat, kegiatan komunitas ini juga kami rancang dan gerakkan dari Tangsel.
Sayangnya, sampai hari ini Tangsel belum memiliki gedung kesenian, atau taman budaya, atau idealnya semacam pusat kesenian dengan gedung pertunjukan yang representatif. Dengan kekuranangan itu, kegiatan-kegiatan sastra di Tangsel akhirnya hanya digelar di kafe, restoran, taman, auditorium kampus, ruang kelas, dan ruang-ruang sederhana yang sangat kurang representatif untuk pergelaran sastra yang berkualitas. Sehingga, denyut sastra Tangsel kurang maksimal dan kurang berdampak signifikan bagi pertumbuhan sastra Indonesia.
Karena itu, selain membayangkan Tangsel benar-benar menjadi jantung sastra Indonesia, saya juga sering memimpikan kota ini memiliki semacam pusat atau kawasan kesenian dengan gedung pertunjukan dan ruang pameran seni rupa yang cukup representatif. Tentu tidak perlu semewah Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki (PKJ-TIM), tapi cukuplah sekelas gelanggang remaja di DKI Jakarta, seperti Gelanggang Remaja Bulungan, dengan satu gedung pertunjukan kesenian, satu ruang pameran senirupa, dan perpustakaan, dengan dilingkupi kawasan kuliner dan kerajinan khas Tangsel serta taman yang asri.
Penyangga Ibukota
Banyak sumber daya kesenian yang tinggal di Tangsel yang selama ini memiliki peran cukup penting dalam ikut menumbuhkan kesenian serta kesastraan Indonesia. Selain itu, Kota Tangsel juga memiliki posisi penting sebagai daerah penyangga ibu kota. Pengertian daerah penyangga tentu tak hanya dapat dipahami sebagai daerah hunian atau tempat tinggal bagi mereka yang bekerja atau berkarir di Jakarta, tapi juga daerah penyangga pertumbuhan kesenian dan lebih khusus pertumbuhan kesastraan.
Dengan adanya pusat kesenian itu, posisi Tangsel sebagai penyangga pertumbuhan seni dan sastra Indonesia akan menjadi lebih penting. Para seniman dan sastrawan Tangsel akan berkesempatan lebih besar untuk memberikan sumbangsih bagi perkembangan seni-budaya Indonesia, termasuk perkembangan sastra.
Dan, untuk itu mereka tidak mutlak harus ikut berebut tampil di Jakarta, karena dapat tampil di pusat kesenian sendiri dengan akses media publikasi yang memadai. Karena, akses media dan pengakuan publik tidak selalu bergantung pada tempat pergelaran kesenian, tapi kualitas kesenian yang disajikan.
Lebih dari itu, dengan adanya pusat kesenian kelak, dan dengan sumber daya sastra yang begitu memadai, kita berpeluang untuk membuat media massa dan pengamat sastra menengok ke Tangsel guna mencatat perkembangan yang ada. Dengan begitu, peran Tangsel, didukung oleh sinergi dan kinerja (kreativitas dan produktivitas) para sastrawannya, akan lebih mantap lagi dalam ikut menumbuhkan sastra Indonesia.
Dengan begitu pula, sastrawan (dan seniman) besar akan terus lahir dan tumbuh di Tangsel untuk ikut mendenyutkan kehidupan seni dan sastra di tanah air. Maka, akan makin mantaplah posisi Tangsel sebagai jantung kehidupan sastra Indonesia. Semoga mimpi indah ini kelak menjadi kenyataan! @ahmadun yosi herfanda
Foto-foto diambil dari:
1). http://akumassa.org/id/pentas-seni-1001-malam-di-negeri-zamrud-khatulistiwa/
2). http://indopolitika.com/airin-rachmi-diany-komitmen-terhadap-kemajuan-seni-dan-budaya-di-tangerang-selatan
3). https://www.indonesiakaya.com/liputan-budaya/detail/penghargaan-sastra-litera-tahun-2017
4). http://www.republika.co.id/berita/jurnalisme-warga/puisi-sastra/17/06/24/os1khy374-religiusitas-danarto-makin-dalam-dan-sufistik
5). https://www.kompasiana.com/gapey-sandy/ruang-terbuka-hijau-kota-tangsel-ruang-publik-untuk-semua
Makin lebih baik dan progress Tangsel ini begitu cepat berkat dukungan dari seniman dan sastrawan jg.
Semoga lekas dibangun gedung yg dijmpikan para seniman
Mohon doanya. Semoga. Tks
Smoga menjadi kota seniman,,, :)
Tks doanya, Bang Rezack. Aaamiin
Artikel yang mengulas dengan cermat akan pentingnya kesenian dan komunitas seni budaya di Tangsel. Semoga Walikota tangsel segera mewujudkan harapan para seniman. Kota kota penyangga memang harus kuat, termasuk dalam berkeseniannya....
Tks dukungannya, Iman
Semangat terus pak.
Semangaaat....
Woww.. mantaap nian. Tangsel makin hari makin keren dan terkenal..
Tks dukungannya, Bang Razack. Semoga....
saya kira postingan ini harus dibaca oleh Wali Kota Tangerang Selatan dan jajarannya. Juga oleh Gubernur Banten dan jajarannya agar mereka paham potensi seni dan budaya di Tangsel.
Semoga, Mustafa. Sudah saya share ke orang dekatnya.....