(Bagian Dua)
Karya jurnalistik sastrawi yang ideal adalah bercita rasa (mendapat sentuhan) sastra pada seluruh bagiannya, sejak awal sampai akhir (penutup). Tetapi, pada prakteknya tidak semua peristiwa dapat dikemas dengan sentuhan sastra. Penyebabnya, tidak semua wartawan mampu mengemas semua peristiwa yang diliputnya dengan gaya yang sastrawi.
Penyebab kedua, tidak semua peristiwa yang diliput wartawan mendapat kapling yang memadai untuk disajikan dengan gaya sastra yang membutuhkan ruang yang relatif lebih luas. Selain itu, khusus untuk surat kabar harian, pembaca umumnya juga lebih menyukai membaca berita yang padat informasi agar informasi-informasi terpenting yang dibutuhkan dapat lebih cepat diketahui.
Karena itu, jurnalisme sastrawi lebih berkembang di majalah-majalah mingguan, tengah bulanan, dan bulanan. Sedangkan pada surat kabar harian cenderung hanya muncul pada halaman atau kolom feature, halaman liputan khusus yang memberikan keleluasaanpada gaya penulisan, dan berita-berita yang merupakan “kisah sampingan” (side story) – yang menjadi pelengkap berita/laporan utama. Sehingga, meskipun tidak mewarnai semua berita yang disajikan, tulisan-tulisan bergaya sastra dapat saja muncul tiap hari di suatu surat kabar harian. Apalagi, selain berita, banyak pula kolumnis yang menulis esei dengan gaya sastra, bahkan sering meminjam gaya fiksi realistik, seperti Umar Kayam (almarhum), MAW Brower, Sinansari Ecip, Emha Ainun Nadjib, Mahbub Djunaedi, dan Mohamad Sobari.
Salah satu kekuatan jurnalisme sastrawai adalah cara membuka (teras/lead) yang memikat. Di tangan jurnalis yang kreatif dan pandai menyiasati fakta, semua model pembuka cerpen/novel dapat “dipinjam” untuk membuka berita. Misalnya saja membuka dengan kutipan puisi, seperti dilakukan oleh Niknik M. Kuntarto (2010) dalam novel Saatirah.
Dalam jurnalisme sastrawi memang juga dikenal gaya membuka yang puitis (poetic lead), meskipun model pembuka yang paling banyak dipakai adalah model pembuka yang menunda tema (delayed lead) seperti contoh-contoh kutipan di atas. Dan, poetic lead tentu tidak selalu berupa kutipan puisi, namun bisa saja berupa narasi atau deskripsi yang puitis dan imajinatif, seperti contoh di bawah ini:
Angin malam mati. Jalan merdeka barat senyap. Bulan yang tinggal sepotong dan sendiri mengambang di puncak monas. Hanya dua sosok tentara yang masih tampak berjaga, sambil terkantuk-kantuk di pos jaga Istana Negara.
Jam malam mulai diberlakukan di Jakarta, dan malam itu, 28 Maret 1998, jalan-jalan di sekeliling Taman Monas menjadi senyap begitu jarum jam menyentuh angka 12….
Dalam tulis-menulis berita banyak dikenal model teras berita. Douglas A. Anderson dan Bruce D. Itule (1994) pernah memberikan contoh-contoh cara membuka yang menarik, seperti delayed lead, analogic lead, narrative lead, descriptive lead, sampai direct address lead, yang sangat cocok untuk membuka berita bergaya jurnalisme sastra.
Delayed lead adalah pembuka yang menunda tema untuk memberi pesona lebih pada awal tulisan. Biasanya untuk menyembunyikan unsur When, agar berita tidak terkesan basi karena kejadiannya sudah berlalu agak lama, atau kejadiannya sebenarnya kurang begitu penting namun tetap perlu dibaca karena mengandung pesan tertentu misalnya agar pembaca berhati-hati.
Contoh delayed lead: “Seorang gadis berambut panjang melangkah tergesa menyongsong seorang lelaki yang turun dari baby benz hitam. Sang gadis lantas mengangkat tumitnya untuk dapat mengalungkan untaian bunga ke leher lelaki itu. Ia adalah wisman kesejuta yang disambut secara khusus oleh jajawan Kementerian Pariwisata di Bandara Adisucipto….”
Analogic lead adalah gaya pembuka feature yang menganalogikan sosok, perbuatan, atau peristiwa, di dalam feature dengan karakter, cerita, atau peristiwa lain yang sangat dikenal masyarakat. Misalnya, “Bagai Titanic, kapal itu benar-benar pecah setelah lambungnya membentur karang. Air pun secara cepat memasuki ruang-ruang penumpang yang mulai panik….”
Narratif lead adalah pembuka dengan gaya naratif (narasi), menjadi salah satu ragam delayed lead, seperti gaya pembuka cerpen. Berikut contoh yang lebih panjang:
“Gadis berambut panjang itu melangkah bersijingkat mendekati lelaki berjas hitam yang baru turun dari sedan mewah. Lelaki itu menebarkan senyum keramahan, dan sang gadis segera mendekat. Ia mengangkat tumitnya untuk mengalungkan bunga ke leher lelaki tersebut.
Lelaki itu adalah wisman kesejuta yang disambut secara istimewa di Taman Monas Jakarta, Rabu, pekan lalu. Para penari Betawi segera menyambutnya pula dengan menghidangkan tari topeng yang menarik….”
Descriptive lead adalah pembuka yang mendeskripsikan atau menggambarkan keadaan suatu tempat, benda, atau karakter wajah sosok dalam feature. Dalam hal ini, penulis dapat memakai model deduktif atau induktif, dengan sedikit sentuhan atau susulan adegan agar lebih hidup.
Contoh deskripsi deduktif: “Tebing itu benar-benar sulit didaki. Tingkat kecuramannya hampir 90 derajat, gundul dan licin, serta hampir tak ada tonjolan-tonjolan batu untuk pijakan para pemanjat. Antoni, sang ketua kelompok pemanjat tebing, berfikir keras untuk mencari cara menaklukkannya….”
Contoh deskripsi induktif: “Aswina cepat-cepat berkaca, hidungnya kembali utuh dan kulit pipi kirinya kembali mulus. Matanya juga kembali berbinar bening, tidak lagi merah buram. Wajahnya kembali cantik seperti semula. Ia bersyukur, operasi bertahap telah menyelamatkan wajahnya dari kerusakan akibat kecelakaan….”
Sedangkan direct address lead adalah gaya pembuka yang menyapa pembaca secara langsung dengan panggilan Anda. Misalnya, “Jika Anda kehausan ketika berada di kawasan taman Monas, jangan berharap akan gampang menemukan air minum kemasan yang dijajakan di dekat Anda. Sejak awal pekan ini kawasan taman yang berada di seberang Istana Negara itu telah bersih dari pengasong dan pedagang kaki lima….”
Bisa untuk Steemit
Selain untuk membuka feature, gaya-gaya pembuka di atas dapat dicoba untuk membuka cerpen dan esai, dan tentu penting dicoba untuk menulis di Steemit.com. Goenawan Mohamad, pada Catatan Pinggir di majalah Tempo berjudul “Mall”, misalnya, pernah memakai gaya pembuka direct address lead.
Penulis feature, cerpen, maupun esai, tentu dapat mencoba gaya-gaya pembuka lain yang lebih memikat. Bisa juga gaya-gaya pembuka yang mengandung suspense seperti dalam penulisan cerpen. Memang diperlukan kreativitas dan daya imajinasi yang tinggi untuk membuat pembuka feature yang keren dan memikat.
Menemukan pembuka (lead atau intro) yang pas adalah kunci untuk mengalirkan karangan, kata demi kata membentuk kalimat yang efektif, kalimat demi kalimat membentuk alinea yang memikat perasaan, alinea demi alinea membangun karangan yang utuh dan meninggalkan kesan yang kuat bagi pembaca.
Lead ibarat kran pembuka tabung air. Begitu kran dibuka air akan mengucur deras, tinggal kapan saatnya kita menutupnya sesuai kebutuhan. Tentu, agar air mengalir lancar, tabung itu harus berisi, bukan kosong. Dan isi itu adalah fakta-fakta – apapun – yang dicatat wartawan ketika bertemu nara sumber feature dan mengobservasi latar peristiwa.
Seorang wartawan yang cerdas dan kreatif, sambil menyiasati fakta secara jitu, tentu, dapat menciptakan sendiri model-model teras berita yang lebih keren dan menarik.
Bagi wartawan, memilih gaya jurnalisme sastrawi adalah pilihan yang berani dan kreatif, pilihan yang keren. Tapi, tentu jangan asal memberi sentuhan sastrawi pada tiap berita. Tentu tidak lucu kalau berita satu kolom, atau rilis pendek dari siaran pers, dikemas dengan gaya sastrawi. Wartawan harus pandai memilih berita mana yang pantas diberi sentuhan sastra, dan mana yang cukup dibiarkan tampil konvensional. @ dirasikan dari berbagai sumber.
(SELESAI)
Link bagian pertama:
https://steemit.com/indonesia/@ahmadunyh/ketika-jurnalisme-berwajah-sastra
Foto-foto diambil dari:
1). https://pixabay.com/en/adult-dark-fashion-girl-light-1868049/
2). https://pixabay.com/en/person-reading-magazine-young-home-2588081/
Sumber rujukan:
- Anderson, Douglas A., dan Bruce D. Itule, News Writing and Reporting for Today’s Media (McGraw-Hill, Inc., New York, 1994).
- Daud, Amir, “Teras yang Memikat”, bahan untuk In House Training, Harian Yogya Post, 1990.
- Hadimadja, Aoh K., Seni Mengarang, Pustaka Jaya, Jakarta, 1978.
- Herfanda, Ahmadun Yosi, “Feature, Sebuah Pendekatan”, makalah untuk Pelatihan Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 16 Juni 2005.
- Herfanda, Ahmadun Yosi, “Tipologi dan Proses Penulisan Berita”, makalah untuk Pelatihan Jurnalistik Majalah Karisma, Universitas Pramita Indonesia, Tangerang, 21 Januari 2006.
- Kuntarto, Niknik M., Saatirah (Grasindo, Jakarta, 2010).
- Putra, Masri Sarep R., Jurnalistik Sastrawi, Literary Jurnalism (UMN Press, Serpong, 2010)
- Siregar, Ashadi, “Antara Fakta dan Opini”, makalah diskusi terbatas di Harian Yogya Post, 1989.
- Situmorang, Saut, “Jurnalisme Sastra, Selayang Pandang”, makalah untuk diskusi Jurnalisme Sastra Aliansi Jurnalis Independen (AJI), di Surakarta, 17 Juli 2003.
- Weber, Ronald, ed., The Reporter as Artist (Hastings House, New York, 1974).
- William, Daniel R., Feature Writing for Newspaper (Hasting House Publishers, New York, 1980).
- Wolfe, Tom, The New Jurnalism (McGraw-Hill, Inc., New York, 1973).
Informasi dan penjabaran yang sangat berguna bagi kita semua.....
Ya iman
Insya Allah. Tks
Sangat berguna pak @ahmadunyh. Terima kasih untuk penjabarannya. Ini akan saya save untuk dibaca berulang.
Wow, keren banget tulisannya. Penjelasannya detail, terima kasih banyak, Om.
Pelajaran yang berguna, bang @ahmadunyh.
Ditunggu lanjutannya hingga tingkat advance 😊
Salam hangat
Insya Allah, nanti suatu waktu mau coba salah satu dari gaya pembuka diatas dalam tulisan saya di steemit.
Deskripsi Induktif, itu yang paling menarik, tapi sepertinya agak lebih tinggi tingkat kesulitan menulisnya ya, Pak.
Terima kasih ilmunya Pak @ahmadunyh
wah, andai berita tersuguh dengan bahasa sastrawi semua pasti asik yaaa
Ini tulisannya bagus banget, Pak. Bisa menjadi pelajaran untuk menulis. Saya bookmark deh. Makasih, Pak.
Ini postingan dengan contain kualitas tingkat dewa, Mas. Terimakasih untuk dapat previllege belajar gratis di blog ini untuk menjadi penulis yang baik kedepannya.