Sebuah keluarga kaya raya yang bergelimang harta menjadi harapan bagi setiap orang. Siapa yang tidak bahagia hidup terpenuhi segala impian. Dapat mengenyam pendidikan pada sekolah hingga perguruan tinggi ternama di negri ini bahkan bisa melanjutkan pendidikan di luar negri pada universitas bergengsi di dunia.
Hidup di dunia punya keluarga bahagia, rumah besar nan indah dibilangan elite, kendaraan mewah harga milyaran rupiah, investasi menyebar dalam berbagai jenis saham adalah sebuah kehidupan sempurna.
Terkisah sebuah keluarga kaya raya dengan sejumlah harta yang dapat dimanfaatkan oleh beberapa keturunan setelahnya. Seorang ayah yang taat, istri cantik terlihat masih awet muda dan anak-anak yang sudah dewasa.
Diam-diam sang nahkoda keluarga mendatangi seorang notaris, untuk membuat selembar surat wasiat yang akan dibacakan saat dia telah meninggal menghadap Zat Yang Kekal Allah SWT.
Seorang ayah tidak akan menginginkan anak-anak yang sudah dibesarkannya salah memilih jalan hidup setelah dia tiada di permukaan bumi. Maka dia buatlah sebuah wasiat yang tidak diketahui oleh anak-anak nya. Hanya saja dia berpesan pada istri dan anak-anaknya untuk mendatangi notaris fulanah binti fulah bila dia kelak meninggal.
Seiring usia yang sudah udzur sang ayah mengalami sakit yang akan menghantarkannya pada jalan pemutus segala nikmat dunia ini. Ketika istri dan anak-anaknya berkumpul di sampingnya yang terbaring tak berdaya dalam sebuah ruangan VVIP rumah sakit bertaraf internasional. Dia pandang satu persatu anggota keluarga yang sangat dia cintai. Sang istri yang cantik putra-putri yang hidup bahagia dengan harta yang telah dia kumpukan sejak lama. Dia berujar lirih pada anak-anaknya, ucapan itu menjadi wasiat terakhir untuk dilaksanakan anak-anaknya saat dia sudah meninggal.
Wahai anak-anakku! Aku sudah terbaring lemas dan tak lagi punya harapan untuk bertahan hidup lebih lama. Sang anak bungsu yang sangat mencintai ayahnya memeluk erat sambil terisak sendu memcium pipi ayahnya mendengar ungkapan ayahnya. Istrinya menampakkan ketegaran di hadapan anak-anaknya walau hatinya hancur bagaikan dihantam rudal balistik yang meluluh lantakkan negeri-negeri yang sedang dilanda peperangan. Putra sulungnya memalingkan wajahnya menyembunyikan kesedihan pada ayahnya dan begitu juga dengan anak-anak yang lainnya. Semua mengucurkan air matanya.
Sang ayah kembali melanjutkan perkataannya. "Bila ayah sudah kembali menghadap Allah SWT, ayah hanya meminta satu perrmintaan pada kalian. Ketika ayah sudah dimandikan dan akan dikafankan, tolong pakaikan kaus kaki ayah yang sudah robek/bolong itu yang sudah ayah kenakan sejak dulu ketika ayah merintis usaha ayah hingga ayah sukses untuk ayah bawa ke dalam kubur sebagai kenangan". Sontak istri dan anak-anaknya menangis tanpa lagi mampu membendung air mata.
Ajalpun tiba. Kini sang ayah telah kembali menghadap sang Pencipta. Ramai handai taulan datang turut berbela sungkawa. Prosesi Fardhu kifayah pun dilaksanakan oleh seorang ustadz ternama dalam lingkungan para pengusaha. Sang ustadz mulai mempersiapkan segala keperluan jenazah yang kini tak lagi bernama. Lantunan ayat-ayat suci dibacakan oleh anak dan beberapa keluarga.
Sang ustadz mulai menjalankan tugasnya dimandikannya jenazah kaku yang dipangku oleh anak dan istri terus menangis dikepalanya. Air yang sudah dicampurkan dengan bunga-bunga dan wewangian diwudhukan pada jenazah berlanjut dengan disiramkan secara perlahan dari anggota badan sebelah kanan terus sampai kaki kemudian sebelah kiri juga demikian hingga selesai.
Setelah usai jenazah dimandikan. Kini tiba pada saatnya sang ustadz memakaikan dua lembar kain kafan warna putih. Anak-anak yang sedari tadi enggan jauh dan setia berada disisi ayahnya menyampaikan sebuah wasiat. Ustadz! Wasiat ayah sebelum beliau dikuburkan atau dikafankan beliau minta untuk dipakaikan kaus kaki kenangan yang selalu beliau kenakan sejak mulai merintis usahanya.
Dalam Islam hanya dibenarkan dua lembar kain putih sebagai pakaian bagi setiap jenazah. Demikian ustadz menjelaskab secara singkat, anak-anaknya yang sudah menerima wasiat merasa keberatan dengen penjelasan ustadz dan dipanggil lah notaris yang pernah didatangi oleh ayahnya untuk mendapatkan jalan keluar dari masalah ini.
Datanglah notaris dengan sebuah map di tangannya. Anak-anaknya berharap dapat memakaikan kaus kaki bolong permintaan ayahnya. Sang notarispun membuka surat wasiatnya dan dibacakan apa yang ditulis oleh ayahnya dulu dihadapan notaris.
Mari kita baca sama-sama semoga ada petunjuk dari surat ini. Bunyit surat yang ditulis untuk anak-anaknya sebagai berikut: Wahai anak-anakku sekaran kalian sedang bingung karena tidak dibenarkan memakaikan kaus kaki bolong untuk ayah. Wahai anak-anakku inilah yang ingin ayah sampaikan pada kalian. Padahal harta ayah sangat berlimpah rumah-rumah besar nan indah, mobil-mobil mewah dengan harga milyaran rupiah, tanah, sawah dan sertifikat saham yang sangat banyak tidak lagi berarti bagi ayah. Bahkan kaus kaki bolongpun tidak dibenarkan untuk ayah bawa mati. Ayah ingin kalian menjadikan dunia sebagai ladang nenggapai ridha Allah karena seberapapun banyak harta yang kita kumpul akan tinggal di dunia ini.
Wahai anak-anakku hanya iman dan taqwalah yang menyertai kita setelah kita meninggal. Beriman dan bertaqwa lah kalian pada Allah karena pada akhirnya hanya iman dan taqwalah yang akan menjadi teman kita di alam kubur wahai anak-anakku yang aku sayangi.