Berawal dari cerita singkat perjalananku ke Kalimantan barat, tepatnya di Teluk Sekura, Sambas. Ya, mungkin sebenarnya desa Sekura kecamatan Teluk Keramat, tetapi aku lebih suka menyebutnya Teluk Sekura. Hmm.. Perjalanan yang cukup menarik untuk diceritakan.
Aku mulai cerita ini dari malam takbiran, malam itu cukup membuat hatiku tersayat, bagaimana tidak, suara takbiran di rantau adalah alarm rindu yang paling mematikan. Setelah azan Isya aku pun duduk di depan teras rumah Wan raja laot, temanku. Aku duduk bersama Syaikh abiet. Sembari duduk ditemani dua gelas kopi dan sebungkus rokok, lalu kami disuguhi beberapa makanan khas daerah sambas. Lalu takbiran pun terus bergema, sesaat, aku terfikir untuk menelfon orangtuaku. Lalu aku pun mengambil hp dan menelfon orangtuaku, sembari itu setelah bercerita panjang dengan banyak haru atas rindu karena tidak bisa berkumpul di malam raya.
Jarum jam sudah menepi di angka sembilan, aku pun mulai gelisah, sambil duduk ngopi bersama syaikh abiet kami bercerita ria. Kami lupa, sebentar lagi kami akan pergi ke pasar malam. Ketika sedang bercerita kisah lama di kampung, kami kedatangan tamu, tapi, kali ini benar-benar beda.
“Assalamualaikum? Ade puput ke? “ kata seorang gadis yang entah siapa namanya.
Haa lalu kami merasa salah tingkah,” emm.. emm.. ada kak.. Waalaikumsalam” jawab kami sambil aku menyapu rambut dan mencoba memasang muka tampan hehe. Gadis itu pun hanya terseyum. Lalu aku pun sibuk memukul mukul tangan dan mengelus dada sambil mengucapkan “Subhanallah, nikmat Tuhan mana lagi yang engkau dustakan”. Sontak kami pun lupa, apa yang sedang kami obrolkan tadi. “Oh Tuhan, aku seperti melihat bidadari”, besit kecil dalam hatiku.
Berselang 15 menit gadis itupun keluar dengan senyum malunya, membawa pulang sebilah gagang pancing yang aku pakai pagi tadi untuk memancing. Aku menatap syaikh Abiet sambil berkata dalam bahasa Aceh “Hai rupajih si wan bunoe bak jih icok gee kawe, nak meudeh bek engkot takawe, lam pah ceweknyan “ (Hei rupanya si wan ngambil gagang pancing sama dia ya? Harusnya kita gak usah mancing ikan, dia aja yg kita pancing ) . Lalu kamipun tertawa lepas “hahahaha” . Ternyata dia temannya adik temanku, kamipun tertegun, kaku.
“Ternyata tidak pernah salah kita disini!” seru syeikh Abiet, sambil menatapku dengan dalam. Lalu aku menjawab “ Apa? Kau jatuh cinta? “, kataku sambil memandang syeikh Abiet, lalu dia hanya membalas dengan senyum kecil sambil berkata “Allah sudah menyapkan bidadari untukku “. Kemudian aku menjawab lagi “Tidak syeikh, jangan main-main, aku lebih dulu!”. Lalu dia pun pergi meninggalkan kami dengan senyum manisnya. Seusai dia pergi kami pun tertawa lepas, “Hahahah” kemudia bertanya-tanya, “siapa namanya kira-kira?”, tanyaku pada syeikh, jawab syeikh, “mungkin Siti?”. Lalu aku menjawab sambil tertawa “sepertinya aisyah “ sambil menjawab dengan sambungan nada tik-tok yang sedang hits itu.
10 menit kemudian, kami pun pergi ke pasar malam, banyak sekali wanita cantik disana fikirku, namun tetap saja wanita tadi yang belum aku ketahui namanya itu masih terngiang di fikiranku. Oh tidak, kacau ini, besitku dalam hati. Lalu singkat cerita kamipun pulang dari sana, sesampai di rumah, setelah menghabiskan dua batang rokok sambil duduk di teras bersama syeikh Abiet dan bang Wan aku melontarkan sebuah pertanyaan “Bang, siapakah sosok wanita itu barusan?” tanyaku pada bang Wan, Lalu beliau menjawab “Desi namanya kenapa? “, sambil menggaruk kepala aku menjawab “ gak papa bang, cantek kali rupanya, srek pula aku kayaknya, hahaha “ lalu bang Wan dan syaikh Abiet ikut tertawa. Lalu sambil bercerita tentang permasalahan mahasiswa, akupun mulai merasa ngantuk “Hoammmm.. , bang ngantuk pulak aku ini, tidur dulu aku bang ya? “ . Syaikh Abiet dan bang Wan menjawab, oke bos. Kemudian aku bergegas mencuci muka lalu tidur.
Keesokan harinya, tepatnya hari raya pertama, setelah shalat eid, dan kami semua bermaaf-maafan dan bersalaman dengan kedua orangtua bang Wan serta keluarga intinya, lalu sekiranya sejam kemudian, keluarga pun pergi mengunjungi rumah kerabat terdekat. Tinggallah aku, Syeikh Abiet dan bang Wan di rumah. Hmm.. begini ya, nasib tidak pulang kampung kataku, sambil bercerita dengan Syeikh Abiet, tiba-tiba, “Dek, wanita semalam mau datang bertamu kesini”,kata bang Wan, bergegaslah aku berlari ke kamar sibuk merapikan diri, lalu aku bingung harus mulai darimana. “Sisir mana? Vitamin rambut mana? “ kata ku kepada Syeikh Abiet, dia tidak menggubris karena sibuk merapikan diri.
“Asyraf, temenin tamu tuh di depan, kata bang Wan. Aku pun lalu keluar dari kamar menyambut tamu lalu bersalaman, dug dug dug, sebatang lagi darahku ketika mencoba bersalaman dengan wanita itu. Dia masih sama dengan senyum manisnya, aku pun terus duduk sembari mencoba membuka obrolan dengan berkenalan dan mengeluarkan jurus pikat wanita yang diajarkan guruku, ternyata tidak bisa, dia benar-benar melemahkanku.
Sekitar setengah jam lebih aku berbicara dengan wanita-wanita anggun itu, tetapi fokusku tetap pada dia, Desi. Kami pun berbincang lama.
(Bersambung....)
Ditunggu part II
Penulis : Apeng (Muhammad Asraf)
20 Juni 2018
Ngeri bener. Tanah mata cipit aduhai
Tak bawakan satu, kek na.
keren keren
Terimakasih
Congratulations! This post has been upvoted from the communal account, @minnowsupport, by arief722 from the Minnow Support Project. It's a witness project run by aggroed, ausbitbank, teamsteem, theprophet0, someguy123, neoxian, followbtcnews, and netuoso. The goal is to help Steemit grow by supporting Minnows. Please find us at the Peace, Abundance, and Liberty Network (PALnet) Discord Channel. It's a completely public and open space to all members of the Steemit community who voluntarily choose to be there.
If you would like to delegate to the Minnow Support Project you can do so by clicking on the following links: 50SP, 100SP, 250SP, 500SP, 1000SP, 5000SP.
Be sure to leave at least 50SP undelegated on your account.