SELALU MENGHUJAT
Dear stemians, apakah anda pernah mengalami sa'at - sa'at mati lampu? Saya pikir tiap kita pasti pernah mengalami dan merasakan suka dukanya meraba - raba dalam gelap, seperti yang sering kami alami di kampung kami pada satu waktu. Kita memang selalu cenderung tidak mau tau setiap kali mati lampu. yang kita mau tau adalah menghujat. tak ada yg salah memang, toh itu ungkapan rasa kesal kita akan satu bentuk pelayanan buruk, yang selalu dan selalu kita terima, tapi jika mau berbesar hati, kita manusia adalah satu makhluk yang berperan besar akan hajatan mati lampu yang rasanya tidak akan pernah selesai. Kita lah penyumbang terbesar kematian itu. Saya sering melihat orang yang menancapkan chargernya di stop kontak, padahal HP/laptop sudah tidak di charger. kadang termasuk saya.
atau orang - orang yang lalai pada lampu yang menyala, atau alat elektronik lainnya, padahal sedang tidak di butuhkan. Terakhir, jika kita mau menghujat, maka tidak salah jika terlebih dahulu bertanya pada diri sendiri, sudahkah menjadi pelanggan yang bijak?
karena setiap satu tindakan kecil dalam menghemat energi, sebenarnya kita telah bersedekah pada orang - orang yang sampai detik ini belum menikmati indahnya lampu neon.
Begitulah. Jadi mari berbuat sekecil apapun kebaikan itu. selagi masih gratis. Jangan sampai kita larut dalam segala kehendak dan hawa nafsu, kalau itu yang selalu dan selalu kita lakukan dalam hidup, maka disaat itulah kehancuran mulai hadir dan mendekati kita. Dan tak banyak yang bisa kita lakukan, kecuali pasrah dan menyerah kalah dihantam dan ditindas oleh keganasan waktu yang terus melaju. Ingatlah, kita bisa memperbaiki kesalahan kita dan melanjutkan alur cerita kedepannya sampai saat usia berakhir, yang sudah ditetapkan- Nya.
Seperti sebuah cerita suka dukanya pada satu waktu kala perusahaan listrik negara kekurangan arus. Mau tau cerita suka dukanya seperti apa, ikuti story saya berikut ini.
SEPERTI DI MASA LAMPAU
Mungkin atas dasar pengalaman, pemilik warung kopi di kampung kami memilih untuk tidak mematikan "panyot seurungkeng" nya. ( lampu tempel ) Semalam, lampu kembali menyala setelah sangat lama padam. Sempat hidup beberapa detik, lalu kembali mati.
Malam ini, listrik mulai mati saat memasuki shalat magrib. Asumsinya, nasib malam ini tak jauh berbeda dengan malam kemarin. Sehingga pemilik warung kopi mengambil panyoet seurungkeng ( lampu tempel ) untuk mengisi ruang gelap dengan segumpal cahaya. Apa dinyana, baru 2 menit panyoet dinyalakan, lampu pun kembali hidup. Keputusan pemilik warung untuk tidak mematikan panyot seurungkeng ( lampu tempel ) yang berarti mematikan lampu PLN, mendapat persetujuan dari semua penikmat kopi pada malam itu. Kami secara tidak terencana sepakat untuk kembali ke masa lampau: menikmati malam hanya dengan segumpal cahaya dari panyoet seurungkeng ( lampu tempel ) Yang berarti juga tanpa ada siaran televisi dan tanpa ada cahaya gadget. Kami memilih untuk berpolitik, cangpanah ( ngobrol ngarol ngidul ) atas peristiwa hari ini, tertawa, dan yang pasti setiap kami berkesempatan berbicara, dan mendengar, dalam kegiatan diskusi. Bukan seperti malam biasanya yang sibuk dengan layar masing-masing. Tiba - tiba ada seseorang yang ingin pulang dan hendak membayar apa yang sudah ia pesan. Betapa terkejutnya ia saat pemilik warung mengatakan bahwa semua yang sudah ia pesan seharga 700 rupiah. Tanpa membiarkan kami berlama - lama bengong, pemilik warung merinci bahwa harga segelas kopi 200, dua batang rokok 300, dua buah kerupuk 100, dan 2 batang lilin 100. Katanya, "bukankah kita sedang berada dimasa lampau?" Mendengar itu, belasan orang yang ada di warung kopi pun bergegas untuk membayar. Tak hilang akal, pemilik warung menuju tempat saklar, lalu berbunyi: cekrek! Lampu pun menyala, dan serentak berceloteh, yah eggak jadi bayar kopi murah nih, si pemilik warung pun tertawa lepas sambil berkata, sekarang kita sudah kembali lagi ke masa sekarang, jadi semua harga barang juga menurut harga sekarang hahaha
Terimakasih sahabat stemians, semoga story ini menjadi sebuah inspirasi buat kita semua, terlebih dalam hal bagaimana menyikapi satu persoalan sederhana dan sepele secara bijaksana, dan bagaimana menempatkan naluri kita untuk lebih bisa menghargai, tidak gampang menjatuhkan vonis, apalagi dengan segala sumpah serapah, ingatlah sekecil apapun kebaikan yang kita lakukan akan lebih berharga dibanding berbuat banyak tapi tak bernilai kebajikan. Sampai jumpa di postingan berikutnya
![image]()
heehhe menarik jg each...
Hehee, biasa aja @cut-mi makasih ya udah ngunjungin