Belakangan ini, bulan tak pernah muncul. Mungkin sedang cuti panjang setelah sekian lama bertugas menerangi malam dalam bentuknya yang beragam. Terkadang sabit melengkung, atau bulat penuh bergantung. Tapi malam-malam belakangan ini, bulan sama sekali tak pernah hadir. Langit gelap, diselimuti awan bergumpal-gumpal. Yang terkadang menyiram bumi dengan rintik hujan sepanjang malam. Juga siang. Atau sore. Atau bahkan sepanjang hari seperti saat kau terjebak dalam semangkuk penuh mie bakso di atas meja. Sementara aku sibuk memperhatikan caramu menyeruput kuahnya yang panas. Menikmati pemandangan bibirmu yang kau buat sedemikian rupa sehingga menyerupai bentuknya saat kau sedang cemberut.
Bagiku, kau begitu berbeda. Pernah sekali kau berkata bahwa aku tak perlu susah payah menabung untuk membelikanmu hadiah demi membuatmu bahagia. Cukup dengan belajar merapalkan mantra pemanggil bulan agar kau bisa menikmatinya kapanpun kau mau tanpa perlu menunggu malam tiba. Mengundang bulan hadir dimanapun kau suka. Saat itu aku hanya bisa berjanji, demi membahagiakanmu; suatu saat aku akan bertualang untuk mencari dukun paling sakti di seluruh penjuru negeri yang bisa mengajarkan kepadaku mantra tersebut. Dan ketika tiba saat aku pulang, kau pasti akan kecewa karena mendapati aku yang hanya menjadi pawang hujan, dengan rapalan jampi-jampi pengusir awan.
"Hahaha... Kalo cuma jadi pawang hujan, jangan pergi. Temani saja aku setiap malam melihat bulan"
Tapi malam ini bulan belum juga muncul. Mungkin bersembunyi entah di gumpalan awan yang mana, atau benar-benar sedang cuti liburan bersama para gemintang ke sebuah galaksi antah berantah. Yang jelas langit begitu pekat malam ini. Tapi bukan bulan yang sedang kurindukan, melainkan kau yang kini lenyap bersama bulan, di akhir November yang hujan.
Postingan yang sangat menarik kawan @artjeh, salam kenal dari @teukukhaidir
Terima kasih ampon... Salam kenal kembali