Ada apa dengan uang 100 rupiah?

in #indonesia7 years ago (edited)

image

Setiap kali saya melihat pedagang keliling yang berjualan makanan, saya jadi teringat pada pengalaman saya saat aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dulu.

image

Ceritanya, di semester tiga saya mendaftar untuk menjadi anggota sebuah UKM yang ada di mesjid Kampus, yang saat ini sudah berubah namanya dari IAIN menjadi UIN Ar-Raniry. Setelah melalui serangkaian tes dan wawancara, akhirnya saya diterima menjadi pembinanya. Sebagai Pembina, kami diharuskan untuk mengikuti training selama satu bulan. Training itu diadakan setiap hari minggu meliputi materi keislaman, diskusi, dan sebagainya.

Suatu hari, Pembina senior menyuruh kami berjualan. Untuk yang akhwat, berjualan kue dan ikhwan berjualan Koran. Sebelumnya, akhwat diminta untuk membentuk kelompok yang terdiri dari 3 orang. Sedangkan ikhwan bekerja sendiri-sendiri. Kami pun lalu diminta mengumpulkan uang sejumlah 5000 rupiah per kelompok sebagai modal untuk membeli kue-kue. Begitu juga dengan Ikhwan. Mereka harus mengeluarkan 5000 rupiah untuk membeli Koran pada agen terdekat. Senior menyerahkan sepenuhnya pada kami berapa dan dimana kue-kue serta Koran harus dijual. Pokoknya, kami harus putar otaklah, bagaimana caranya agar Koran dapat laku semua dan mendapatkan keuntungan.

image

Akhirnya, pagi itu saya bersama teman-teman satu kelompok pergi berjualan layaknya loper Koran, kami memilih seputaran lapangan Tugu sebagai area kami menjual koran, lapangan ini sangat terkenal dengan tugu Darussalam-nya. Harapannya disana banyak orang yang datang untuk jala-jalan dan berolah raga. Ternyata, berjualan tidak semudah yang saya bayangkan.

Awalnya, saya malah merasa risih karena tidak terbiasa menawarkan dagangan begitu. Tapi, karena saya tidak menginginkan dagangan tidak laku, akhirnya saya mencoba bersikap cuek menawarkan Koran pada setiap orang-orang yang sedang lari pagi. Betapa senangnya saya dan teman-teman jika ada yang mau membeli dagangan kami. Walaupun, yang mau membelinya cuma satu sampai tiga orang saja. Tak jarang, orang-orang yang tawari hanya cuek saja atau hanya bertanya macan-macam tanpa niat untuk membelinya.

Sampai jam yang telah ditentukan, dagangan kami belum laku sepenuhnya. Sambil berjalan kaki menuju ke Mesjid kampus tempat kami berkumpul, kami terus menawarkan Koran-koran dan yang lain juga terlihat sibuk menawarkan kue-kue dagangan mereka. Tapi tidak satupun lagi yang terlihat mau membelinya.

Pembina senior lalu menyuruh kami semua menghitung keuntungan. Ada yang berhasil menjual habis dagangannya, baik kue maupun Koran, bahkan mendapatkan keuntungan lumayan dari hasil penjualan mereka. Ada pula hanya kembali modal saja. Tentu saja ada yang rugi, termasuk kami. Akhirnya, Pembina senior menyuruh kami memakan sisa kue-kue dagangan untuk kami.

image

Sejak saat itu, saya dan teman-teman seperjuangan jadi lebih menghargai pedagang. Saya sangat mengerti bagaimana sulitnya mengumpulkan uang rupiah demi rupiah hidup. Pastinya pada waktu itu saya tidak terlalu khawatir dengan barang dagangan yang tidak laku, karena itu bukan berjualan yang sesungguhnya, karena itu hanya training saja bagaimana cara mendapatkan uang. Tapi bagaimana dengan mereka, dagangan yang tidak laku mungkin berarti mereka tidak makan untuk hari itu.

image

Sort:  

mantap pak @atafauzan79
memang profesi sebagai pedagang tidak bisa dianggap mudah, saya sendiri yg sudah lama berkecimpung dalam dunia jual beli sesekali merasa agak pusing dan juga kewalahan, tidak seperti kelihatannya bagi org lain yg menilai pekerjaan ini mudah.. 👍

iya @iamrifk, sangat dimaklumi sekali, semoga tetap sabar

Tulisan yang sangat menarik tentang Ada apa dibalik uang 100 rupiah?

Itu semua perjuangan bg, meupingkom, meusempom, patah patee, ujen rah, mata Uroe teet, kita tak pernah menyerah itulah hakikat perjuang, sukses terus bg aminnn.@edopramuja

sama-sama terima kasih

Setiap usaha butuh perjuangan yang kuat. Tidak berputus asa dan selalu menghibur diri dengan kalimat" setiap kebaikan, pasti akan berbalas dengan kebaikan", tentunya disertai dengan niat yang baik. Meskipun perjuangan tersebut lama baru mendapat hasil namun disinilah nilai istiqamah dan konsisten kita di uji. Apakah kita type yang mudah berpindah hati atau bukan. Namun meskipun demikian tetaplah dengan logika, andai sudah berjuang dengan perjuangan yang berdarah2 dan sekarat namun belum ada perubahan, mungkin hijrah akan lebih baik. Hijrah untuk memperbaiki keadaan. Postingan menarik . Selamat berkarya dan berjuang sahabatku @atafauzan79

betul sekali buk @nyakti. sukses terus

Sangat menginspirasi, keadaan yang sedang melanda akankah dengan recehan kita bisa bertahan, tetap berusaha dan berjuang demi memperbaiki hidup berakit-rakit dahulu bersenang-senang kemudian. Terima kasih sahabat @atafauzan. sekali-kali vote saya lah pak.

haha..mantap

Emang pak @atafauzan79.banyak ide dan kreatif