Sebuah video viral di sosial media tentang seorang muallaf menghibahkan hartanya melalui makanan bagi dhuafa. Awalnya, beliau mulai di bulan puasa 7 tahun tahun silam, membuka warung pojok dengan menu nasi kuning, harganya tidak masuk akal. Nasi kuning lezat dengan menu memikat, bersih dan halal, makan sekenyangnya cuma bayar Rp. 3000.-. Kalau tidak punya uang, boleh gratis, kalau dhuafa bawa anak, bayar Rp. 3000 lalu sekeluarga makan sekenyangnya. Usaha ini berkembang pesat, beliau tidak lagi buka Ramadhan dengan target 1000 nasi kotak per hari, tapi buka setiap hari. Sang muallaf mulia ini mengaku, usianya yang mulai udzur harusnya rasa berbagi lebih besar, membantu dhuafa, fakir dan anak yatim, sehingga usaha ini tidak hanya berekspansi lokasi tapi juga berekspansi waktu, tidak hanya bulan Ramadhan.
Tak ada hitungan Matematika secara angka yang mampu menguraikan keuntungan usaha ini. Tentu saja secara hitungan ekonomi rugi, rata-rata nasi kuning dengan lauk rendang atau semur ayam per bungkusnya adalah Rp. 15000 s.d Rp. 20000, bahkan bisa di atas Rp. 50000 jika belinya di Bandara warung mewah. Namun Matematika Allah hitungannya berbeda, sosok Muallaf ini tidak melarang orang kaya singgah di warung pojoknya, karena Allah yang menggerakkan hati orang-orang kaya untuk singgah ke warungnya bukan sekedar makan, namun ikut berpartisipasi membayar lebih. Ada yang bayar Rp.50000 bahkan satu kotak dibayar jutaan oleh pengunjung yang kaya dan dermawan. Pastinya kita Ingin rasanya berkunjung ke warung Jakarta ini untuk merasakan langsung suasana dan memberi partisipasi atas usaha mulia ini.
Di satu sisi, saya awalnya berpikir buat apa harus mengutip Rp. 3000 utk membeli nasi di sini, kalau mau sumbang ya sumbang aja, seperti banyaknya organisasi bagi-bagi takjil di pinggir jalan. Saya coba paham, sebenarnya sang Muallaf tak perlu 3000 itu, sama sekali bukan target finansial profit yang disasarnya, tapi 3000 adalah bentuk partisipasi sekaligus membangun empati kepada dhuafa secara gotong royong, cerdas sekali. Kata gue "China Banget" memancing uang dengan uang, tapi muallaf satu ini, memancing uang berharap kasih sayang Allah melalui keikhlasan bersama secara partipatoris orang-orang kaya.
Tentu saja pekerjaan sang Muallaf ini membuat kita takjub, karena dalam Islam, muallaf itu termasuk salah satu bagian untuk menerima zakat sebagai pondasi kehidupan barunya. Kalau tidak dikasih berhak untuk menuntut untuk menerima. Namun muallaf yang satu ini beda, berkontribusi melalui cara yang cerdas sebagai bentuk pemeliharaan atas harta-hartanya di jalan Allah.
Harta kita bukan sesuatu kekayaan dalam bentuk deposito, namun sebaik-baiknya pengelolaan di jalan Allah. Tidak perlu menunggu Muallaf membuka cabang di kota kita bukan?hehehe. Tidak perlu menunggu zakat fitrah tersalurkan bagi dhuafa juga bukan ? Karena fakir miskin butuh kita segera, ada di sekeliling kita, tangan mereka sedang menjulur dengan muka menghiba memberikan jalan Ridha Allah buat sebagian kita yang keluangan harta benda.
Muallaf ini memberikan contoh fiqh sosial yang menawan bagi kita, mudah-mudahan menjadi pelajaran baik dalam berkontribusi amalan di bulan yang penuh kemulyaan ini. Wallahua'lam
Saya salut kepada anda kawan,sungguh artikel yang luar biasa,sebuah program sosial yang saling berbagi untuk kaum dhuafa/yang kurang mampu,,sukses selalu kawan dengan karya-karya yang hebat,,@atafauzan79
Terima kasih atas kunjungannya
terimakasih kembali kawan,@atafauzan79
Postingan yang sangat menarik dan bermanfaat bagi orang banyak terutama bagi saya sendiri bg
Terima kasih telah berkunjung, semoga tulisan ini dapat menginspirasi kita semua
Amin
Menyadari perbuatan mulia yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya. Dia merasa bahagia apa yang ia lakukan sekarang, Patut dicontoh.
Secara pribadi sangat salut dengan pekerjaan mulia ini,itulah inspirasi malam ini yang dapat saya tuliskan