Sesuia dengan judul review kali ini. Bab yang kedua dari Fondasi Peradaban Acehnologi ini ialah mengenai Jejak Spirit Aceh. Terlintas bahwa dalam bab ini akan disuguhkan jejak terdahulu mengenai sprit dalam masyarakat Aceh. Kendati demikian itu merupakan kesan ketika membaca judul dari bab ini. Mungkin sedikit review dari bab yang menjadi lanjutan review bab sebelumnya.
Dibuka dengan menegaskan bahwa Sprit Aceh belum bisa difungsikan untuk menghasilakn sistem berfikir pada keseharian kehidupan dari masyarakat Aceh. Hal ini disebabkan karena belum mampu menerjemahkan spirit ke dalam realitas kehidupan pada keseharian masyarakat Aceh. Dan disini penulis menerangkan bahwa spirit disini seolah-olah telah tenggelam di telan masa.
Disini ketika kita membaca maka akan mendapati beberapa contoh rakti yang dilakukan oleh masyarakat Aceh. Dimana pada setiap praltik terdapat kekuatan spirit. Dengan keadaaan yang terjadi saat ini atau era kekinian maka penulis sendiri menegaskan bahwa penyampaian spirit Aceh tidaklah mudah. Keadaan dimana masyarakat yang dulunya ingin menggapai beurekat sedangkan model yang diterapkan sekrang jauhlah berbeda atau dengan kata lain materialistis.
Fokus bab ini tersendiri terlrtak pada pengupasan Spirit ke-Aceh-an. Sehingga disini akan sangat berkaitan dengan sejarah Aceh. Maka dari ini ada tiga aspek besar yang diperhatikan yaitu bahasa, sejarah, dan tradisi Aceh. Pada bagian ini penulis menyuguhkan tentang jejak pejuang Aceh dan budaya Aceh yang kemudian mampu menjadi spirit Aceh.
Semakin kesini pembahasan yang diberikan rasanya menguak kembali jejak masa lalu. Pembaca akan di ajak menyelami kembali serpihan sejarah Aceh dengan kelompok yang mewarnainya. Mulai dari kesultanan, atau peran ulama dan juga perbandingan dengan yang terjadi saat ini. Belum lagi perjalan sejarah dari keadaan Aceh yang begitu gemilang di masanya ke masa saat bergabung dengan NKRI. Ketika masa ini maka pola kehidupan sosial dan kebudayaan Aceh mengalami perubahan total. Banyak hal yang bisa dicerna disini, akan tetapi saya merasakan kekhwatiran yang begitu mendalam dari tulisan sang penulis terhadap keadaan Aceh pada era kekinian. Selain itu bungkusan bab ini terasa sudah dipadatkan, menurut pembaca yang menikmati rasanya banyak hal yang masih ingin diutarakan oleh penulis.