Media Festival in Solo, Central Java, in late 2017, reminded of the importance of understanding the value of education in every post whether it be articles, photos, videos, or a combination of all three. A vlogger also has moral responsibility and social responsibility with its post. Not just pursuing a viewer or rating, do not give priority to income by damaging the morale of children with uneducated posts.
Media Festival is followed by bloggers, vloggers, activists in social media, journalists from various city in Indonesia. Steemians members of the Steemit Indonesia Community (KSI) are also present even though they are not an institution, but are present in person and at their own expense. They are @ayijufridar, @zainalbakri, @emnajourney, and @agustiarismail. The last Steemians is the chairman of the Alliance of Independent Journalists (AJI) of Lhokseumawe City who attended the Media Festival as well as to participate in the AJI Congress of Indonesia.
Several sessions from the Media Festival took place simultaneously so it had to miss some interesting parts. As Steemians, we chose a discussion about vlog because it presents a Youtuber from Surabaya, East Java, known as Budiono Sukses. "My name is Budiono, Success is a prayer and hope for me," Budiono said.
The fat man chose the profession as a vlogger because it affected with his friends. At first, he chose whatever theme he could get in the field, without careful planning. Over the course of time, he is now only focusing on culinary postings, either in East Java or in any area he sled.
Vlogger Category
in discussion with the visitor, one of the @emnajourney's questions is; whether we give priority to the market taste in making a post, or prioritizing the value of education but minimal viewer. He pointed out, posting with the same video but with a different title, it sucked a much different audience.
A video he titled "Here's How to Assimilate Superior Seedlings". This video tells about the process of assimilating superior cow seeds. A post again with the same content he gave the title: "His thing swollen because of lust". The second title gets a lot of viewers though the content is the same.
"This proves that our society is sick. Do we use sick people to seek benefits or provide educational value," explains @emnajourney.
Budiono Sukses explained, many types of vloggers in Indonesia. Some are just making money regardless of copyright, educational value, pornographic content, racist, and etc. But there are also vloggers who prefer education though a little viewer. "I think, quality content is still sought and needed by people," Budiono said more.
Educate content into medicine
If there really is a sick community group in cyberspace, then there should be a post that becomes medicine for the community. As Budiono said, quality content is still sought after. Maybe in the early stages, the reader or the audience is a bit because it does not provoke people with titles containing "eye cacthing" high but the contents are empty. However, by posting educational and quality content, we as bloggers, as vloggers, and as Steemians, have given consumers the choice. A smart choice that seeks to maintain common sense, both educating for themselves and consumers.
Being content creator is not just making money. That is the lowest motivation of a creator. Each work should be accountable to self, others, to nature, also to God. Posting quality content is a testament to the existence of self, the quality of the mind, and the feelings. We provide medicine for ill content, instead of giving disease to healthy people with garbage content.[]
Media Festival in Solo, Central Java, which discusses the importance of quality and educational content. The creators of content are expected to not only prioritize the money only in the post.
Nilai Edukasi Dalam Postingan: Vlogger, Blogger, Steemians
Festival Media di Solo, Jawa Tengah, akhir 2017 lalu, mengingatkan akan pentingnya memahami nilai pendidikan dalam setiap postingan baik itu berupa artikel, foto, video, atau gabungan ketiganya. Seorang vlogger juga memiliki tanggung jawab moral dan tanggung jawab sosial dengan postingannya. Bukan sekadar mengejar viewer atau rating, tidak mengutamakan penghasilan dengan merusak moral anak-anak dengan postingan yang tidak berpendidikan.
Festival Media tersebut diikuti oleh blogger, vlogger, para aktivis di sosial media, para jurnalis dari berbagai daerah di Indonesia. Steemians anggota Komunitas Steemit Indonesia (KSI) juga hadir meski tidak mewaliki lembaga, melainkan hadir atas nama pribadi dan dengan biaya sendiri. Mereka adalah @ayijufridar, @zainalbakri, @emnajourney, dan @agustiarismail. Steemians terakhir adalah ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Lhokseumawe yang mengikuti Festival Media sekaligus untuk mengikuti Kongres AJI Indonesia.
Beberapa sesi dari Festival Media tersebut berlansung bersamaan sehingga harus melewatkan beberapa bagian yang menarik. Sebagai Steemians, kami memilih pembahasan mengenai vlog karena menghadirkan seorang Youtuber asal Surabaya, Jawa Timur, yang dikenal dengan nama Budiono Sukses. “Nama saya Budiono, Sukses itu menjadi doa dan harapan bagi saya,” ungkap Budiono.
Lelaki tambun itu memilih profesi sebagai vlogger karena terpengaruh dengan kawan-kawannya. Pada awalnya, ia memilih tema apa pun yang bisa ia dapatkan di lapangan, tanpa perencanaan matang. Seiring perjalanan waktu, ia kini hanya fokus kepada postingan kuliner saja, baik yang ada di Jawa Timur atau di daerah mana pun yang ia singgahi.
Kategori Vlogger
dalam diskusi dengan pengunjung, salah satu yang menjadi pertanyaan @emnajourney adalah; apakah kita mengutamakan selera pasar dalam membuat postingan, atau mengutamakan nilai pendidikan tetapi minim viewer. Ia menyontohkan, postingannya dengan video sama tetapi dengan judul berbeda, ternyata menyedot penonton yang jauh berbeda.
Sebuah video ia beri judul “Begini Cara Asimilasi Bibit Unggul”. Video ini bercerita tentang proses asimilasi sapi bibit unggul. Sebuah postingan lagi dengan konten sama ia beri judul: “Anunya Bengkak Ketika Berahi.” Judul yang kedua mendapat viewer yang banyak meski isinya sama.
“Ini membuktikan ada masyarakat kita yang sakit. Apakah kita memanfaatkan kelompok masyarakat yang sakit untuk mencari keuntungan atau memberikan nilai pendidikan,” jelas @emnajourney.
Budiono Sukses memaparkan, banyak jenis vlogger yang ada di Indonesia. Ada yang sekadar mencari uang tanpa menghiraukan hak cipta, nilai pendidikan, konten yang mengandung pornografi, rasis, dan semacamnya. Tetapi ada juga vlogger yang lebih mengutamakan pendidikan meski viewer sedikit. “Saya beranggapan, konten yang berkualitas tetap dicari dan dibutuhkan orang,” ujar Budiono.
Konten mendidik menjadi obat
Kalau benar ada kelompok masyarakat yang sakit di dunia maya, maka harus ada postingan yang menjadi obat bagi masyarakat. Seperti disampaikan Budiono, konten berkualitas tetap dicari orang. Mungkin pada tahap awal, pembaca atau penontonnya sedikit karena tidak memancing orang dengan judul yang mengandung “eye cacthing” tinggi tetapi isinya kosong. Namun, dengan memposting konten yang mendidik dan berkualitas, kita sebagai blogger, sebagai vlogger, dan sebagai Steemians, telah memberikan pilihan kepada konsumen. Pilihan cerdas yang berupaya menjaga akal sehat, baik mendidik bagi diri sendiri maupun konsumen.
Menjadi content creator tidak sekadar mencari uang. Itu adalah serendah-rendahnya motivasi seorang kreator. Setiap karya hendaknya bisa dipertanggungjawabkan kepada diri sendiri, orang lain, bagi alam, juga bagi Tuhan. Memposting konten yang berkualitas merupakan bukti eksistensi diri, kualitas pikiran, dan perasaan. Kita menyediakan obat bagi konten yang sakit, bukan malah memberikan penyakit bagi orang yang sehat dengan konten sampah.[]
Budiono Sukses and me.
A Steemians, @emnajourney and a vlogger from Surabaya, East Java, Budiono Sukses at Media Festival in Solo.
Sepakat, nilai pendidikan lebih penting daripada uang. semua yang kita lakukan akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah di akhirat.
Betul sekali. Makanya, berpikir dahulu sebelum posting, hehehehe....
Benar om ayi, tulisan di media sosial harus mengandung pendidikan dan tanggungjawab moral karena di zaman canggih sekarang ini semua orang udah bisa mengases cepat informasi melalui media internet, oleh karena itu bukan orangtua saja yang melihat dan membaca tetapi anak-anak juga di bawah umur juga ikut membaca atau melihat.
sukses untuk om Ayi
Ketika membuat postingan yang mendidik, sesungguhnya kita sedang mendidik diri sendiri dan dunia. Kebaikan itu akan memantulkan kebaikan. Terima kasih @abbisteem.
stop melayani pembaca medsos yang sedang sakit jiwa, atau anda akan terular sakit sakit juga. kwkwkw..
Sebenarnya, @emnajourney yang membuka diskusi menjadi lebih menarik dan panjang. Diskusi setelah acara juga lebih menarik. Anunya langsung bengkak. Maksudnya, wawasan langsung bengkak merekah, hehehehe....
Sebuah pencerahan!
Ah, @hermanrn bisa saja. Kita jadi malu...
AJI dan Ayi itu top markotop deh...
Apalagi @ayijufridar, tanpa hari tanpa konten bernas.
Terima kasih, Kamal. Saleum.
Sukses selalu buat bg ayi.
Informasi yang menarik dan bermanfaat, terimakasih telah menbaginya, semoga sukses selalu untuk semua
Terimakasih kak @ayijufridar sukses terus.
Semua pekerjaan sangat tergantung dengan pendidikan kita, salam bang
Nilai edukasi semestinya menjadi rukun dalam setiap postingan ya bang :D
Nice!
Tidak punya komentar lain selain sepakat dengan semua yang diuraikan abang saya yang ganteng dan keren ini. Salam hangat selalu.
Terimakasih @ayijufridar. Memantapkan keputusan saya. Posting pada hal yang lebih saya kuasai, walau masih minim viewer.
Berusaha meningkatkan kualitas postingan saya, bagi para pembaca
Niat baik dan kualitas selalu ada balasannya. Sebagai blogger vlogger steemians, kita fokus saja pada dua hal itu dan kejutan pasti akan datang. Salam kreatif @cicisw.
Great meeting. Semoga kedepan ada kesempatan untuk ikut bersama forum ini membedah soal steemit.
Mantap bang @ampon