Ramadan in the United States in the Eyes of Juha Salin | Bilingual |

in #indonesia7 years ago (edited)

Islamic Center_LA_02.jpg
I am in front of the mosque Islamic Center in California, United States, in 2012 ago.

Although originally from Seattle, Juha Salin prefers to be a diplomat rather than a musician. Different paths do not blind to the characteristics of Seattle. He knows some of Seattle's famous bands, like Nirvana which he thinks is one of the most famous bands and will always be remembered (I think one of them is because of Kurt Cobain's death in a tragic, suicidal way, besides their rebellious songs have fanatical fans).

Juha does look and speak like a diplomat, with words neatly arranged, but natural, flowing smoothly like flowing water. In just one minute of conversation, one can immediately decide that Juha Salin is a pleasant talker. Two hours is a short time with Juha.

Perhaps because Juha chose a career as a diplomat, we (Aceh Writing Forum—FAMe) finally meet and discuss Ramadan and Muslims in the United States, Saturday, May 19, 2018, at Sukma School, Lhokseumawe. Currently, Juha Salin is the US Consulate General for Sumatra. I have known several previous US Consulate General—both in the capacity as a journalist and as a member of the Independent Election Commission in North Aceh. In 2012, I attended the International Visitor Leadership Program (IVLP) to several states in the United States and IVLP alumni often received invitations from the US Consulate General's activities.

In front of dozens of Aceh Writing Forum members, Juha told how the atmosphere of Ramadan in the US and the lives of Muslims there. Overall, says Juha, the US has great respect for religious freedom and separates religious life from the government. There have been cases like the attack on two Muslim women in Oregon, but the percentage is very small. The case of the assault, remembered as one of the dramatic events of inter-religious solidarity because of a Christian man, defends the two Muslim women to death by being stabbed with a knife by an attacker.

"The man who defends these two Muslim women is remembered as a hero," Juha said as translated Rachma Jaurinata (Rachma is also a Steemian after I joined Steemit, almost a year ago, but she is not very active and I can not remember her account name ).

Despite reaching about four million, Muslims in the US are a minority. Generally, Muslims there are migrants from Africa, Asia, and even Russia. While the original US colors are still few who become Muslims.

During Ramadan—with a longer period of fasting due to Muslim—season differences in the US also break the fast together, just like in Indonesia. Sometimes, invitations to break the fast there just came from other religious communities, such as Christians and Jews. Ramadan greetings from various circles are widely found in the US. "Now, mosques are already more easily found in the US. Halal food can also be obtained easily," Juha Said.


Juha Salin_06.jpg


I ever felt the pleasure of worship in the US at the end of 2012 ago. At the Indonesian embassy in Washington DC, Friday prayers must be held in two sessions as the number of pilgrims is booming. While at the Islamic Center in Los Angeles, the congregational prayers Friday to the parking lot. At that time, I was lucky to have a place inside the mosque and touched to perform the worship in the midst of human beings from various countries with various shapes and skin color. Sensing a universal Islam in a big country—but as a minority—generates a greater sense of love for one's own religion and feels the difference is very beautiful.

In addition to describing the atmosphere of Ramadan in the US, FAMe members consisting of journalists, writers, students, teachers, and activists, received information on various college scholarships and other programs to the US. Many participants asked about this issue, in addition to asking about the lives of Muslims there. Critical questions come from participants regarding current US government policies toward Muslims, and so on.

According to Juha, the US government still gives freedom to all religious people, including Islam. The number of Muslims in the US continues to grow and the US government currently has good relations with a number of Muslim countries, including Indonesia. "You can ask and see for yourself. If you just hear me, I'll tell you the fine because it's part of my job," Juha said diplomatically, with a friendly smile engraved on his lips.

Muslims are beginning to color the lives of US society, including Muslims from Indonesia. In DC and LA, I hear and see the freedom of Muslims performing worship and spreading a peaceful Islam that is a blessing to all humanity. I do remember the high priest of the New York Mosque, Ustaz Shamsi Ali, who is from Indonesia and has read his diverse life book full of dynamics in the US.[]


Juha Salin_03.jpg

Juha Salin_04.jpg


Ramadan di Amerika Serikat di Mata Juha Salin

KENDATI berasal dari Seattle, Juha Salin lebih memilih menjadi diplomat daripada musisi. Jalan yang berbeda tidak membuatnya buta terhadap ciri khas Seattle. Dia tahu beberapa lagu grup band terkenal asal Seattle, seperti Nirvana yang menurutnya salah satu band terkenal dan akan selalu terkenang (menurutku, salah satunya karena kematian Kurt Cubain dengan cara tragis; bunuh diri, selain lagu-lagu pemberontakan mereka memiliki penggemar fanatik).

Juha memang berpenampilan dan berbahasa seperti diplomat, dengan kata-kata yang tersusun rapi, tetapi alami, mengalir lancar seperti air yang mengalir. Hanya dalam satu menit percakapan, orang langsung bisa memutuskan bahwa Juha Salin adalah teman bicara yang menyenangkan. Dua jam adalah waktu yang singkat ketika bersama Juha.

Barangkali karena Juha memilih karier sebagai diplomat, akhirnya kami (Forum Aceh Menulis—FAMe) bisa berjumpa dan berdiskusi tentang Ramadan dan Muslim di Amerika Serikat, Sabtu 19 Mei 2018 di Sekolah Sukma, Lhokseumawe. Saat ini, Juha Salin adalah Konsulat Jenderal Amerika Serikat untuk Sumatera. Saya kenal dengan beberapa Konjen AS sebelumnya, baik dalam kapasitas sebagai jurnalis maupun sebagai anggota Komisi Independen Pemilihan di Aceh Utara. Pada 2012, saya mengikuti International Visitor Leadership Program (IVLP) ke beberapa negara bagian di Amerika Serikat dan alumni IVLP sering mendapat undangan kegiatan Konjen AS.

Di depan puluhan anggota Forum Aceh Menulis, Juha menceritakan bagaimana suasana Ramadan di AS dan kehidupan umat Muslim di sana. Secara keseluruhan, kata Juha, AS sangat menghormati kebebasan beragama dan memisahkan kehidupan agama dengan pemerintahan. Memang pernah terjadi kasus seperti penyerangan dua perempuan Muslim di Oregon, tetapi persentasenya sangat kecil. Kasus penyerangan itu pun, dikenang sebagai salah satu kejadian dramatis mengenai solidaritas antar-agama sebab seorang lelaki beragama Kristen, membela kedua wanita Muslim sampai mati karena ditusuk dengan pisau oleh penyerang.

“Orang yang membela kedua perempuan Muslim ini dikenang sebagai pahlawan,” kata Juha seperti diterjemahkan Rachma Jaurinata (Rachma ini juga seorang Steemian setelah saya ajak ia bergabung dengan Steemit, hampir setahun lalu. Namun ia tidak terlalu aktif dan saya pun tidak ingat lagi nama akunnya).

Meski mencapai sekitar empat juta, Muslim di AS adalah minoritas. Umumnya, Muslim di sana adalah pendatang dari Afrika, Asia, bahkan Rusia. Sedangkan warna AS asli masih sedikit yang menjadi Muslim.

Saat Ramadan—dengan masa puasa yang lebih panjang karena perbedaan musim—Muslim di AS juga melakukan buka puasa bersama, sama seperti di Indonesia. Terkadang, undangan buka puasa di sana justru datang dari umat beragama lain, seperti Kristen dan Yahudi. Ucapan-ucapan selamat Ramadan dari berbagai kalangan banyak ditemukan di AS. “Sekarang, masjid pun sudah lebih mudah ditemukan di AS. Makanan halal juga bisa diperoleh dengan mudah,” ungkap Juha.


Juha Salin_01.jpg
Photos by @benimardaniat & @zubiragam


SAYA pernah merasakan nikmatnya beribadah di AS pada akhir 2012 silam. Di KBRI di Washington DC, salat Jumat harus dilakukan dua sesi karena jumlah jamaah yang membludak. Sedangkan di Islamic Center di Los Angeles, jamaah salat Jumat sampai ke pelataran parkir. Waktu itu, saya termasuk beruntung karena mendapat tempat di dalam masjid dan terharu melaksanakan ibadah di tengah manusia dari berbagai negara dengan berbagai rupa dan warna kulit. Merasakan Islam yang universal di negara besar—tetapi sebagai minoritas—membangkitkan rasa cinta yang lebih besar terhadap agama sendiri dan merasakan perbedaan itu sangat indah.

Selain menggambarkan suasana Ramadan di AS, anggota FAMe yang terdiri dari jurnalis, penulis, mahasiswa, guru, dan aktivis, mendapat informasi berbagai beasiswa kuliah dan berbagai program lainnya ke AS. Peserta banyak yang bertanya mengenai masalah ini, selain bertanya tentang kehidupan warga Muslim di sana. Pertanyaan-pertanyaan kritis datang dari peserta menyangkut kebijakan pemerintah AS saat ini terhadap kaum Muslim, dan sebagainya.

Menurut Juha, pemerintah AS tetap memberikan kebebasan kepada seluruh umat beragama, termasuk Islam. Jumlah pemeluk Islam di AS terus bertambah dan pemerintah AS saat ini memiliki hubungan baik dengan sejumlah negara Muslim, termasuk Indonesia. “Anda bisa bertanya dan lihat sendiri faktanya. Kalau Anda hanya mendengar saya, saya akan menceritakan yang baik-baik saja karena itu adalah bagian dari pekerjaan saya,” sahut Juha diplomatis, dengan senyum ramah yang terukir di bibirnya.

Umat Islam memang mulai mewarnai kehidupan masyarakat AS, termasuk umat Islam dari Indonesia. Di DC dan LA, saya mendengar dan melihat kebebasan umat Muslim melaksanakan ibadah dan menyebarkan Islam damai yang menjadi rahmat bagi semua manusia. Saya jadi ingat dengan imam besar Masjid New York, Ustaz Shamsi Ali, yang berasal dari Indonesia dan sudah membaca buku kehidupan beragamanya yang penuh dinamika di AS.[]



Badge_@ayi.png


follow_ayijufridar.gif

Sort:  

Thumbs up review nya bang @ayijufridar !

Terima kasih @nurulsalwa. Saleum.

Di negara orang bebas, apa di negeri kita sendiri bebas tidak ya. sedangkan dalam menjalankan ibadah puasa masih banyak yang sembunyi untuk makan minum kalau tidak berpuasa. akan tetapi apa dia tidak takut kepada yang kuasa.
kapan writing untuk wilayah aceh @ayijufridar.
mengenai ramadhan.
good luck

Kalau saya, justru lebih mendukung seandainya di Aceh orang non-Muslim boleh makan minum seperti yang terlihat di kota-kota besar @mulawarman.

What. keistimewaan di aceh akan terkikis sedikit demi sedikit. dan begitu juga kalau non muslim juga boleh tidak menggunakan pakaian yang sopan kalau berkunjung ke tempat ibadah. nyan bak droeneuh selaku penulis, kadang na argumen laen yang mendukung untuk tema nyan. salam kupi pancong @ayijufridar

Ulasannya mendalam. Bahasanya mengalir dan enak dibaca. "Pengalaman" dan semangat menulis tidak pernah bohong.

Saya beberapa kali menghabiskan ramadhan dan Idul Fitri di sana, pada prinsipnya memang kebebasan beragama itu dilindungi oleh pemerintah, namun tetap saja yang namanya manusia selalu ada ketakutan dengan perbedaan. Pada saat shalat Ied, masjid begitu dijaga ketat dan berdesakan, apalagi pada saat musim dingin, tidak ada yang namanya sempat ganti baju pakai mukena, pakai baju tertutup seadanya yang digunakan pada saat itu saja. Bahkan saking penuhnya, shalat Ied di New York diadakan beberapa kali, karena memang tidak diperkenankan juga untuk bisa shalat Ied sampai melimpah ruah di taman dan jalan...

Buat postingannya Sista @mariska.lubis, lengkap dengan foto-fotonya yang menarik. Kalau Sista yang menuli pasti menarik. Salat beberapa kali, sama seperti salat Jumat di KBRI di DC yang digelar dua kali karena jumlah jamaah yang membludak.

Kapan kembali lagi bang ke usa

Kalau ada undangan dan program, tentu ingin kembali ke sana @benpoelem. Btw, sekarang saya memelihara keyakinan kembali ke sana, hehehehehe.

What a great writing! I am glad to be a part of your writing (even though just in a photo), hehehehehe..Always success for you bg @ayijufridar!

This article is inspired by my discussions with you @city29. I should have written it clearly. But you certainly catch that in the above article.