15 Maret 2018, kami sudah di Patani. Thailand. Tiba di sini lepas magrib setelah berangkat dari Banda Aceh pada pagi hari. Sekira sejam lebih 40-an menit terbang dengan pesawat Air Asia yang pagi itu semua pelayan di dalamnya adalah pramugara, pukul 10.15 pesawat mendarat santai di landasan Kuala Lumpur International Airport (KLIA).
Di KLIA kami transit dan harus menunggu sampai terkantuk-kantuk, penerbangan selanjutnya pada pukul 15.40 waktu Malaysia menuju Hat Yai, Thailand. Bandara Hat Yai adalah gerbang kami masuk Thailand bagian selatan, jauh dari Bangkok yang terletak di bagian utara. Dari sini kami menyusuri jalur darat dengan jalannya yang mulus dan lebar sekira dua jam lamanya hingga mencapai Pattani.
Kami, adalah 8 orang Aceh yang diundang oleh College of ASEAN Community Studies (CACS) dan Center for Conflict Studies and Cultural Diversity (CSCD) yang berpusat di Prince of Songkla University, Pattani. Ke delapan orang ini yaitu Nurdin AR (juru runding GAM), Otto Syamsuddin Ishak (Komnas HAM Aceh), Saiful Mahdi (ICAIOS), Djuanda Jamal (ACSTF) Eka Sri Mulyani (ICAIOS), Teuku Zulfikar (ICAIOS), Hendra Saputra (Kontras Aceh), dan aku sendiri mewakili Komunitas Kanot Bu -- @kanotbu.
Kunjungan ini adalah kelanjutan dari program kerjasama antara lembaga penelitian di Thailand dengan lembaga penelitian dan LSM yang bergerak di bidang kemanusiaan dan perdamaian yang ada di Aceh.
Sebelumnya pada Januari lalu, belasan orang perwakilan lembaga penelitian dan LSM yang bergerak di isu yang sama di Patani Thailand telah berkunjung ke Aceh. Mengambil tempat di kantor ICAIOS, kesemua mereka diajak mendengar sekaligus berdiskusi tentang isu perdamaian dan kemanusiaan dengan para pembicara lintas lembaga yang berkhidmat di Aceh, yang notabene di antaranya adalah lembaga-lembaga atau personal yang punya kontribusi tersendiri dalam mengagas perdamaian Aceh.
Pada kesempatan bulan Januari itu, Komunitas Kanot Bu dan Aceh Documentary (ADc) adalah dua lembaga muda yang diundang mewakili komunitas anak muda di Banda Aceh untuk mempresentasikan bagaimana mereka mengisi dan menjaga perdamaian di Aceh setelah puluhan tahun dilanda konflik bersenjata. Hal mana pada saat ini tengah terjadi di Patani, Thailand.
Sekira dua jam lebih terbang dari KLIA dan sempat dua kali mengalami turbulensi, pesawat Air Asia mendarat mulus di landasan pacu bandara Hat Yai meski di luar hujan tengah mengguyur deras. Telah sore hari. Pukul 17.02 waktu Thailand ketika kami sudah berada di hall ketibaan bandara Hat Yai. Ini adalah bandara kecil dan sederhana yang hampir serupa dengan bandara Sultan Iskandar Muda lama.
Setelah berurusan dengan petugas imigrasi, kami keluar disambut dua perwakilan pihak pengundang yang datang menjemput. Menumpangi sebuah van model Hi-Ace kami pun melaju di jalanan pinggiran Kota Hat Yai, bergerak lebih dalam ke selatan menuju Patani. Dan dari sinilah catatan perjalanan ini ingin kumulai dan kubagi. Yang selanjutnya akan kutulis bagian per bagian tersendiri dan kucicil posting di sini saban hari.
Selamat berkunjung ke Hatyai. Saya empat tahun tinggal di sana, di asrama mahasiswa Prince of Songkla University di Hatyai. Membaca catatan ini, saya jadi rindu Hatyai. Di Patani, jangan lupa berfoto di masjid tua bersejarahnya.
Iya kak @fardelynhacky. Insyaallah nanti akan ada tulisan lanjutan pengobat rindu kakak. 😁😁
ngerili Kanot Bu udah go internasional
diulas materi yang didiskusikan disana sedikit bang
Tulisan selanjutnya insyaallah. Hehe
Asiik, kontribusi komunitas untuk perdamaian. Bravo kanot bu.
Dalam hal ini, buat aku sendiri lebih bisa dikata sebagai kesempatan belajar banyak-banyak. Begitu pun untuk komunitas. Saleum, bang.
Joooossssshhh
"Sawatdee krup...!!!"