AKU PULANG DARI BIVAK EMPEROM dan menemukan Simpang Dodik sesak. Ini maghrib minggu, dan seperti biasa, ia datang dan pergi dengan ketergesaannya yang khas. Ini minggu maghrib, jelang bulan puasa. Minggu yang pantas dirayakan orang-orang kota dengan berpelesir ke pantai-pantai terdekat, yang bagi orang Banda Aceh, Lampuuk Lhok Nga adalah pilihan utama.
Bisa dipastikan Lampuuk Lhok Nga tumpah ruah. Mungkin sejak tadi pagi, dan kini, ketika maghrib yang tengah tergopoh-gopoh, Simpang Dodik penuh sesak oleh pelbagai macam kendaraan yang baru pulang dari sana. Lampu merah menyala. Aku berhenti tepat di samping tiang menunggu lampu hijau menyala. Ini waktu yang tak lama, sekitar delapan puluh detik saja.
Lampu merah di Simpang Dodik adalah pintu masuk Banda Aceh bagi orang-orang kota kembali dari perayaan minggu akhir jelang bulan puasa di Lampuuk Lhok Nga. Dan, di sampingku sepasang muda mudi berboncengan di atas sepeda motor yang jenis joknya membuat bokong penumpang di boncengannya menungging sedemikian rupa. Mungkin 35 derajat tunggingannya, tapi cukup membuat bokong si pemudi menyembul serupa salak raksasa--meminjam istilah Iwan Fals dalam lirik lagu berjudul Guru Zirah.
Aku berpaling, sejenak saja. Si pemuda pakai helm berstiker Hello Kitty. Tubuhnya kekar. Celana ponggol motif loreng tentara, kaos hitam bergambar tengkorak di depannya. Sandal gunung. Si pemudi melekat di punggungnya. Melekat erat. Erat sekali. Hingga buah dadanya hilang ditelan punggung si pemuda. Kaos merah menyala. Jeans biru sewarna celana murid SMP di atas tumit, gelang kaki. Sepatu sportymerah jambu dengan sol putih yang dibalut pasir pantai sewarna gula. Keduanya basah, hingga lekatan dua tubuhnya tampak sempurna.
Dalam ketertunggingan posisi duduknya sebab kontur jok motor itu, pangkal jeans si pemudi sedikit turun sementara ujung kaos merahnya terangkat. Ada yang tersisa di sela-sela pakaian luarnya, dan itulah dia. Celana dalamnya terpampang jelas. Biru laut warnanya. Di sebelah kanan motornya, berhenti sebuah truk pasir yang karena ini minggu akhir jelang bulan puasa, bak belakangnya diisi belasan muda mudi yang ketika lampu merah menyala di detik 29 mereka tengah saling cekikikan.
Aku berpaling untuk kedua kali, sekadar menoleh sekali lagi ke kain biru laut itu, sejenak saja. Lantas pandanganku menyebar ke sopir sebuah sedan Lancer yang berhenti tepat di belakang motor pemuda berhelm Hello Kitty. Di samping sopir Lancer duduk seorang perempuan bercadar yang di pangkuannya seorang bayi tertidur dengan khidmatnya. Di belakang motorku, berhenti tiga motor lain yang boncengannya adalah pasangan muda-muda.
Dari tolehan yang sekilas itu, bisa kupastikan semua mata di sekitar pemberhentianku tertuju ke tunggingan salak raksasa. Lampu merah masih menyala dan sudah di detik 55. Tapi banyak mata masih terpaku di kain biru laut itu, yang kutaksir telah menguar ratusan imaji yang tak pantas ada di kepala orang-orang yang tengah berpuasa. Tapi bulan puasa belum benar-benar tiba, masih beberapa hari lagi di depan sana.
Dan kini, pada tunggingan salak raksasa berbalut kain biru laut yang ditolehan ketiga kutemukan karetnya tampak sedikit ceumiriek (baca: kendor). Aku berjanji dalam hati untuk tak pernah sekalipun menoleh sekira pemandangan seperti ini terpampang pada siang atau sore hari bulan puasa. Tapi bukankah mata si sopir sedan Lancer dan muda-muda bermotor di belakangku masih terpaku di situ-situ saja? Lampu hijau menyala. Klakson pun membahana.
Saleum keu abang helm hello kitty .. ... 😆😆😆😆
Awak nyaaann si agam nyan, bang. Han tateujeut kirem saleum beurangkahoe.
Semua mata tiba2 menajam bak mata elang.😂😂
Keywordnya "Ceumiriek" dan "Hello Kitty"
Nyoe bang. Ceumiriek pokok jih. Haha.
great post...
kabeh jih salak raksasa. plus helm hello kitti, sang rab hana jadeh puasa
Jadeh aduen. 😂😂
Ku scroll pelan-pelan, ternyata hana leumah foto “nyan”
Atra awak nyaaan. Han ta teujeut beurangkaho. Haha
Keubiet.. Karena jarengan Hana jelas, payah ku reload², Krn foto Han teuhah. Dan setelah teuhah, ternyata... Oh ternyata..
semoga abang hello kitty itu cepat bertaubat ya bang.
Pelajaran moral dari kisah di atas: Selain laut, ternyata punggung pemuda juga bisa menenggelamkan...
Jeli sekali kau ini, Bung! Filsuf memang harus jeli kiranya. Haha