YANG NAMANYA NAFSU, itu tak hanya berurusan dengan urusan makan saja. Tak pula sekadar berhubungan dengan kehendak birahi belaka. Kalau sudah mengepakkan sayapnya, nafsu akan menggerogoti tindak tanduk kebiasaan seseorang. Hingga ia tenggelam dan tersuruk-suruk dalam lubangnya sampai-sampai ia tak tahu harus berbuat apa.
Kegiatan menulis juga bisa diserang nafsu. Pernah suatu kali, saking menggebu-gebunya hati ingin menulis ini itu, aku malah tak menulis apa pun hingga kemudian tersadar bahwa nafsu sedang memperdayaku. Kehendak ingin menulis ini itu melulu berkutat dalam pikiran. Nafsulah yang membuat pikiran mengejawantahkan imajinasi dari kehendak menulis tadi, lalu pikiran sibuk. Sibuk mematut-matut jalan cerita, alur logika dan lain sebagainya, yang ketika sampai pada sesuatu hal yang rancu segala imajinasi yang ada runtuh seketika. Tapi aku belum menulis sepatah kata pun juga.
Ketika punya kehendak ingin menulis ini, lalu menyimpannya terlebih dahulu di dalam pikiran. Hingga ide lain datang minta ditulis juga, dan lagi-lagi aku menyimpannya semata dalam pikiran. Maka alamat nafsu datang untuk mengacaukan semuanya, yang kemudian membuat aku tersadar betapa rapuhnya ingatan. Nafsu telah membuatku lupa, bahwa kemampuan daya ingatku harus ditopang dengan banyak catatan manual, dan benarlah ide dua hari belakangan telah benar-benar sirna dari pikiran.
Untuk menyesali diri karena sudah mau digerogoti nafsu bukanlah hal bijak. Apalagi sedang berpuasa begini rupa, aku malah mencoba-coba mengembangkan jalan pikiran agar bisa berdamai dengan yang namanya nafsu menulis. Setelah merenung dan berpikir matang-matang, nafsu diperlukan untuk penyeimbang. Aku tak bisa mengenyahkan nafsu menulisku dengan serta merta kecuali mesti tahu cara mengelolanya.
Aku mulai rutin membuat catatan-catatan kecil dan singkat apakah itu di buku catatan atau di kotak kata gawaiku sendiri. Ini kulakukan agar ide-ide yang berdatangan dalam kepala tidak tumpang tindih dan dikacaukan nafsu menulis tadi. Dan ketika kehendak menulis muncul, aku tinggal membuka-buka kembali catatan-catatan kecil sebelumnya lalu mencoba merangkai kata demi kata dengan ketekunan seorang pelajar yang hendak menghadapi ujian kelulusan.
Yang namanya nafsu, ia tak hanya berujung pada yang buruk-buruk saja. Tapi kebaikan di sebaliknya muncul ketika kau mengelolanya dengan pantas, dengan perpaduan kerja akal logika dan juga hati. Kupikir inilah maksud tak kasat mata dari kewajiban berpuasa. Tak mungkin aku sebagai manusia menanggalkan nafsu yang ada, kecuali mesti bisa mengelolanya dengan sebaik-baik cara salah satunya dengan menunaikan kewajiban puasa.
Mantap, tulisan bg @bookrak mewakili pikiran saya juga.....
Terima kasih banyak bg @ademarsadi.
Semoga dengan puasa bisa mengelola nafsu lebih baik..
Semua nafsu menumpuk-numpuk juadah di meja makan bisa kita kendalikan dengan baik, bang. Hehe
Paling penting nahan nafsu makan aja di siang hari pada bulan ramadhan ya bg @bookrak...hehehe
Jgn lupa upvote, follow dan coment juga ya di @faisaltaib
Nafsu itu urusan pusat bang. Sejengkal ke atas dari pusat dan sejengkal kebawah dari pusat.
Nafsu pikiran yang suka macam-macam juga sama bahaya dengan yg disekitaran pusar itu bang. 😁😁
WARNING - The message you received from @sohan890 is a CONFIRMED SCAM!
DO NOT FOLLOW any instruction and DO NOT CLICK on any link in the comment!
For more information, read this post:
https://steemit.com/steemit/@arcange/phishing-site-reported-postupper-dot-ml
If you find my work to protect you and the community valuable, please consider to upvote this warning or to vote for my witness.
Dan Ramadhan adalah moment yang tepat untuk belajar bagaimana mengelola dan mengendalikan nafsu.
Benar, mbak. Ramadhan memang selalu mengandung banyak momen. Khususnya momen-momen agar kita sadar diri. Hehe