Judul buku: Pesantren dan Kebudayaan
Penerbit: Lesbumi PWNU. DIY(Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia) 2017.
Tebal: 360 hal.
Taman rekreasi paling indah di dunia adalah buku dan kehidupan tanpa buku mengantar manusia ke puncak petaka
Buku tak kan lekang termakan jaman, karena buku menjadi asupan bagi kesadaran kemanusiaan. Dari kesadaran kemanusiaanlah sebuah kehidupan dapat tercerahkan. Oleh karenanya, demi menjaga itu semua, dalam setiap hari, minggu atau bulan beragam buku dengan aneka ragam tema terbit. Romo Mangun berkelakar bahwa buku adalah universitas kehidupan.
Salah satu tema buku yang selalu menjadi perbincangan hangat di meja-meja perjamuan para pemikir adalah tentang kebudayaan. Menyoal kebudayan adalah menyoal jalannya kehidupan yang selalu tumbuh kembang dan tumbang mengikuti jaman.
Maka tak mengherankan jika dalam berbagai literatur diwartakan bahwa difinisi tentang makna kebudayaan itu mencapai angka enam ratus dua puluh difinisi lewat berbagai macam sudut pandang. Dan mungkin data tersebut masih akan terus bertambah dikemudian hari.
Dalam hal ini, buku Pesantren dan Kebudayaan terbitan Lesbumi PWNU DIY berupaya turut ambil bagian dalam merumuskan makna kebudayaan lewat prespektif dunia pesantren. Sebagaimana tercatat dalam historiografi di negeri ini bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua. Tentu saja sebagai lembaga pendidikan tertua, pesantren memiliki budayanya sendiri. Sebuah budaya yang patut untuk dibagi-bagi ke seantero negeri supaya kita tak mengalami disorientasi terhadap budaya warisan leluhur kita sendiri, apalagi di tengah-tengah carut marutnya dinamika berkebudayaan anak negeri hari ini.
Keseriusan Lesbumi untuk berbagi itu terlihat dari para kontributornya. Nama-nama seperti KH. Agus Sunyoto, M. Jadul Maula, Al-Fayadh, Irfan Afifi, Aguk Irawan, Hasan Basri, Hairus Salim, A. Anzib adalah nama-nama yang memiliki kopetensi dan kapabilitas mumpuni guna membicarakan Pesantren dan Kebudayaan. Ditambah lagi oleh beberapa penulis muda yang mulai merangkak menapaki jalan terjal kebudayaan membuat buku ini semakin kaya wacana dan layak untuk dibaca.
Penulis buku Derida seperti Fayadh dengan gaya bahasa khasnya memotret persinggungan antara hukum fiqih dan seni yang tak kunjung menemukan ruang diamnya, budayawan sekaliber Agus Sunyoto menguak Problem Krusial Pseudo-Historiografi Kolonial Sebagai Sumber Sejarah Islam, M. Jadul Maula mengajak pembaca untuk kembali memaknai Wayang sebagai cermin yang terlupakan lewat Moco Wayang Purwo, Ngaji Dadi Menungso: Sketsa Jalan Kesempurnaan Manusia Nusantara, sastrawan Aguk Irawan mengangkat tema budaya pendidikan di era Kerajaan Demak lewat Relasi Pesantren Dan Keraton, kurator A. Anzib memaparkan jagat seni rupa beserta ruang lingkup, cakupan, kendala, solusi dan sebagainya, Hairus Salim menceritakan kearifan Gus Dur lewat Pemikiran Gus Dur Mengenai Kebudayaan, arsitektur yang saat ini tinggal di Jerman, Hasti Nahdiana membahas soal Masalah Arsitektur di Indonesia, dll.
Maka dari itu, saya menyarankan kepada seluruh @steemian yang tinggal di rumah budaya @steemit untuk membaca buku "Pesantren dan Kebudayaan" ini agar kita terhindar dari disorientasi budaya negeri sendiri.
Salam
Kopi Hitam.
Sebuah buku yang harus dikonsumsi oleh siapapun, terutama yang bisa membaca.!
Hehehe....siap Bung Pres. Dan lebih khususnya untuk para jomblo2
sebuah buku yang menarik untuk saya seduh dengan kopi hitam itu
Syahdan.... Kopi hitam membuat jiwa kelam hilang ditelan malam.
Congratulations @cakudin! You have completed some achievement on Steemit and have been rewarded with new badge(s) :
Award for the number of posts published
Click on any badge to view your own Board of Honor on SteemitBoard.
To support your work, I also upvoted your post!
For more information about SteemitBoard, click here
If you no longer want to receive notifications, reply to this comment with the word
STOP
Ok. Terima kasih
Resteemed Čak. Terimakasih atas tulisannya. Bermanfaat. (Y)👌👍
Ditunggu kajian filmnya yang aduhai. Toop
Siiiapp. Hehe
Iqra! Salam
Bismirabbika.... Salam