Filsafat Aceh

in #indonesia7 years ago

Baiklah pada kesempatan kali ini saya akan melanjutkan menulis review buku Acehnologi karya Kamaruzzaman Bustamam Ahmad Ph.D bab :16 tentang Filsafat Aceh. Filsafat Aceh adalah kesadaran menemukan jati diri di kalangan orang Aceh untuk meluapkan rasa ingin tahu dari hal-hal yang paling hakiki untuk diketahui oleh manusia yaitu Tuhan, Alam dan Manusia.

Untuk menghasilkan kajian tentang Filsafat Aceh tidaklah mudah, bahkan banyak penulis yang pesimis dalam menyusun bab ini. Ada 4 hambatan di dalam menggambarkan apa yang dimaksud tentang filsafat Aceh. yang pertama, upaya untuk merekontribusikan gagasan/ide orang Aceh selama ini belum sampai pada tahapan membangun suatu bidang keilmuan yang kokoh, seperti halnya kajian-kajian filsafat yang sudah mapan. Kedua, tidak adanya tokoh atau intelektual dari Aceh yang begitu dikenal dikalangan peminat filsafat. Ketiga, hambatan secara konseptual. Yang keempat, hambatan terhadap pengteoritisan ilmu-ilmu Aceh. Inilah paling tidak kesulitan para Acehnologi dalam membangun fondasi Filsafat Aceh.

Namun demikian, bukan bearti tidak boleh diupayakan untuk menggali gagasan-gagasan mengenai Filsafat Aceh. Sebab, kemajuan modern, ditambah dengan kemunculan karya-karya intelektual di negeri ini.

Harus diakui bahwa dalam islam, ketika berdiskusi tentang filsafat, kerap bersentuhan dengan persoalan dan dimensi spiritual. Dengan kata lain, filsafat dan tasawuf, terkadang agak susah dibedakan. Di Barat, kajian kefilsafatan cenderung pada spektrum untuk mengingkari adanya Tuhan dan peranNya di dalam kehidupan manusia. Semakin modern sebuah pemikiran filsafat, semakin jauh manusia dibawa dari Tuhan. Sebaliknya di dalam islam, semakin dalam pemikiran kefilsafatan seorang filosof Muslim, semakin dekat manusia dibawa kehadapan Tuhan. Karena itu, percikan pemikiran filsafat memiliki keragaman yang amat luas. Sementara di kalangan Muslim, filsafat tidak ubahnya seperti kajian spiritual. Hampir semua filosof Muslim merupakan ulama-ulama yang memiliki kemampuan berpikir yang amat kuat, di dalam menjelaskan Tuhan, Alam, dan Manusia.

Kesadaran di dalam masyarakat yang menjadi tumpuan tradisi berpikir pada suatu tempat dan waktu. Karena itu, di dalam setiap masyarakat yang stabil tentu akan ditemui konsep-konsep nilai, spirit, dan norma tersendiri, yang terkadang boleh jadi mirip atau tidak serupa dengan konsep-konsep yang sudah mapan, terutama dari Barat. Dalam penjelajahan sejarah filsafat, terkadang malah di temukan pengaruh konsep-konsep non-Barat terhadap Barat, seperti yang terlihat dalam pengaruh tradisi filsafat Hindia ke dalam tradisi Yunani.

Keluasan kajian dan kedalaman studi yang dilakukan oleh para filosof, mulai yang percaya pada Tuhan hingga mengingkari adanya Tuhan, menunjukkan bahwa filsafat tidak atau bukanlah milik negara-negara yang sudah mapan. Filsafat Aceh bukanlah ilmu baru yang memiliki kerangka teori atau sistem metafisika tersendiri, tetapi konsep-konsep ilmu tertentu, sudah menyatu didalam sejarah ide-ide yang berkembang di Aceh. Harus diakui bahwa media pembelajaran di Aceh, cenderung tidak menggunakan lagi bahasa aceh. Sehingga makna àtau ide yang terkandung di Aceh, juga semakin hari semakin terabaikan.