Pembahasan APBA 2018 makin tak jelas juntrungannya. Eksekutif dan legislatif terkesan saling jegal dalam menuntaskan proses penganggaran, dengan mengabaikan nilai-nilai kepatutan. Egoisme kekuasaan yang mereka pertontonkan semakin memperpanjang durasi keterlambatan APBA tahun ini.
Sejak bertahun-tahun lalu, tolak-tarik kepentingan antara DPRA dan Pemerintah Aceh dalam penetapan APBA, memang kerap mengorbankan rakyat. Kepentingan yang mengatasnamakan rakyat itu justru sering dimanfaatkan oleh eksekutif dan legislatif untuk kepentingan pribadi dan kelompok masing-masing. Dan, kali ini semakin terasa karena dua pihak itu lebih menonjolkan kekuatan masing-masing ketimbang meleburkan ego demi kepentingan rakyat yang lebih besar.
Persoalan APBA kali ini sudah semacam arena perseturan antara eksekutif dan legislatif. Dan, perseteruan kalangan pemimpin ini menjadi drama egoisme kekuasaan yang menyakiti hati rakyat. Kondisi ini menunjukkan para elit Aceh sedang mengalami krisis moral dan melunturnya nilai-nilai ke-Aceh-an. Mereka lebih mengedepankan ambisi pribadi dengan mengabaikan kepentingan Aceh secara keseluruhan.
Melihat semua ini, rakyat semakin gamang dan cenderung apatis. Terlibih tontonan itu disuguhi para elit di tengah kesenjangan ekonomi yang kian lebar, membludaknya angka pengangguran, dan melambungnya harga barang kebutuhan pokok.
Sebelum rakyat bertindak dengan caranya sendiri, cukup bijak kalau mereka segara instropeksi diri. Sama-sama berpikir jernih untuk kebaikan Aceh di masa mendatang. Kondisi seperti sekarang ini hanya dapat dicegah, kalau mereka bisa saling menahan diri. Khususnya bagi para penyelenggara pemerintahan, baik eksekutif maupun legislatif, untuk tidak mempertontonkan konflik mereka secara terbuka.
Kita berharap, mereka bisa menjaga perbedaan pendapat sebatas sebagai fenomena demokrasi dan tidak memelihara perbedaan itu sebagai media untuk memaksakan kehendak. Dalam berdemokrasi pun, hendaknya prinsip kebersamaan harus menjadi konsep dasar yang tidak boleh dihilangkan.
Untuk mengakhiri semua ini, politik akomodatif menjadi pilihan bagi semua kekuatan politik yang ada di Aceh. Keberhasilan menuju Aceh Hebat hanya akan terwujud kalau berbagai perbedaan karakter yang melatarbelakangi elit Aceh hari ini bisa bersatu dalam naungan bersama. Ibarat sebuah musik, perbedaan tujuan dan pandangan sudah seharusnya ditampung dan dikolaborasikan, sehingga menghasilkan harmonisasi nada yang enak didengar. Pertukaran pikiran dan pandangan demi perbaikan bersama menjadi langkah yang solutif untuk mengatasi problematika Aceh saat ini.
Kita berharap, masing-masing kekuatan politik Aceh mampu menempatkan diri menjadi penggerak kemajuan bersama. Aktivitas politik yang bermuara pada kesejahteraan rakyat harus menjadi ageda prioritas yang fixed price. Sebab, untuk menuju masyarakat Aceh yang makmur bukan sesuatu yang taken for granted, tetapi perlu ada ikhtiar maksimal dari seluruh kekuatan politik yang ada di Aceh.[]
Gubernur berkomitmen utk mempergubkan APBA, mudah2an konsisten agar menjadi pelajaran khususnya bagi legislatif dan eksekutif
Ya, semoga.
Poto terakhir pejeut kupi man
Karena bak meja kupi keuh jeut akomodasi semua kepentingan. 😁
Aku suka kata- kata fixed price dan taken for granted 😂😂
Hahah, leng kupi waneuk om...😂
Ha-ha-ha mari menikmati yang pahit" biar yang manis-manis buat mereka eksekutif dan legislatif saja 😅😅