Tidak pernah terlintas dalam benak, tentang kondisi desa Tampur Paloh - Simpang Jernih - Aceh Timur. Ternyata masih ada desa di Aceh yang menggunakan jalur transportasi boat sebagai alat transportasi utama.
Perjalanan dari Kuala Simpang menuju desa Tampur Paloh menghabiskan waktu 6 jam. Arus sungai yang deras semakin memicu adrenalin peserta, tak ubahnya seperti sedang mengarungi arum jeram. Apalagi perjalanan pergi diguyur oleh hujan deras membuat teman-teman menggigil kedinginan.
Perjalanan kali ini dikuti oleh teman-teman Alumni Timur Tengah (IKAT) dan almuni Darul Arafah (IKAPDA), dengan misi mengantar bantuan berupa 10 batang pohon kurma dan kebutuhan sekolah uang tunai sebesar Rp. 10.000.000,-
Para Guru dan Murid sangat antusias saat menyambut kedatangan kami, kami disambut bak tamu agung disambut dengan tarian saman. Spirit belajar terpancar dari mata bening anak-anak desa yang belum tersentuh oleh teknologi.
Desa yang tidak mempunyai arus listrik tanpa signal HP mengingatkan kami seperti masa kecil. Yang ada hanya canda tawa dan keakraban sesama penduduk yang tidak disibukkan oleh kegiatan individu.
Semoga pemerintah daerah dan provinsi mempunyai program pembangunan di desa ini, khususnya Listrik, pukesmas dan transportasi yang aman bagi warga.
English
It never comes to our mind, about the condition of village Tampoh Paloh Simpang Jernih - East Aceh. Apparently there are still villages in Aceh that use the transportation route boat as the main means of transportation.
The journey from Kuala Simpang to Tampur Paloh village will takes 6 hours. The rushing stream of streams is fueling the adrenaline of the participants, just like it is sailing the arum of rapids. Moreover, the trip went flushed by heavy rain makes friends shivering cold.
This trip was followed by friends of Middle East Graduates (IKAT) and Darul Arafah Graduates (IKAPDA), our mission of delivering the aid of 10 dates palm trees and the cash money for the school amount of Rp. 10,000,000, -
The Teacher and Students are very enthusiastic when welcoming our arrival, and celebrate our visiting by dance Saman (Aceh traditional dance)the spirit of learning radiated from the clear eyes of village children who have not been touched by technology.
Villages that do not have an electric current without an HP signal remind us like a childhood. There is only jokes of laughter and familiarity of fellow residents who are not preoccupied with individual activities.
Hopefully local and province governments have programs to development this village, especially Electricity, health and public transport. Especially the residents have standards transportation.
Di setiap daerah pasti punya kearifan lokal dimana mengandung 1001 hal yang dapat menjadi ilmu dan pembelajaran bagi kita. Begitu juga dengan masyarakat Tampur yg berada di pedalaman nun jauh di sana.
Benar Pak doktor, mereka harus membayar 50 ribu untuk harga transportasi ke Kuala Simpang, semoga Kedepan masyarakat mempunyai akses transportasi yang lebih baik
Suatu pemahaman yang menarik bagi saya setelah membaca postingan ini. Pak @damanhurabbas memang bertalenta.
Keren perjalanan yg penuh makna