Sepertinya aku gila di angka tujuh belas, tepatnya di bulan Oktober. Aku menganggapnya terlampau istimewa. Kau tahu oleh sebab apa? Allah hadirkan kau di antara milyaran manusia.
"Bagiku hari ulang tahun tak pernah istimewa. Maafkan kalau ternyata kita berbeda."
"Ssst... Aku tak suka permintaan maaf. Bukankah itu berarti kau salah? Semakin sering mengatakan maaf, berarti semakin sering kau berbuat salah. Aku tak suka," kukibaskan tangan tanda tak setuju, walau entah apa itu.
Kau tersenyum lagi dan mulai menyesap segelas jus tomat.
Ah, kau lucu... lihat gelas jus itu, sejak tiga belas tahun lalu, ketika pertama sekali aku mengenalmu dengan secangkir kopi yang mengguratkan misteri di matamu. Kepulan asapnya yang membuatku distraksi dari mengamati lekuk wajah ovalmu, kini usia kebersamaan dihitung melalui lemak-lemak yang bertambah di muskuloskeletalmu, tapi kau tetap yang paling memesona.
"Yang lucu itu aku atau kamu?" tanyamu suatu ketika saat kubahas kebiasaanmu barumu minum jus wortel dan tomat.
"Anggap saja kita sama-sama lucu..." jawabku asal dan berhasil meledakkan tawamu.
Duduk berdua denganmu menikmati sepotong senja yang gemar bercerita. Tentang masa awal munculmu ke dunia dengan mata sipit mengerjap pelan, tanda lahir yang akhirnya dinisbatkan pada namamu.
"Almarhumah Mama bilang, kau tak sabaran ingin keluar. Melihat cahaya, melongok dunia..." kataku mulai menggoda, "waktu itu Senin, suster sedang ada upacara. Setiap akan melahirkan, Mama selalu balik ke kota kelahirannya di Banda Aceh, kau lahir tanpa bantuan bidan senior yang sedang berdiri khidmat di lapangan upacara."
"Risiko melahirkan jauh dari Ummi itu adalah repot dan fasilitas klinik di kota dianggap lebih mumpuni," sambungmu sambil tersenyum.
"Kau benar-benar tak suka ulang tahun?" tanyaku mengembalikan topik pembahasan. Ah, ya, kau memanggil Ummi untuk menyebut nenek sebelah ibu.
"Bukan tak suka, hanya menganggap itu tak istimewa."
"Yaah, sebelas dua belaslah dengan tak suka. Aku jadi tak ingin mengucapkan selamat," kataku lagi yang hanya kau balas dengan selarik senyum.
Aku menghela napas dan membuang pandangan ke lazuardi yang berganti lembayung. Entah kenapa...buncahan bahagia selalu ada saat di sampingmu. Mungkin begitu keberkahan sebuah rasa, disebutkan dengan tiga hal, sakinah, mawaddah, warahmah.
*Ditulis 17 Oktober 2018, setelah nyaris ditipu tanggal oleh yang punya hari lahir. "En Yud, ini hari tanggal 16 kan, ya?"
"Tanggal 15, haiiii. Kiban si Bunda! Mau cepat-cepat tanggal 17 aja."
"Ooh, oke," jawabku sambil menoreh tanggal di kertas kerja anak-anak BA yang sedang kuperiksa.
Itu akibatnya percaya penuh-penuh. Dese juga nggak pernah ngerjain daku. Bawaan cool dan tanpa ekspresi begitu. Memiliki kelemahan yang selemah-lemah short term memory kayak gini emang sasaran empuk. Jadi selama dua hari aku sadarnya ini adalah tanggal 16 Oktober karena kemarin dibilang 15. Life goes on dan lihat jadwal acara Pengaderan AMM di UCC Ahmad Dahlan. Cepat-cepat ngecek kalender hape, nggak yakin karena bisa saja setingannya silap dan akhirnya sadar memang salah ingat tanggal. AAAAAARGHHHHH! Jelang pukul dua belas malam mencoba menulis seperti tahun-tahun sebelumnya dan langsung membangunkan En Yud sambil ngedumel, mencak-mencak, misuh-misuh. Lalu yang dimarahi malah puas sekali mengerjai istri sampai dua hari nggak sadar sama sekali. Yah, this is life through living as a dyslexic, mate!
Happy best day abang, WYATB
Terima kasih ya doanya. Salam kenal, semoga sukses selalu @owner99
Thanks for using eSteem!
Your post has been voted as a part of eSteem encouragement program. Keep up the good work! Install Android, iOS Mobile app or Windows, Mac, Linux Surfer app, if you haven't already!
Learn more: https://esteem.app
Join our discord: https://discord.gg/8eHupPq
Selamat memperingati hari jadi, ya untuk Bang En Yud. Asyik baca catatannya Kak, memperkaya diksi.
Thanks ya Azhar yang selalu pintar bikin semangat. Hehe