DARI DAMAI KE PROYEK : POTRET KEAMANAN ACEH

in #indonesia6 years ago (edited)

IMG-20180722-WA0005.jpg

Pada bulan Febuari 2010, Aceh dikejutkan dengan penyerangan terhadap basis latihan militer di Aceh, tepatnya di desa Jalin, Jantho, Aceh Besar. Dua bulan sebelumnya, menurut informasi disekitar kawasan tersebut, mereka telah mengetahiu adanya latihan militer di desa tersebu. Namun, ada beberapa kalangan yang tidak percaya bahwa ada sel jaringan teroris di Aceh, seperti yang muncul di dalam latihan militer tersebut. Hai ini disebabkan bahwa beberapa kegiatan teroris lebih banyak dikonsentrasikan di Jawa, ketimbang di Aceh. Sidney Jones berpendapat bahwa alasan utama teroris menggunakan Aceh sebagai basis militer adalah untuk membangun aqidah aminah. Argumen ini didukung oleh kenyataan bahwa Aceh sedang menerapkan Hukum Islam dan situasi damai. Kedatangan teroris ke Aceh sudah mulai sejak tahun 2005 setelah Stunami. Mereka membangun jaringn mereka di Aceh melalui kelompok ustaz yang mencoba merekrut masyarakat lokal. (hlm 1204 vol 4)

Peristiwa ini memberikan pengaruh negatif terhadap proses perdamaian di Aceh. Banyak yang berspekulasi bahwa keberadaan teroris di Aceh akan menarik perhatian tidak hanya pada level nasional, tetapi juga internasional. Selang beberapa hari setelah peristiwa tersebut, Gubernur Aceh Irwandi Yusuf mendatangi rumah sakit di Banda Aceh untuk memastikan bahwa korban yang tewas dalam baku tembak antara aparat keamanan dan teroris bukanlah orang Aceh. Dia, pada akhirnya, sampai pada kesimpulan bahwa teroris bukanlah didominasi oleh orang Aceh. Perhatian rakyat Aceh saat itu adalah, jika banyak orang Aceh yang direkrut oleh kelompok teroris, maka boleh jadi, pemerintah pusat akan mengadakan operasi militer terhadap jaringan tersebut dan tentu saja akan memberikan pengaruh terhadap wajah keamanan Aceh secara umum.
Selama hampir dua bulan, isu teroris sangat mengemukan di media masa. Tidak sedikit dari teroris yang tewas oleh operasi yang dilakukan oleh Densus 88, sejak dekan dengan gunung seulawah, Lhoknga, dan di Medan. Di Jakarta, orang yang paling di cari di Asia Tenggaran, Dulmatin akhirnya tewas di Banten. Aparat keamanan mencuringai bahwa Dulmatin tela membuka jaringan sel teroris di Aceh. Peristiwa ini memberikan gambaran yang cukup jelas tentang keberadaan terosis di Aceh yang samas sekali tidak di ingainkan oleh masyarakat Aceh. Dan upaya pembuahan sel teroris ini dilakukan oleh Dulmatin. Dia diduga bersama kawan-kawannya (Jaja dan Sunata) telah mendirikan basis latihan militer bagi generasi baru JL Asia Tenggara di Aceh. Setelah beberapa kelompok teroris ditangkap di Aceh, Medan, dan Jawa, agaknya mengindikasikan bahwa situasi damai di provinsi ini menjadi ‘surga’ bagi teroris untuk melakukan upaya-upaya pembinaan sel mereka.

Beberapa ulama lokal mengataka bahwa masyarakat Aceh tidak mendukung kegiatan teroris. Dalam salah satu pertemuan dikalangan NGO di Banda Aceh, selang beberapa hari setelah peristiwa di Jalin, wartawan senior menyebutkan bahwa teroris di Aceh ingin menyerang orang asing yang berkerja pada LSM internasional. Sebelum penyerangan di Jalin, memang telah terjadi beberapa upaya untuk menyeran staf internasional di Banda Aceh,seperti staf Uni Eropa, guru bahasa inggris di kampus UNSYIAH, dan warga Jerman. Beberapa kalangan menyakini bahwa penyerangan tersebut merupakan teror terhadap warga asing yang bekerja di Aceh. Saat itu, kalau terjadi penyerangan terhadap warga sipil, kerapa disebut dengan istilah Orang Tidak Dikenal. Namun demikian, setelah beberapa anggota teroris ditangkap, mereka mengakui bahwa telah melakukan penyerangan terhadap warga asing di Banda Aceh.(hlm 1206 vol 4)