Kisruh APBA yang di qanunkan dengan di pergubkan sudah berakhir dengan pengesahan Pergub oleh Mendagri di Jakarta pada tanggal 12 Maret 2018. Apa yang terlihat di Aceh secara keseluruhan memang terjadi kelesuan dan rendahnya daya beli masyarakat akibat lambatnya pengesahan APBA. Fenomena ini terjadi karena Aceh sangat bergantung kepada dana pemerintah. Padahal bila kita melihat ke belakang ketika awal berdirinya republik Indonesia, kontribusi rakyat Aceh sangat signifikan dalam menopang perjuangan mempertahankan eksistensi negara dari agresi Belanda, Inggris dan sekutu lainnya. Mengapa rakyat Aceh mampu berkontribusi? karena Aceh memiliki banyak Saudagar dan pedagang yang memiliki usaha-usaha produktif. Perubahan fase demi fase politik Indonesia telah mampu mengubah orientasi mendapatkan sumber penghasilan bagi rakyat Aceh. Era pra kemerdekaan dan tahun-tahun lima puluhan sampai tujuh puluhan, ekonomi rakyat Aceh ditopang oleh sektor perkebunan dan rempah seperti lada (spice), pala (nutmeg), cengkeh (clove), nilam (patchouli oil) dan berbagai komoditas pertanian lainnya yang mampu menyebabkan neraca perdagangan Aceh surplus (uang masuk ke Aceh lebih besar dibandingkan uang yang keluar dari Aceh). Bila dibandingkan dengan kondisi dua dasawarsa terakhir, Aceh justru mengalami kemunduran secara ekonomi. Basis-basis produksi yang tadinya menjadi andalan di Aceh secara perlahan mulai hilang. Aceh bukan lagi penghasil lada, kapasitas produksi nilam yang tadinya sebagai pemasok 90% ekspor nilam Indonesia sekarang hanya tinggal 20% dan bergeser ke Sulawesi, Lombok, Jawab Barat serta Jawa Timur. Dulu Aceh sebagai penghasil pala nomor tiga terbesar Indonesia setelah Sulawesi Utara dan Maluku, sekarang sdh tidak lagi masuk 10 besar produsen pala. Demikian pula untuk komoditi cengkeh.
Kondisi terpuruk secara ekonomi ini sedikit tertolong dengan adanya dana bagi hasil Migas yang disebut dengan dana otonomi khusus yang sudah bergulir sejak Tahun 2008, yang nilainya sebesar 2% dari Dana alokasi umum (DAU) nasional sampai tahun 2022. Setelah Tahun 2022 maka nilainya akan berkurang menjadi 1% dari DAU Nasional. Sudut pandang kita kali ini diarahkan kepada dampak dari adanya dana Otsus ini terhadap pengurangan angka kemiskinan di Aceh. Ternyata setelah 10 tahun berlangsung, dampak kehadiran dana otsus belum terlihat nyata terhadap indikator makro seperti pertumbuhan ekonomi, demikian pula terhadap pengurangan penduduk miskin di Aceh. Sejak tahun 2008 sampai saat ini pertumbuhan ekonomi kita secara rerata hanya berkisar antara 2-3%, sedangkan angka kemiskinan hanya menurun dari 28% menjadi 15,89% di periode September 2017. Angka kemiskinan ini masih jauh di atas rata-rata nasional yang sudah dibawah 11%, juga di atas provinsi tetangga Sumatera Utara yang hanya sekitar 10%. Bahkan Aceh merupakan provinsi yang memiliki persentase angka kemiskinan tertinggi di Sumatera, padahal nota bene provinsi lain tidak memiliki anggaran pendapatan dan belanja sebesar provinsi Aceh.
Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan Bappeda Provinsi dan Pemerintah kabupaten kota di awal Maret baru-baru ini, ditemukan indikasi bahwa dana otsus yang dinikmati selama 10 tahun terakhir tidak digunakan untuk sektor-sektor produktif dan investasi, namun lebih banyak digunakan untuk pembiayaan konsumtif. Kalaupun ada sebagian yang dialokasikan untuk sektor produksi dan investasi, namun mayoritas tidak fungsional dan mampu menopang sektor produksi masyarakat. Selain faktor pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan, ternyata pelayanan dasar pun belum mampu menujukkan perbaikan yang berarti, seperti bidang kesehatan dan pendidikan. Padahal kedua jenis pelayanan dasar ini merupakan bagian penting dalam investasi sumberdaya manusia yang berujung kepada peningkatan kesejahteraan rakyat.
Apa yang perlu kita lakukan dalam 9 tahun ke depan menjelang berakhirnya dana Otsus ini, perlu menjadi kepedulian semua kita untuk mendorong pengalokasian belanja difokuskan pada sektor produktif dan pelayanan dasar saja. Tidak ada lagi penggunaan anggaran terhadap sektor-sektor non produktif yang rendah daya ungkit terhadap pembangunan ekonomi dan kesejahteraan rakyat, baik jangka pendek maupun jangka menengah. Diskusi-diskusi yang lebih tajam perlu dilakukan oleh berbagai elemen masyarakat untuk menjadi bahan masukan bagi pengambil kebijakan dalam perencanaan pembangunan Aceh di masa yang akan datang.
Congratulations @ellysufriadi! You received a personal award!
You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking
Do not miss the last post from @steemitboard:
Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!
Congratulations @ellysufriadi! You received a personal award!
You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking
Do not miss the last post from @steemitboard:
Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!