Review Seri Acehnologi Vol. III (Jejak Spirit Aceh)

in #indonesia6 years ago

Dalam bab sebelumnya ketika membahas Kerak Peradaban Aceh, kita telah sama-sama mengetahui bahwa Aceh ditopang oleh 3 kekuatan yang mana kekuatan tersebut sekaligus membentuk jati diri orang Aceh. 3 kekuatan yang dimaksud yaitu, spirit keislamaan, spirit kebudayaan, dan siprit ilmu pengetahuan.

Sekarang kita telah memasuki bab baru yang berjudul Jejak Spirit Aceh, penulis dalam bab ini mencoba membuka kembali kajian mengenai spirit di Aceh yang tidak lain akan berkaitan dengan studi kosmologis.

noha-otisk-pisek-pedikura-freeimages-seher-girgin-small.jpg
Source

Agaknya arah pembahasan bab ini ialah menelusuri kembali rekam Jejak Spirit Aceh era endatu yang telah lama hilang ditelan waktu. Hal ini bisa dikatakan karena orang Aceh cenderung memiliki energi negatif sehingga untuk memunculkan kembali spirit positif akan susah terealisasikan khususnya dalam membangun Aceh.

Hingga kini pun, fungsi spirit Aceh tidak lagi menghasilkan sistem berpikir dalam kehidupan kebudayaan Aceh. Itu disebabkan oleh hal-hal yang bersifat spirit tidak mampu diterjemahkan ke dalam realitas kehidupan nyata masyarakat.

Padahal ketika kita lihat fakta akan fenomena spirit di Aceh agaknya masih tersisa dan dapat kita lihat secara nyata dalam kehidupan masyarakat gampong khususnya. Fenomena tersebut misalnya ketika orang Aceh mengucapkan krue semangat ketika seseorang tertimpa suatu masalah secara mendadak, atau ketika orang Aceh mengucapkan krueee... ketika sedang melantunkan syair, atau ketika petani Aceh menggunakan istilah krue dalam melakukan proses keumirue dalam memanggil angin.

Contoh-contoh diatas tidak lain tidak bukan merupakan suatu kekutan spirit yang diyakini oleh orang Aceh untuk menyeimbangkan kekuatan dari luar manusia dengan kekuatan yang ada dalam diri manusia. Praktik tersebut masih bisa kita jumpai hingga hari ini di dalam ruang kehidupan masyarakat Aceh.

Dengan melihat gejala-gejala tersebut, mampukah orang Aceh menggali lagi aspek-aspek fondasi spirit Aceh? Penulis mengatakan bahwa hal tersebut tentu saja akan berkaitan dengan aspek ruang dan waktu. Proses membangkitkan kembali fondasi tersebut dalam konteks kekinian tidaklah mudah. Hal ini disebabkan ketiadaan upaya untuk melakukan transformasi mengenai kekutan yang abstrak yang muncul di dalam masyarakat Aceh.

Hilangnya sistem berpikir yang abstrak tersebut, membuat masyarakat kini mementingkan sistem berpikir yang bersifat materi. Inilah yang amat disayangkan akan generasi Aceh saat ini. Ketika tak ada lagi sarjana muda yang mengkaji secara serius mengenai spirit Aceh, maka falsafah materialisme akan meracuni sistem kehidupan mereka sendiri dan juga rakyat Aceh.

Hal-hal lain yang membuat spirit Aceh sirna yaitu perubahan status NANGGROE (negeri) ke DAERAH yang menyebabkan disfungsi pengalam historis masyarakat Aceh. Mengingat dulunya kita menggunakan AMA (Adat Meukuta Alam) sebagai "Undang-Undang" pemerintah Aceh, namun semua adat yang merupakan undang-undang kini telah dianggap sebagai warisan kebudayaan yang harus dilestarikan. Simbol-simbol kerajaan Aceh tempoe doeloe agaknya hanya bisa dinikmati di museum.

Selanjutnya juga spirit intelektual yang ada di Aceh telah dianggap "bahan kuno" yang juga harus dilesterikan dan boleh dilihat saat ada pameran pembangunan.

Penulis mengatakan, hal-hal tersebut telah menyebabkan spirit atau keinginan untuk melibatkan diri dalam pembangunan Aceh lebih dipandang dengan asas mencari keuntungan pribadi dan kelompok semata. yang menyebabkan pembangunan di Aceh tertatih dan pengaruh terhadap dunia internasional semakin redup. [Hal. 770-771] Salah satu solusinya dalam membangkitkan kembali spirit melalui pejuang dan budaya adalah dengan mengadakan "dialog" antara masa sekarang dengan masa lau, untuk membangun Aceh ke depan.