Daerah Aceh merupakan daerah yang penuh tradisi, budaya, norma dan juga nilai-nilai agama yang kesemuanya terintegrasi dalam relung kehidupan masyarakat Aceh yang tentunya merupakan simbol tersendiri bagi orang Aceh untuk membedakan ia dengan bangsa atau masyarakat lainnya.
Begitu banyak tradisi yang hidup dalam masyarakat Aceh yang antara satu daerah tipe masyarakat dengan daerah lainnya memiliki tradisi tersendiri yang telah hidup dan berkembang dari masa endatu hingga sekarang.
Tradisi dan budaya yang berkembang di Aceh selalu dikaitkan dengan ketentuan agama, agar tidak keluar dari koridornya. Selama ia dipandang baik oleh agama maka masyarakat Aceh akan terus menghidupan tradisi dan budaya tersebut. Namun tak luput pula dari pandangan bahwa masih terdapat budaya dan tradisi yang dianggap bertentangan dengan nilai-nilai agama.
Pada tulisan kali ini saya bukan akan mengupas masalah tradisi atau budaya yang bertentangan tersebut, namun lebih kepada memberikan informasi kepada masyarakat luar Aceh bahwa di Aceh terdapat tradisi meugure, salah satunya adalah Beut Drah. Tentu saja ini merupakan tradisi yang mengandung penuh akan nilai-nilai agama. Sebelumnya juga saya pernah menyinggung tentang Tradisi Berguru di Aceh.
Beut Drah merupakan dua kata yang bermakna Beut (Ngaji) dan Drah (penjelasan), secara pribadi saya mengistilahkan beut drah yaitu merupakan pengajian kitab arab jawi dengan metode memberikan penjelasan dari setiap penggalan kalimat oleh sang teungku kepada para jamaah pengajian.
Biasanya beut drah ini dilakukan di luar dayah, yaitu di masjid-masjid yang terdapat di suatu wilayah. Para jamaahnya pun rata-rata merupakan orang dewasa dan lanjut usia, hanya segelintir para remaja dan anak muda yang mengikuti pengajian tersebut, karena biasanya mereka yang muda-muda langsung meugure di dayah yang ada di daerah mereka masing-masing.
Saya adalah salah satu orang yang mengikuti beut drah rutin setiap minggunya. Di daerah saya beut drah selalu diadakan pada malam sabtu, namun di daerah lain ada juga yang berbeda sesuai dengan jadwal teungku yang mengajarkan tersebut. Biasanya dilaksanakan sekali atau dua kali kali dalam seminggu.
Berdasarkan pengalaman saya, kitab yang di ajarkan yakni kitab fiqh (sabilal muhtadin), dan juga sering diselingi dengan kitab tasawuf atau tauhid di akhir menit sebelum pulang. Pengajian ini dilaksanakan ba'da isya hingga kira-kira pukul 10.30 malam atau lebih sedikit.
Demikianlah sedikit gambaran yang bisa saya paparkan melalui tulisan ini tentang beut drah yang ada di Aceh.
Semoga tradisi ini bisa terus ada hingga kepada generasi-generasi selanjutnya agar setiap individu bisa memperoleh ilmu agama walaupun ia telah dewasa dan dapat dijadikan rujukan masyarakat Aceh dalam menyelasaikan setiap permasalahan agama yang belum ia pahami langsung dari orang yang paham akan hal tersebut, Teungku.
Beut semuebeut. sebuah visi yang solid
betoi that nyan bang
Congratulations You Got Upvote
& Your Content Also Will Got Curation From
You received an upvote as your post was selected by the Community Support Coalition, courtesy of @sevenfingers
@arabsteem @sevenfingers @steemph.antipolo
Thanks sir, glad to hear that ☺️