Tuhan dan Manusia atau sebaliknya, jika kita pikir pikir itu merupakan satu kesatuan yang tidak akan pernah terpisahkan dalam kehidupan sehari hari. Dalam bab ini akan dijelaskan tentang hal tersebut, yang mana ilmu kemanusiaan dikenal dengan istilah humaniora. Ilmu tentang ketuhanan dikenal dengan istilah ilmu teologi ('ilm al-kalam). Dalam bab ini penulis akan menyoroti mengapa manusia perlu berfikir tentang Tuhan? Karena buku ini tentang ke-Aceh-an maka, Kajiannya lebih erat dengan kedudukan manusia dan Tuhan (Allah) di Aceh.
Sebelumnya di Aceh, telah di bahasa dalam beberapa buku atau kitab karya dari pada ulama dan tokoh tokoh yang membahas tentang manusia dan Allah. Seperti karya dari Syeikh Hamzah Fansuri, Syeikh Abd. Rauf as-Singkili, Syeikh Nurdin Ar-Raniry dan lain sebagainya.
Dalam pembahasan masalah ini sangat erat sekali kaitannya dengan alam ghaib, yakni alam yang tidak terlihat secara nyata atau kasat mata, tapi bisa kita rasakan keberadaan dengan hati nurani atau bathin. Mata hanya mampu melihat yang nyata tetapi tidak mampu untuk merasakan yang bathin. Bathin itu bergantung dengan hati yang erat kaitannya dengan kepercayaan, seperti yang tertera dalam Rukun Islam percaya kepada Allah, Malaikat dan Rasul, tidak bisa dilihat secara kasat mata tetapi mampu kita rasakan dengan hati nurani dan bathin. Studi ini dikenal dengan istilah ilmu kebathina atau Tasawuf.
Segala yang ada di dunia ini hanyalah fana dan fatamorgana semata, bagaimana tidak, contoh kecilnya adalah diri kita sendiri. Semua lengkap, di bawah kulit ada daging, tulang, darah, jantung dan lain sebagainya yang bekerja sama untuk menghasilkan suatu gerakan ataupun tindakan dan lainnya, tetapi itu semua sangat bergantung kepada Ruh, jika ruh ada maka semua akan berjalan normal seperti biasa dan sebaliknya jika ruh sudah di cabut oleh sang khaliq, maka apalah daya semua anggota tubuh kita tidak akan berfungsi, seperti benda mati yang tak berguna lagi. Semakin kita merasakan ruh tersebut, maka semakin sering kita berfikir bahwasanya dunia ini hanyalah fana dan akhirat selamanya.
Di dunia ini kita menjalankan segala aktifitas sebagai makhluk dan menjalankan apa yang diperintah dan dilarang Allah, kemudian akan kita pertanggungjawabankan di alam barzakh. Kita sebagai makhluk harus mengenali diri kita dahulu, sebelum ingin menggali dua hal lain yaitu alam sekitar dan pencipta. Sebagai 'abd (hamba) kita harus mencari dan menggali ilmu sedalam mungkin yang berguna dalam segala bidang baik ibadah, aqidah, muamalah, dan lain sebagainya, guna untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Posisi manusia yang berilmu lebih baik daripada jin, iblis, dan malaikat, itupun jikalau kita mengamalkannya, jika tidak maka ilmu tersebut sama dengan bohong. Maka tidak dapat dipisahkan antara dua hal yakni ruh dan ilmu dalam diri manusia.
Jika ingin mempelajari din, maka harus mengikuti millah yang pernah dilakukan oleh Nabi Ibrahim a.s. Millah berarti metode, sedangkan din diartikan sebagai janji-janji. Maksudnya adalah suatu metode untuk menjalankan perintah dan larangan Allah, yakni orang yang takut kepada Allah, istilah ini disebut mukmin dan muttaqim. Orang yang mampu melakukan kedua hal tersebut dikenal dengan Ulama, sedangkan yang paling atas adalah Aulia. Mereka mengetahui banyak yang tidak kita ketahui (manusia biasa). Tetapi mereka tidak menganggap mereka Tuhan maupun Nabi atau Rasul.
Dalam Syair Ruh, Syeikh Hamzah Fansuri bahwa:
Syari'at akan ripihnya
Thariqat akan budinya
Hakikat akan tirainya
Ma'rifat yang wasil akan isinya.
Dalam bab ini penulis juga membahas buku Syeikh Hamzah Fansuri, yang sulit saya uraikan dalam review saya ini. Mungkin kita dapat membaca nya agar paham apa inti daripada yang ingin disampaikan penulis.
Jadi pada intinya bab ini menjelaskan tentang bagaimana kita sebagai hamba mendekat diri kepada Allah, dengan melalui berbagai perangkat ilmu pengetahuan. Dimana kita dapat menggabungkan antara raga, bathin dan yang ghaib sebagai suatu ilmu pengetahuan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Serta membahas juga tentang sifat Allah melalui buku-buku Syeikh Hamzah Fansuri dan Syeikh Nurdin Ar-Raniry.
Sort: Trending