Sahabat steemian...
Siang ini saya akan berbagi sedikit catatan tentang pertemuan ke-6 Forum Aceh Menulis (FAMe) chapter Bireuen yang berlangsung pagi tadi, Minggu (27/5/2018) di ruang sidang kampus Unimus, Matangglumpangdua, mulai pukul 10.15 s.d. 12.45 WIB. Kali ini kami belajar tentang bagaimana menulis opini, yang disampaikan oleh Asmaul Husna, koordinator FAMe chapter Lhokseumawe dan dimoderatori oleh Fitri, anggota FAMe.
Asma memulai forum dengan satu pertanyaan ringan. Apakah bapak, ibu, adik-adik, kakak-kakak, pernah menulis? Suasana forum terasa hening sesaat. Kemudian muncul beragam jawaban dari peserta. Rata-rata menjawab tidak, tetapi ada juga yang menjawab ada. Asmaul Husna sedang memberi materi
Kemudian Asma melanjutkan. Tahukah bapak-ibu sekalian bahwa manusia modern menulis minimal 1000 kata setiap harinya. Mulai dari membuat postingan, whatapps, sms di media sosial, menjawab salam, memberi komentar, dan sebagainya. Jika mereka menulis minimal 1000 kata perhari, maka mereka juga membaca lebih daripada itu.
Lalu apa yang menjadi kendala atau monster ketika menulis? Asma menguraikan beberapa hal yang menjadi kendala besar yang paling banyak dialami para penulis pemula, di antaranya: (1) Adanya pikiran bahwa menulis itu adalah sesuatu yang sukit, bahkan sangat sulit; (2) Tidak tahu bagaimana cara memulai menuliskan kalimat pertama, dan juga susah mengakhirinya; (3) Merasa tertekan oleh deadline. Dalam hal ini ada tipe penulis yang siap menulis jika dibatasi deadlinenya. Ada juga sebaliknya;
Berikutnya yang ke (4) Adanya kekhawatiran akan menghasilkan pikiran dan tulisan yang buruk sehingga merasa malu jika dibaca oleh banyak orang; dan (5) Munculnya suudhan kalau tulisan kita tidak pantas dimuat di media massa. Slide Asmaul Husna
Untuk menghindari monster tersebut, Asma memberikan motovasi dengan mengatakan bahwa semua penulis hebat itu tetap memulai kariernya dengan status penulis pemula. "Lalu apa bedanya kita dengan mereka, para penulis hebat itu," tanya Asma.
Asma melanjutkan, ada beberapa tips rahasia untuk menjadi seorang penulis, di antranya: (1) Seorang penulis pemula hendaknya punya buku "catatan monyet" --sebuah catatan kecil-- untuk menulis ide-ide yang muncul tiba2. Ide-ide itu langsung di catat. Kalau tidak ide itu akan pergi lagi dan menghilang dengan sendirinya.
Berikutnya rahasia penulis yang ke (2) Rajin-rajinlah mencatat dan berkhayal. Karena dalam menulis, daya khayal menduduki posisi penting bagi seorang penulis; (3) Seorang penulis harus peka dan pandai membaca situasi dan kondisi lingkungannya. Peserta nampak serius mengikuti materi
Menurut Asma, seorang penulis dikatakan berkelas memiliki ciri. Misalnya tidak pernah menjelek-jelekkan nama sendiri di media sosial. Tidak menulis dengan kata atau bahasa yang kacau dan menyiksa pembaca. Misalnya menulis kata "BaP4k, H4r!, iNi K!tA" atau dalam contoh kalimat menulis tanya "Ud4h mAk4n T!4nk ?" Contoh di atas sangat tidak dibenarkan dalam menulis opini.
Untuk menulis opini atau sesuatu karya ilmiah lainnya kata Asma tentunya ada syarat dan ketentuannya. Syarat utama menulis opini sebenarnya sangat sederhana, yaitu dengan membaca referensi yang berhubungan dengan tulisan yang akan kita tulis. Syarat berikutnya adalah membaca, selanjutnya baru membaca lagi. Baru kemudian menulis. Catatan seorang peserta tentang materi yang didapat
Ketika menulis, terdapat beberapa kendala yang memang paling sering dialami seorang penulis. Kendala tersebut adalah rasa
bosan, adanya godaan (lagi menulis ada teman yang mengajak minum kopi misalnya), kehilangan semangat, dan tidak konsisten. Karena itu kita harus menanamkan pada diri kita bahwa menulis itu adalah bicara soal konsistensi, dan harus dilakukan secara terus menerus.
Lalu bagaimana memulai menulis? Untuk memulai menulis, menurut Asma hanya ada satu cara, yaitu mulailah! Menulislah tentang apa yang sedang kita pikirkan. Tanpa harus menunggu adanya kata atau kalimat yang pas dan tepat, baru kita mulai. Kita mulai saja dulu, nanti jika sidah siap akan masuk tahapan berikutnya yaitu editing.
Hal terpenting sebelum menulis adalah adanya ide atau gagasan yang akan ditulis. Untuk menggali ide tulisan tersebut, ada beberapa cara yang dapat dilakukan, di antaranya membaca buku, koran, majalah, jurnal, browsing internet, dan lainnya. Ide juga bisa kita dapatkan dari pengamatan terhadap peristiwa aktual, kebijakan pemerintah, menonton, lagu, sosok, perjalanan, pengalaman pribadi, materi obrolan dan sebagainya.
Dalam menulis opini, tiga unsur utama yang paling penting ada atau sering disebut anatomi opini adalah kepala (judul), tubuh (masalah/ permasalahan), dan kaki (penutup) yang berisi solusi bagi permasalah di atas.
Adapun tahapan menulis opini adalah dengan membuat persiapan penulisan/ prewriting (pencarian ide atau gagasan, menguji ide, memilih topik, mengumpulkan data, membuat kerangka tulisan (out line). Berikutnya melaksanakan penulisan/ writing (membuat intro atau kalimat pembuka, membuat isi artikel, dan ending/ kesimpulan/ kalimat penutup). Dan yang terakhir adalah memperbaiki tata bahasa yang kurang tepat. Atau dalam istilah lain menyamak najis-najis linguistik. Hal ini dilakukan dalam proses editing.
Di akhir sesi masing-masing kami diberikan tugas untuk menulis opini tentang apa saja, asal memenuhi syarat untuk sebuah opini. Batas waktu penyelesaiannya adalah satu minggu. Artinya di pertemuan berikutnya Insya Allah pada Sabtu depan, sudah harus siap. Semoga saja. Foto: Team FAMe
Demikian sahabat steemian. Semoga sajian saya siang ini bermanfaat.
Salam,
@farizalm
Jadi seorang penulis itu memang gak bisa instan. Semua ada prosesnya, dan lewat proses inilah kita berkembang menjadi penulis yang lebih baik. Yang terpenting konsistensi
Yup...
Postingan yang sangat bagus dan bermakna bagi para penulis pemula.sukses selalu @farizalm
Trimakasih komentarnya.
Mantap, ulasan yg nenarik
He.... "Tutup mulutmu, lalu menulislah." hana pat loh teori nyan?
Saya ingin menjadi guru penulis hebat.
Jroh pak @ifwadi
Menulis ibarat pemain bola kaki profesional, latihan latihan latihan dan latihan, baru bertanding. Dalam menulis juga diperlukan pelatih untuk mengarahkan bagaimana cara menendang bola agar akurat. Dan yang jadi pelatih tentunya sudah pernah jadi pemain bola profesional.
Mantap analogi komentarnya bang @danisyarkani