Yarmen Dinamika, Motivator Menulis Pertamaku

in #indonesia7 years ago (edited)

“Semua orang bisa jadi penulis, kecuali mereka yang tidak mau,”

Ungkapan tersebut masih saya ingat hingga sekarang. Kalimat yang keluar dari mulut Yarmen Dinamika itu menegaskan, menulis bukanlah bakat atau warisan keturunan, melainkan siapa yang mau belajar, maka ia akan menjadi penulis.

Pertama kali mengenalnya, ketika saya masih duduk di bangku kuliah semester V, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah, IAIN Ar-Raniry (UIN Ar-Raniry sekarang). Redaktur Pelaksana Harian Serambi Indonesia itu mengajarkan mata kuliah Pengantar dan Sejarah Jurnalistik.
1.jpg
Yarmen Dinamika saat sedang mengisi kelas Forum Aceh Menulis (FAMe).

Darinya saya mengetahui asal-usul kewartawanan zaman Romawi Kuno, di mana Raja Julius Caesar menugaskan empat penunggang kuda (actuarii) menuju empat arah mata angin (Utara, Selatan, Barat dan Timur). Mereka diperintahkan untuk mencatat setiap informasi penting yang sedang terjadi pada tujuan masing-masing, seperti; peperangan, batang tumbang, hingga berita kematian.

Informasi tersebut mereka bawa pulang ke istana dan menempelkannya di papan Acta Diurna (cikal-bakal koran hari ini). Masyarakat yang ingin mengetahui informasi, mendatangi papan tersebut untuk membaca apa yang terjadi di belahan daerah lain.

Lambat laun, para actuarii yang tadinya empat personel, ditingkatkan menjadi delapan orang, sehingga informasi yang diperoleh masyarakat semakin luas. Maka dari itu, kita berterima kasih kepada para jurnalis/wartawan dan penulis yang telah menyajikan informasi, karena berkat mereka, kita menjadi banyak pengetahuan.

Melihat cara Yarmen Dinamika menyampaikan setiap materi jurnalistik, saya memutuskan, dosen favorit saya saat itu adalah dirinya. Apa yang diajarkan bukan teori semata, melainkan pengalaman-pengalaman lapangan yang dilakoninya sejak menjadi wartawan lebih dari dua puluh tahun. Kami satu unit terkesima mendengar paparan kiprahnya di dunia tulis-menulis.
2.jpg
Mengisi kelas FAMe di Anjungan Aceh Singkil, Taman Sultanah Safiatuddin.

Pria kelahiran Aceh Singkil ini dikenal sebagai sosok yang ramah. Hubungan kami tidak hanya di ruang kelas tetapi juga di luar kelas. Jika di kelas, hubungan kami hanya sebatas dosen dan mahasiswa. Namun di luar, ia menjadikan kami sebagai teman. Bahkan, saya pernah disapa duluan ketika bertemu, padahal saya lebih muda.

Suatu ketika saya pernah menghadiri sebuah forum yang pematerinya dari luar negeri. Acara itu digagas dosen Fakultas Hukum Unsyiah, Saifuddin Bantasyam. Saya lupa nama forum tersebut. Kebetulan Yarmen Dinamika menjadi narasumber mewakili media.

Saya ketika itu sudah bekerja di sebuah media online The Globe Journal milik Radhi Darmansyah. Di depan forum tersebut, dia menyebutkan nama saya bahwa kami sama-sama jurnalis, sehingga seisi ruangan melihat ke arah saya.

Walaupun saya merasa sedikit minder, namun saya merasa diberi penghargaan di depan umum. Begitulah bentuk dia menghargai kami yang masih muda. Begitu juga ketika ada karya-karya peserta didiknya, selalu mengapresiasi walaupun setelahnya dikoreksi berdarah-darah.

Ketika membuat tugas akhir, Yarmen menjadi salah satu penguji skripsi saya. Saya mengangkat tema “Analisis Press Release Lembaga Swadaya Masyarakat Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh”. Dari judul saja saya sudah mendapat koreksi yaitu penulisan kata “anti” yang seharus terikat dengan kata “korupsi”. Namun saya tak bisa mengubahnya lagi karena itu kesalah dari lembaga GeRAK itu sendiri.
hayat sidang.jpg
Foto bersama usai sidang skripsi. Sumber

Skripsi saya tebalnya 130 halaman. Hampir setiap halaman ‘dicincang’ karena bahasa yang saya gunakan masih banyak yang tidak baku, tidak sesuai Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Tapi saya puas, karena waktu sidang akhir (munaqasyah), skripsi saya dianjurkan untuk dijadikan buku oleh pembimbing pertama, Baharuddin AR. Menurutnya, di Fakultas Dakwah belum ada yang membuat penelitian serupa. Bahan ajaran untuk mata kuliah press release pun masih terbatas. Jadi wajar setelah saya cetak skripsi, salah seorang dosen yang mengampu mata kuliah tersebut meminta saya mencetak lebih untuknya.

Berkat tema skripsi tersebut, saya mendapat undangan beberapa kali untuk mengisi pelatihan teknik menulis press release. Semester lalu, tahun 2017, saya juga dipercaya mengajar mata kuliah press release untuk dua unit di jurusan yang sama tempat saya kuliah, walaupun saya belum menyelesaikan pendidikan master.

Kami sudah jarang bertemu sejak saya tamat kuliah. Terakhir, pertengahan 2017, saya melihat status facebooknya sering mengisi kelas forum menulis yang hanya dihadiri mahasiswa dari Barat Selatan (Barsela). Saya minta ikut, ia mengizinkan. Maka kini di forum tersebut tidak hanya dihadiri oleh orang barsela saja, tetapi seluruh Aceh, seperti saya dari Aceh Utara, Ihan Nurdin dari Aceh Timur, dan beberapa penulis dari kabupaten/kota lainnya.

Forum tersebut kini sudah berubah namanya menjadi Forum Aceh Menulis (FAMe). Forum ini diasuh langsung oleh Yarmen. Ia memberi perhatian penuh dalam melahirkan kader penulis di sana. Peserta tanpa perlu membayar sepeser pun, gratis.

Tidak hanya dirinya, untuk memperkaya wawasan peserta didik, ia juga mengundang beberapa ahli di bidang kepenulisan dan bidang lainnya. Ia pernah menghadirkan dosen sastra Unsyiah, Wildan Abdullah, dosen penulisan feature, Fairus Ibrahim, terakhir juga mengajak Saifuddin Bantasyam untuk mengajar public speaking di FAMe.

Jam terbang Yarmen Dinamika tidak diragukan lagi. Walaupun tidak pernah kuliah S3, tapi wawasannya sekaliber doktor. Ia sudah terbiasa mengisi acara dan menjadi moderator forum-forum besar. Bukan hanya di bidang menulis saja ia geluti, melainkan isu perdamaian, resolusi konflik, penanggulangan risiko bencana hingga persoalan minyak dan gas di Aceh.
4.jpg
Yarmen Dinamika saat menjadi moderator pelatihan jurnalisme naratif yang diisi oleh Pakar Jurnalisme AS, Prof Janet Steele di Aula Fakultas Hukum Unsyiah.

Saya pernah sekali waktu semeja dengannya, ketika salah seorang delegasi perdamaian dari Thailand ingin belajar tentang perdamaian Aceh. Mereka ingin mewawancarai wartawan Aceh terkait proses perdamaian. Kebetulan Saifuddin Bantasyam merekomendasikan Yarmen dari media cetak dan saya mewakili media online.

Saya banyak mendapat motivasi dan ilmu-ilmu soal kepenulisan dari Yarmen. Hasil transfer ilmu darinya, beberapa kali tulisan saya dimuat di halaman rubrik opini Harian Serambi Indonesia. Terakhir, tahun 2017 ada tiga tulisan saya dimuat di sana. Belum lagi ratusan berita press release yang saya buat dan reportase ringan dimuat media.

Katanya, menulis itu baik. Benar atau salah itu proses. Tekun dan berlanjut adalah jalan kepada kesempurnaan. Ia selalu mengulang-ngulang dalam setiap pelatihan menulis, bahwa menulislah dengan gaya crystal writing, bukan octopus writing.

Crystal writing merupakan tulisan bentuknya ibarat kristal. Dengan kata lain, menulis dengan seindah warna aslinya dan enak dibaca dari sudut mana pun. Bukan sebaliknya, octopus writing yaitu penulis tipe gurita yang menggelapkan tulisannya dengan “tinta” sehingga menyulitkan pembaca memahami maksud dalam setiap kalimat.

“Kelemahan kedua tipe ini adalah penulis yang doyan menenggelamkan pembacanya ke dalam lautan kata-kata. Padahal prinsip menulis itu adalah less is more dan keringkasan adalah jiwa dari jurnalisme modern,” Yarmen menjelaskan.[]
hayat s.jpg
Postingan Sebelumnya:

Sort:  

sangat bermanfaat bang.

bermanfaat apanya? hahahaha...

bermanfaat krn produktif

tulisan kakanda @hayatullahpasee menjadi pedoman buat saya yang baru belajar menulis. heheheheh

Oouh mantap... Sering menulis biar kita belajar bersama sama

Komentar lon mantap sagai beuh

menye komentar mantap, sang bak hi hana baca.... :D hahaha

pernah beberapa kali jd moderator saat beliau jd pembicara. memaang sangat memukau dengan ilmu yg luas.. luar biasa

ilmu jurnalistiknya sudah diakui, tak banyak orang seperti beliau, perlu ada kaderisasi

Bang Yarmen adalah Guru saya juga, kami sering bertemu dulunya saat proses Rehabrekon Aceh pasca bencana Gempa dan Tsunami landa Aceh. Apakah Bang Yarmen sdh membuat Akun di Steemit? Salam dari saya ya...Arbi NGO. Haha

Bereh tat tulisan nyoe..lanjutkan.

hehehe.. beliau sosok yang ramah dan mudah berteman dengan siapapun..... oya soal steemit sepertinya sudah beliau buat, entah sudah dikasi pasword atau belum, tapi beliaulah yang memotivasi kami menghadirkan materi steemit di FAMe dan mengundang bang Risman, sebab sebelumnya di Kota Lhoksemawe sudah duluan dihadirkan materi itu yang diisi bang @ayijufridar...

Belum pernah ketemu langsung dengan beliau, tapi mendengar nama sohornya udah sering kali dari sosok para GIB kita.

Dan kk percaya penuh, bahwa beliau sangatlah menginspirasi, dan seorang motivator kepenulisan yang handal. :)

Omen kak, paten kali orangnya kak..... nanti kalau ketemu kakak harus curi ilmu beliau yang super itu....

Aku pertama melihat Pak Yarmen 2005 kalau tak salah, dalam sebuah pelatihan jurnalistik yang dibuat oleh PEMA Unsyiah ketika itu. Tapi waktu itu aku masih belum sadar siapa beliau hahahaa....

2005 itu pascatsunami ya, berarti masih banyak-banyak NGO gitu ya, karena beliau juga aktif di rehab-rekon..

Bang Haya, terimalah saya menjadi muridmu. Saya mohon.

Ho ho ho, bek macam-macam, bang @citrarahman yang harus mengajarkan lon, droeneuh leubeh seunior.. Hahaha

Mana bisa kektu...

Guru saya juga di bidang Kehumasan

Bertuss.... Multi talen...

Sampai saat ini belum rezeki bertemu Pak Yarmen sebab waktu ngumpul FAMe ga berjodoh dengan ngurusin anak-anak.

Moga suatu hari diizinkan Allah belajar langsung dari Pak Yarmen.

Atau belajar dari @hayatullahpasee selaku anak didiknya (sangat) boleh juga..

Hahahaha.... Guru sama murid beda jauh... Kalau masih ada guru, curilah ilmu gurunya sebanyak-banyaknya... :D

Jangankan tulisan, chat dgn beliau saja membuat kita belajar banyak tentang keteraturan bahasa. Apalagi sekarang hadir kelas FAMe. Lengkap sudah. Beliau memang penggerak literasi Aceh

Inilah nikmat yang harus kita syukuri @asmaulhusna91... Kehadiran belia memberikan manfaat buat generasi muda.. Semoga kita mengikuti jejak beliau...

Hehe...
Amin.
Beliau seperti kamus berjalan. Bandum geu teupeu 😁

Kamus bahasa Indonesia

Bang Yarmen Dinamika salah satu guru jurnalistik saya di Serambi Indonesia. Beruntung sekali bisa belajar langsung dari beliau.

Benar sekali bang @ayijufridar, ilmunya sangat luas dan murah hati. Kami generasi yang beruntung.

Sosok guru yang selalu disenangi oleh muridnya inilah dia Yarmen Dinamika.
Btw, udah jadi buku belum skripsi yang dibuat tu?

Hahahah... Sampai sekarang belum Yell... Doakan bisa terbit