# 3
TRAGEDI
Sebuah café yang cukup sepi, namun juga cukup nyaman. Suasana mendung ini menemani kegiatan berbelanja bulanan kami sejak tadi pagi. Aku hanya menemani Bebi. Tapi sekarang kami sedang duduk menikmati secangkir lemon tea dingin. Aneh, di suasana mendung begini justru terasa begitu panas, sehingga minuman dingin menjadi pasangan yang ideal siang ini.
Aku mencoba menatap Bebi. Dia tidak seperti biasanya setelah apa yang ku ucapkan padanya kemarin. Aku tidak tau apa yang dipikirkannya. Tapi, melihat expresinya, ku rasa dia memang sedang memikirkan sesuatu. Haruskah aku memulai pembicaraan duluan? Haruskan aku menghiburnya? Ku rasa ini hanya akan menyulitkannya. Tapi…. Hmm, masa bodoh. Ini bukan urusanku. Bikin bingung saja!
Aku merogoh kantung celanaku. Ada sepotong coklat pemberian Petra di sana. Setiap bulan sekali Bebi di haruskan mengonsumsi coklat ini untuk membuat pikirannya tidak mampu mengingat masa lalunya. Sejenis obat penenang yang aku sendiri bahkan tidak tau kandungan apa yang terdapat di dalamnya. Sekali lagi aku menatap wajah Bebi. Haruskah ku berikan coklat ini? Bukankah aku berniat membuat dia mengingat masa lalunya sesegera mungkin? Lalu apa yang akan dilakukan agensi padaku nanti??
“Bebi. Apa kau bingung dengan ucapanku kemarin?” Setidaknya aku memulai untuk mencairkan suasana. Aku harus menarik kepercayaannya lebih dahulu.
“Aku tidak tau.” Bebi hanya menjawab dengan wajah datar. Tangannya terlihat sibuk memainkan minumannya dengan sedotan.
“Aku minta maaf.” Aku mengeluarkan coklat itu dan menaruhnya di depan Bebi. Saat itu juga terdengar suara pintu café terbuka. Seorang gadis dengan pakaian yang sama dengan Bebi memasuki café. Apa ini hanya sebuah kebetulan?
“Coklat?” Ia terlihat kaget. Bukan seperti expresinya yang biasa. Tapi tiba-tiba saja dia tersenyum. Aku tidak melihat raut kesenangan dari senyum itu. Dia berbeda.
Petra memberitahukanku bahwa itu coklat terakhir, terjadi gangguan pengiriman dari Rusia selama sebulan terakhir. Petra berusaha memberitahukanku bahwa semuanya baik-baik saja, aku hanya harus melakukan tugasku seperti biasanya. Tapi aku tidak sebodoh itu. Selain agensi dimana aku bekerja, aku merasakan adanya beberapa agensi lain yang mencoba mengawasi Bebi. Aku rasa sebentar lagi akan terjadi perang diantara mereka. Tapi sebelum itu terjadi, aku harus…
“Apa aku harus makan coklat ini lagi?” Ucapan Bebi mengejutkanku.
“Kenapa? Kau tidak mau? Aku sudah bilang maaf kan?”
“Bukan.” Ternyata benar. Bebi menyadari sesuatu. “Apa semuanya sudah hampir selesai?”
“Aku ga ngerti.”
“Aku yang seharusnya bilang begitu,” Bebi masih tidak menatapku. Ia mengambil coklat di hadapannya dan memegangnya seolah itu adalah kelereng, namun dengan ukuran sedikit lebih besar. Karena suhu yang cukup panas, coklat itu sedikit mencair. “Apa kamu tau, Raf. Saat ini di daerah kita, sedang mengalami Adveksi . Itu sebabnya kita tetap merasa panas di saat mendung kelam begini”
Lagi! Dia kembali melakukannya. Membagi informasi yang sama sekali tidak biasa di lakukan anak seumurannya?! Kenapa aku tidak menyadarinya selama ini? Apa aku sudah dibohongi? Tapi sejak kapan? Bagaimana bisa dia mengatakannya dengan begitu tenang? Sial! Sial!!!
“Dari mana kau tau tentang hal itu? Kita tidak mempelajarinya di sekolah. Aku yakin itu. Apa dari internet lagi? Seperti sebelum-sebelumnya?” Seperti kandungan dalam tubuh manusia, saraf manusia, pohon Trembesi dan lainnya? Seharusnya aku menyadarinya dari dulu. Dia sudah terlalu banyak memberikanku informasi yang tidak seharusnya menjadi perhatian anak SMA. Aku lengah!
“Kamu kaget? Aku juga tau tentang coklat ini, Rafa.” Bebi kini menatapku. Tatapan yang begitu sendu.
“Sejak kapan?” Aku mulai emosi. “Selama ini kau selalu memakannya dengan senang. Apa itu artinya kau tau siapa aku?”
“Apa itu penting? Kamu sendiri yang bilang kan, harusnya aku menyadari siapa diriku sebenarnya.” Bagaimana bisa seorang gadis culun berubah begitu cepat. Selama ini dia memainkan perannya dengan begitu licik!
“Berhenti bermain-main!” Aku berdiri dan menarik kerah bajunya.
“Rafa!” Bebi terlihat begitu panik dan kaget. “Kita sedang di tempat umum!”
Ah ya. Hampir saja. Hampir saja… Aku cuma bisa menuruti perkataanya. Aku manarik tangannya dan menyeretnya keluar café. Emosi kini mengontrol tindakanku.
“Rafa! Tunggu!” Bebi hanya bisa mengikuti dengan terpaksa. “Rafa, lepasin!” Aku tidak peduli! Aku terus menyeretnya. Mencari tempat yang sesuai untuk menyelesaikan semua ini. Aku tidak mungkin membiarkan usahaku selama 2 tahun ini berakhir sia-sia.”Rafa sakit!!” Bebi menghentakkan tangannya berkali-kali. Usaha kerasnya tidak membuahkan hasil, dia tidak sekuat semangatnya.
Kami memasuki sebuah gang yang tidak jauh dari café tadi. Bukan gang sempit. Sebuah lorong pertokoan yang tidak seramai sebelumnya. Di sini akhirnya aku melepaskan peganganku padanya. Aku tau itu akan membuat pergelangan tangannya membekas.
“Apa selama ini kau sudah tau semuanya? Kau tau tentang aku dan keluargaku? Tentang adikku? Dan selama ini kau hanya diam saja??”
“Rafa, dengarkan…”
“Kau yang harusnya dengarkan aku!” Aku tau aku berlebihan untuk sesuatu yang belum jelas seperti ini. Tapi aku tidak bisa menahannya. “Aku melakukannya selama dua tahun. Apa kau pikir mudah bagiku melakukannya selama ini?” Aku benar-benar membenci gadis ini. “Menjadi pelayanmu? Itu menjijikkan.”
“Rafa! Dengarkan dulu penjelasanku!”
DUAAMMMM!!!!!
Sebuah bunyi ledakan yang cukup besar. Berasal dari Café tempat aku dan Bebi istirahat. Beberapa orang terlihat berlarian untuk menjauh, dan sebagiannya lagi justru mencoba menuju tempat ledakan. Terlihat asap gelap bermain di alngit tidak jauh dari tempat kami. Sudah ku duga akan terjadi sesuatu! Bunyi ledakan seperti ini tidak bisa diprediksikan penyebabnya apa. Tidak mungkin hanya karena ledakan listrik, meski tadi aku tidak mencium bau apapun selain karet yang terbakar, dan tentu saja ini bukan bom. Mereka mengira Bebi masih berada di sana. Untung saja! Untung saja aku mengambil tindakan yang tepat!
“Rafa...??”
Suara panggilan Bebi menyadarkanku?! Sejak kapan aku telah membungkukkan badan di atasnya??? Sambil setengah sadar aku menjauhinya.
“Kamu melindungiku kan?”
“Aku tidak sengaja! Jangan salah paham!”
“Kamu secara reflect melindungiku.” Aku sudah terbiasa bertindak untuk melindunginya. Aku sendiri juga merasa bingung dengan situasi ini. Pokoknya, untuk saat ini aku harus membawa Bebi menjauhi tempat ini. Aku memakaikan jeketku padaku. Agar tak ada yang mengenalinya. Meski dengan kebingungan Bebi masih menurutiku. Aarrgh! Kenapa aku masih harus melindunginya disaat aku memiliki kesempatan untuk membunuhnya! Tidak, aku harus memastikan ingatannya dulu, sekali lagi.
Sambil terus berusaha memikirkan jalan keluar, aku terus menarik tangan Bebi untuk terus berjalan melewati lorong-lorong kecil.
“Kita mau kemana...??”
………………………………………………………………………………………………..
Note:
- Adveksi : keadaan dimana penyebaran panas secara horizontal karena suhu panas tidak cukup mampu menembus awas tebal untuk bergerak ke atas.
Kami upvote..
makasi puncak
wuih, keren... sudah saya upvote ya... xD