hallo sahabat steemian, apa kabar?
semoga baik-baik semua, ya.
hari ini saya posting Novel saya yang bergenre Mystery-thriller. Lanjutannya yang kemaren... hehee... selamat menikmati
Teriknya sinar matahari membakar kulit perlahan. Bercampur dengan aroma asin air laut yang terbawa angin membuat kesembilan orang yang tergeletak pasrah di tengah kapal tersadar. Perlahan, seorang pria bangun terduduk dengan menyipitkan matanya. Beradaptasi dengan matahari yang bersinar tanpa awan. Kepalanya pening, sisa obat bius yang membuatnya tak sadarkan diri.
Dia berdiri untuk melihat keadaan sekitar. Menatap ke sekeliling dengan tatapan mata bodoh. Carlos menggelengkan kepala, berusaha menghilangkan bayangan yang dilihatnya. Namun, apa yang dilihat matanya tetap sama. Sebuah pemandangan laut lepas tak terbatas. Birunya langit seakan berpadu dengan birunya laut di ujung pandangnya. Merasa heran sekaligus bingung. Bagaimana mungkin dia ada di sini? Dia mencoba mengingat kembali apa yang terjadi semalam.
Ya, semalam. Ahh … bukan, tepatnya dua malam kemarin. Seingatnya, dia masih berada di sebuah pub, minum berbotol-botol Vodka menikmati alunan musik jazz untuk sekadar menghilangkan penat. Dan sekarang, entah bagaimana caranya dia sudah berada di atas kapal di tengah lautan bersama sejumlah orang asing yang tidak dikenalnya.
Satu persatu dari mereka terbangun dengan perasaan yang sama seperti Carlos. Bingung karena terbangun di tempat yang sama sekali asing dalam keadaaan saling bertumpuk. Kulit mereka memerah dan terasa sedikit perih. Entah sudah berapa lama mereka ‘tertidur’ di atas kapal dan terpanggang matahari. Keringat mengucur deras dari tubuh masing-masing. Matahari di tengah musim panas memang garang. Dia tak segan-segan membagi sinar panas ke penjuru bumi. Apalagi di tengah laut seperti ini, panasnya matahari bercampur dengan udara lembab hasil penguapan laut membuat kulit semakin mudah kering karena dehidrasi.
"Di mana aku?" ucap seorang wanita berperawakan jangkung. Dia bangun dari posisi tidurnya. Memenggangi kepala yang terasa berat. Dua botol Tequilla yang bercampur obat cukup untuk membuatnya tak sadarkan diri.
Dia Naomi Muller, model yang sedang naik daun dan banyak digandrungi oleh pria. Namanya baru saja merangkak di tangga Top Model. Di usia yang masih cukup muda -28 tahun- Naomi berhasil membuktikan kemampuannya berlenggak-lenggok di atas cat walk. Meski harus bersaing dengan wanita-wanita lain yang lebih muda darinya, tapi dia sanggup bekerja dengan profesionalitas tinggi. Maka dari itu, banyak produser yang melirik Naomi. Bukan hanya sebagai model tapi juga sebagai ‘wanita’. Dan kemampuannya menarik minat lawan jenis tidak diragukan lagi.
Hal itu menjadi suatu keberuntungan tersendiri bagi Peter Harisson bisa bertemu langsung dan terjebak dengan model yang dikaguminya. Matanya langsung nyalang melihat pemandangan terindah sepanjang hidupnya. Mengamati tubuh yang membelakanginya. Hanya terlihat punggung putih yang tertutup rambut gelombang milik Naomi yang bergerak-gerak tertiup angin yang berembus. Membuat miliknya sama-sama bergerak dengan gelisah.
"Di atas kapal," jawab Carlos Doyler singkat. Dia mulai mengamati seisi kapal, berjalan mondar-mandir mencari sesuatu yang bisa menjelaskan mengapa mereka ada di sini.
"Kapal?" seru Sandiago Dunno tercengang. Dia segera berdiri dari posisi tidur tengkurapnya, menggeleng sejenak untuk menghalau pening kepalanya. Dia melihat ke laut lepas di hadapannya, mengerjap beberapa kali demi meyakinkan dirinya sendiri jika penglihatannya tidak rusak. Kemudian menggeram kesal, meremas rambutnya dengan gemas. Hari ini rencananya akan ada tamu kehormatan dari Inggris yang akan mengunjungi restorannya. Dan apa jadinya jika dia tidak ada di restoran? Siapa yang akan menyambut tamu tersebut dan menghidangkan sajian istimewa untuk mereka?
SanDunno berteriak tertahan, meninju udara meluapkan kefrustrasian. Nama besar restorannya akan tercoreng, jika dia gagal 'memanjakan' tamu kehormatan itu. Restoran yang dia bangun dengan payah. Berjuang dari nol dengan usaha kedua tangannya sendiri. Awal kehidupannya, SanDunno memang kurang beruntung. Lahir dari rahim seorang wanita yang meninggalkannya begitu saja di depan sebuah panti asuhan. Beruntung, ibu kandungnya tidak membunuhnya saat dia pertama kali menghirup oksigen. Dan keberuntungan lagi-lagi menghampiri, ketika sepasang suami istri kaya raya mengadopsinya.
Tapi, itu semua tak serta merta menjadikannya anak mendadak kaya yang cengeng dan manja. Dia berusaha keras untuk tidak bergantung pada Frank dan Elli, meski kedua orangtua angkatnya selalu memenuhi kebutuhan sehari-hari. Bahkan, jika dia ingin. SanDunno hanya tinggal mengangkat jari, menunjukkan apa yang diinginkannya dan semua akan terkabul.
Lain halnya dengan Tyler Tunner, dia terlihat sibuk merabai seluruh tubuhnya. Mencari tiga buah handphone yang selalu dibawanya. Ada, namun dalam kondisi mati. Baterai handphone sudah terlepas dari badannya, pun dengan sim card di ketiga benda pipih itu lenyap entah kemana. Barulah dia merasa kesal saat mengetahui handphone miliknya tidak bisa digunakan sama sekali.
Sebenarnya di balik kekesalannya, terselip sedikit rasa senang karena setidaknya dia bisa terbebas dari telepon klien yang menginginkan pembebasan tuntutan. Pekerjaannya sebagai seorang hakim menuntutnya untuk bersikap adil. Yang salah adalah salah dan yang benar adalah benar. Dan kebenaran selalu berbentuk lembaran hijau.
Pernah suatu ketika dia menangani kasus pencurian di sebuah mini market. Tersangka adalah seorang wanita renta yang bernasib sial. Tanpa tahu apa-apa wanita tua itu menolong seorang gadis muda untuk memegangi sekantung plastik berisi minuman dan makanan ringan. Lalu tak lama kemudian dua orang petugas polisi mendatangi dan menangkapnya atas tuduhan pencurian.
Tyler paling malas menangani kasus sepele seperti itu. Tanpa penyelidikan yang pasti dan tanpa bukti yang kuat, Tyler menjebloskan wanita tua renta itu ke dalam sel penjara dengan hukuman maksimal sepuluh tahun penjara. Hingga salah satu anak wanita itu mendatangi Tyler untuk meminta keadilan untuk ibunya. Dan, dengan sombongnya dia berkata, “bersikap loyal-lah jika kau menginginkan sebuah keadilan.” Artinya, Tyler Tunner menyamakan keadilan dengan tumpukan uang. Semakin loyal seseorang maka semakin mudah keadilan itu didapat.
Nama Tyler Tunner memang sudah tak asing lagi di dunia hukum. Dia terkenal dengan sikap ‘sakleknya’. Memvonis tanpa pandang bulu. Apa pun yang menurutnya salah akan tetap salah meski setumpuk bukti kebenaran terpampang jelas di depan matanya. Hatinya terbuat dari dollar berlapis emas dan akan luluh dengan benda serupa yang membentuk hatinya.
"Ugh!" erangan seorang wanita terakhir yang tersadar. Menggeleng sesaat untuk menghilangkan pening kepalanya kemudian mundur secara spontan menjauhi George Vibe yang terduduk sangat dekat dengannya. Dengan wajah panik luar biasa, dia duduk berjongkok di dekat besi pembatas kapal sambil memeluk lututnya yang bergetar.
"Kenapa?" Carlos mendekati Angie Coulter yang begitu ketakutan. Namun reaksi yang diberikan Angie di luar dugaan.
“Tidak!! Jangan mendekat!” Angie berteriak histeris, bersikap defensif dengan menutupi kepala dengan kedua tangan.
Carlos mundur, tak mau memperpanjang masalah yang akan semakin rumit. Dia membiarkan Angie dengan kemauannya sendiri. Lalu kembali fokus mencari yang tidak pasti.
Giliran Jean Zavelin yang mendekati Angie dan reaksi yang diberikan wanita itu masih sama. Hingga mau tak mau, Jean mundur. Terselip perasaan khawatir melihat Angie yang gemetar ketakutan. Sifat keibuannya menuntun Jean untuk menenangkan Angie. Namun, dia harus menekan perasaan khawatirnya karena akan menambah panik Angie.
Angie mengidap Haphephobia, yang tidak tahan terhadap sentuhan orang asing. Dia menolak perasaan simpati berupa sentuhan yang akan membangkitkan reaksi phobia. Phobia yang aneh, itulah mengapa Angie begitu tertutup, sangat sulit untuk berinteraksi dengan khalayak ramai. Tidak ada yang tahu penyebab terbentuknya phobia itu. Sejak bertahun lalu, Angie tidak mau didekati oleh siapapun. Bahkan, orangtuanya sendiri pun bingung harus bagaimana menyikapi perilaku Angie yang terbilang sulit. Selalu mengurung diri di kamar. Jika tidak karena terpaksa, Angie tidak akan keluar rumah. Dia begitu senang menghabiskan waktu seorang diri. Melamun dan berkhayal tentang hal yang tak masuk akal.
Ketika masing-masing sibuk memikirkan bagaimana caranya agar bisa kembali pulang. Peter Harisson, malah terlihat paling santai. Dengan gaya yang urakan, mengenakan celana jeans sobek berhiaskan rantai yang melingkar di pinggang serta kemeja denim yang terlihat kebesaran di tubuh kurusnya, dia berjalan mendekati Naomi yang berdiri di pinggiran kapal. Dia membuka kemeja denim yang dipakainya menyisakan kaus singlet putih yang sudah tidak putih lagi, lalu diikat di pinggang. Memperlihatkan tattoo sepanjang kedua lengannya juga bintang kecil yang bertebaran di dada.
"Indah, bukan?" ucap Peter mengagetkan lamunan Naomi. Naomi menoleh ke arah Peter yang tersenyum lebar. Gigi-giginya sudah tidak rapi lagi. Dua gigi sebelah kirinya patah, menyisakan setengah gigi yang menonjol sedikit. Tulang pipinya terlihat jelas, bekas luka sayatan tercetak sepanjang pundak belakang. Untungnya dia memakai kaus singlet yang menutupi sebagian tubuhnya. Kalau tidak, mungkin hanya akan terlihat jajaran tulang belulang di dada kiri dan kanan yang menonjol nyata. Senyata kepala tanpa ‘otaknya’ yang mulai bereaksi.
"Bukan saatnya untuk menikmati keindahan. Ini bukan liburan dan aku ingin kembali L.A." Naomi berbicara dengan ketus. Dia baru saja menandatangani sebuah kontrak dengan label model Internasional. Impian yang selama ini dinanti-nanti. Dan apa yang terjadi sekarang? Dia malah terjebak di atas kapal yang tidak tahu akan membawanya kemana.
Siapa yang tega berbuat begini padanya? Apa ada seseorang yang membencinya? Atau iri padanya?
Wajar jika banyak model-model lain yang iri pada kesuksesan yang diraihnya dengan singkat. Di saat model lain dengan susah payah terjun ke dunia modeling dengan jatuh bangun, bahkan rela membayar membayar sebuah agensi puluhan ribu dollar untuk satu kali pementasan. Dia malah dengan mudah mendapatkan pekerjaan yang begitu diimpikan model lain.
Oops, mudah? Apa menjadi simpanan pengusaha, menjual diri ke beberapa produser agensi dan menjadi model siap 'pakai' adalah hal mudah?
Menjijikan!
Naomi tersentak kaget, saat sebuah tangan dengan seenaknya merangkul pinggang rampingnya. Mengelus punggungnya tepat di bagian yang terbuka. Dia menyentak tangan itu dengan kasar hingga si pemilik tangan terdorong ke belakang.
"Apa yang kau lakukan?" pekik Naomi dengan wajah merah menahan marah.
"Aku hanya ingin bersenang-senang. Tidak baik bagi wanita sepertimu melamun di pinggir kapal seperti ini." Peter kembali mencoba mendekati Naomi yang berpaling dengan jijik. Tangannya menggenggam erat besi pembatas. Andai saja, dia bisa menceburkan semua lelaki hidung belang macam pria kurus di sampingnya itu ke dasar laut. Mungkin tidak akan ada yang namanya pelacur di dunia ini.
Peter mengusap dagunya, mengamati tubuh Naomi dari atas ke bawah tanpa ada sejengkalpun bagian tubuh yang terlewat. Kulit putih Naomi seakan bersinar diterpa matahari, rambut merah maroon sebatas punggung tergerai indah, melayang-layang tertiup angin laut. Begitu kontras dengan wajah putih dengan riasan tipis. Kemolekkan tubuhnya tercetak jelas di balik mini dress hitam setengah paha yang dipakainya. Peter menjilat bibirnya sendiri, merasakan air liur yang membasahi sudut bibir manakala matanya menjelajahi pemandangan di hadapannya.
"Bagaimana kalau kita mencari kamar di dalam dan bersenang-senang selama perjalanan ini? Anggap saja sebagai liburan gratis," lanjut Peter yang tak kenal menyerah menggoda Naomi.
Kali ini dia berbuat nekad. Berbisik tepat di telinga Naomi, memeluk wanita itu dari belakang menekan tubuhnya menghimpit Naomi. Naomi berontak, menginjak kaki Peter dengan heels gladiator-nya. Peter mundur, merasakan sakit yang amat sangat di ujung kaki yang berlapis sepatu converse lusuh.
"Kau gila!" teriak Naomi.
"Ayolah! Semua orang tahu kalau kau model siap pakai. Tidak ada salahnya jika aku ikut mencicipimu, bukan?"
"Brengsek!" Naomi kalap hingga menampar Peter keras. Membuat telinga pria itu berdenging. "Aku tidak serendah itu!" ucap Naomi lalu beranjak dari sana meninggalkan Peter.
Seringai licik tercetak jelas di wajah Peter. Penolakan Naomi tidak membuatnya mundur. Sambil mengusap pipi yang terasa panas, otaknya bekerja merencanakan sesuatu.
Selamat @honeydieah! Postinganmu ini terpilih masuk dalam kompilasi harian @ocd international #142. Silahkan kunjungi link ini untuk mendapatkan informasi lebih lengkap: https://steemit.com/ocd/@ocd/ocd-international-daily-issue-142.
Jangan lupa ikuti terus @ocd dan saat ini sudah ada @ocd-witness yang bisa dipilih untuk menjadi witness Steem Anda.
Apakah rencananyaa peter ?
Tunggu aja postingan selanjutnya @kakisalak
Btw, makasih ya udah mampir