Air Mata Ayah Ditiang Gantungan episode ....3.
Deringan telpon berbunyi, lalu, Wak Amat mengangkat telponnya. “Hallo... hallo..Assalamaulaikum..,” sapa Wak Amat. Lalu Wak Amat berbicara. Maimunah yang sedang menunggu telpon dari suaminya Hasbi, merasa berdebar dan penasaran dengan siapa Wak Amat berbicara.
Tidak lama Wak Amat pun menutup telponnya,”tadi anak saya Iskandar yang lagi kuliah di Banda Aceh, telpon,” ucap Wak Amat. “Oooooo, bukan Bang Hasbi, Wak?,” tanya Maimunah. Tidak lama telpon kembali berdering, lalu wak Amat mengangkatnya lagi, “hallo.. Assalamualikum, ooo Hasbi, ada ini sudah di rumah saya,” kata Wak Amat seraya menyerahkan telpon kepada Maimunah. Tangannya gemetar, hatinya berdebar. Maimunah langsung saja memberi salam kepada suaminya,”Assalamualaikum, bang. Apa kabar abang?” tanya Maimunah. “Baik dek, kamu dan Ratna serta Mamak gimana kabarnya di kampung?,” tanya Hasbi balik.
“Alhamdulillah sehat, bang. Ratna sudah besar bang. Kami semua rindu sama abang, kenapa abang baru sekarang menghubungi kami?,”tanya Maimunah dengan linangan air mata. “Maafkan abang dek, bukan abang tidak menghubungi kalian. Abang di sini, tinggalnya jauh sekali dengan kota. Abang tinggal di daerah Gua Musang di perkebunan sawit. Abang kerja sebagai buruh perkebunan dek. Ini pun, untuk telpon adek, abang terpaksa pinjam telpon kawan abang orang India Malaysia, uncle Subramaniam. Maafkan abang, dek !,”ucap Hasbi yang juga ikut merasa sedih.
Maimunah tak mampu berkata banyak, Ia meminta suaminya pulang, jika pekerjaan suaminya di Malaysia hanya sebagai buruh perkebunan.”Baiknya, abang pulang saja ke kampung bang!,”pinta Maimunah. “Jangan dek, aku dalam waktu dekat ini sudah janji sama uncle Subramaniam untuk dipekerjakan di tempat lain. Kamu jangan khawatir, dek. Doain abang cepat mendapat kerja yang baik dan jaga Ratna bai- baik,” langsung saja telpon nya bebunyi tut..tut dan terputus.
Maimunah menunggu suaminya menelpon kembali, namun setelah dirinya menunggu selama satu jam. Hasbi suaminya tidak menelpon lagi. Penantian Maimunah pun tidak kunjung tiba. Malam mulai larut, lalu Maimunah pamit kepada Wak Amat dan pulang kerumahnya. Saat Maimunah hendak berangkat pulang, dibangku warung Wak Amat terlihat Sofyan yang lagi duduk santai sambil menikmati kopi, disana. Sofyan pun mencoba menawarkan jasanya,” dek biar abang antar saja,” tawar Sofyan.
“Engak apa-apa bang Sofyan. Aku bisa pulang sendiri,” jawab Maimunah dan terus berjalan dengan langkahnya yang cepat. Ketika , Maimunah sampai dirumahnya, Ia menceritakan hal ikhwal perbincangannya dengan bang Hasbi kepada ibunya.”kamu engak tanya kapan dia pulang?,”tanya ibu Jamaliah. “tidak bu, tadi telponya terputus,”jawabnya dengan rawut wajah yang memilukan.
Malam semakin larut, suasana pun semakin sepi, Maimunah mulai terbaring ditempat tidurnya. Dinginnya angin malam menyapa Maimunah melalui celah dinding rumahnya malam itu, maimunah semakin dingin, angin malam menusuk sendi- sendi tubuhnya yang telah lama dalam kesendirian. Dekapan bantal guling yang kusut tak mampu menghangatkan tubuhnya. Ia terus mencoba memejamkan matanya. Sesekali pandangannya tertuju kearah gadis kecilnya Ratna yang terbaring lesu disampingnya.
“Kasian Ratna, seajak Ia lahir hingga saat ini belum mengenali wajah ayahnya, sungguh malang anak ini. Ya tuhan pertemukanlah Ratna ku dengan ayahnya,” resah Maimunah dalam hatinya.
Setelah Maimunah menerima telpon malam itu, selanjutnya suaminya tidak pernah menghubunginya dan tidak pernah mengirim apapun kepada Maimunah dan Ratna di Kampung. Tahun pun terus berganti Maimunah masih setia dan sabar menunggu kepulangan suaminya.
Enam Tahun kemudian.....
Disebuah kamar apertemen mewah kawasan Petaling Jaya Kuala Lumpur, diruang apartemen tersebut, terdengar suara lagu Senandung Hidup Berbudi, lagu yang dinyanyikan Ramli Syarif dan Jay Jay dalam Album Ziarah Seni diputarkan sebuah stasion radio FM Malaysia saat itu. Diatas sebuah sofa diruangan itu, Hasbi dengan menggunakan celana jean terbaring kaku matanya terpejam. Tiba-tiba suara ketukan pintu diluar terdengar, Hasbi pun terbangun dan membuka pintu.
“Ini nasi ayam hailai yang encik Hasbi pesan tadi,” kata Hamid, budak Melayu penjual nasi Hailai di depan apartement tempat Hasbi tinggal. “Oh iya.. berapa Hamid, nasi hailainya?,” tanya Hasbi.
“ Hanya tiga ringgit lima puluh sen sahaja, encik Hasbi,” jawab Hamid. Hasbi lalu menyantap makan siangnya. Sedang menikmati nasi Hailai kesukaannya, telpon gengam Hasbi berbunyi. “Iya, iya sekejap lagi saya antar, awak tunggu ya!. Sekejap saya daha sampai kad awak, tunggu sahaja,” cakap Hasbi dalam bahasa Melayu.
Kemanakah Hasbi pergi dan apa pekerjaan Hasbi di Malaysia ikuti kisah selanjutnya di di efisode..... 4.
Cerita ini fiktif belaka bila ada kesamaan nama dan tempat, ini bukan unsur kesengajaan.
Salam Komunitas Steemit Indonesia (KSI).
Berapa efisode habis ceritanya ini.
Tahniah encek @ilyasismail. Makin rancak memikat dan mengikat hati Steemians untuk terus mengikuti cerita ini. Saya curiga kisah fiktif ini berdasarkan kisah nyata. Ruh tulisannya sangat hidup. Salut senior. Keep smile. ☺
Doa bak adinda semoga efisode selanjutnya beeek ta selesaaikan
Tak sabar menunggu kelanjutan kisah selanjutnya. What will going on with hasbi..?