Main game sering dianggap perbuatan sia-sia, selain menghabiskan waktu dan pemain game sering dianggap orang yang pemalas. Bagaimana tidak, mereka bisa menghabiskan hobi yang kadang lupa waktu. Anggapan itu melekat orang ditambah para gamer identik dengan lelaki urakan dan masa depan tak jelas.
Tapi stop dulu stigma negatif anda tersebut, kini game dianggap sebagai hobi, pekerjaan atau bahkan kompetisi menjanjikan. Semenjak lahirnya game online yang menghubungkan manusia dari berbagai belahan dunia, perkembangan game terus maju. Ditambah dengan banyaknya pengembang game dan konsol pendukung seakan game jadi gaya hidup.
Mungkin dahulu game hanya sebatas melawan AI sederhana di game tersebut atau bertanding melawan teman sejawat. Kini game dianggap kompetisi sarat gengsi, bagaimana tidak kompetisinya kini bukan melibatkan perorangan atau kelompok namun negara.
Asian Games 2018 di Indonesia jadi bukti eSport sudah masuk ke ranah olahraga. Banyak pihak yang makin bingung. Game dianggap olahraga buang-buang waktu dan kini malah dianggap olahraga.
Sejarah awal mula eSport
Banyak yang mengira virus eSport mulai terlihat gaungnya saat wabah internet. Nyatanya eSport sudah mulai terkemuka saat era 70-an saat game pong muncul. Dengan konsep permainan arcade mampu menyihir anak muda saat itu dalam bermain game tersebut. Pertarungan arcade jadi salah satu persaingan sengit hingga jadi sebuah lomba berhadiah.
Naiknya pamor game arcade seakan jadi magnet buat para stasiun TV dan majalah dalam mengabarkan. Di USA sendiri memiliki sebuah program yang khusus menayangkan game arcade dengan program TV bernama Starcade. Episode yang tayang dan memanjakan mata pemirsa mencapai 133 episode.
Di tahun 90-an, perusahaan game terkemuka asal Jepang mulai mengakrabi game. Saat itu game arcade dianggap tidak fleksibel. Game konsol adalah era baru game yang bisa dimainkan tanpa harus berdiri dan bikin betis kram. Ia bisa dimainkan di rumah masing-masing dan dengan permainan lebih beragam.
Sebagai bukti penggemar yang main besar, di tahun 90-an mulai lahir kejuaraan eSport buatan Nintendo bernama Nintendo World Championship di USA dengan hadiah uang serta perangkat Nintendo.
Seakan itu langkah awal karena banyak negara yang terkena virus eSport walaupun masih sebatas game arcades. Seakan bukti eSport telah menjadi hiburan menyenangkan dan membawa berkah para gamer.
Tahap selanjutnya adalah era PC yang mulai terkoneksi internet, awal mulanya datang dari sebuah game dan dianggap sebagai game real eSport yaitu Netrek. Grafis yang lebih baik, punya sejumlah taktik (real time strategy) mumpuni hingga mampu menghubungkan orang dari belahan dunia mana pun (metaservers).
Sejak itulah game eSport telah dianggap sebuah olahraga tahunan yang mampu mengumpulkan para gamer menguji kemampuannya. Hadiahnya terus meningkat dan pastinya jadi batu loncatan pengembangan game beragam di masa depan.
Di mana letak olahraga pada game?
Yupss... mirip dengan olahraga balap atau pacuan kuda, di situ benda (motor/mobil) dan hewan pacuan yang bekerja. Sang atlet hanya naik dan menungganginya, nyata olahraga balap tergolong olahraga. Malahan atlet yang terpilih adalah atlet super, latihan yang super berat seperti ketahanan inti tubuh, keseimbangan, dan koordinasi. Wajar bila atlet balap punya bayaran yang sangat besar dibandingkan olahraga populer kini.
Beralih ke game, hampir serupa dengan atlet balap karena mereka punya kemampuan khusus. Bukan hanya sebatas anak rental karena eSport saingannya punya jam yang cukup tinggi. Butuh skill, taktik, pengambilan keputusan, dan pastinya mental. Para atlet butuh koordinasi tangan dan mata yang cukup cepat serta pengambilan keputusan serba cepat andai ia atau timnya tersingkir.
Ada sejumlah game eSport yang dipertandingkan jenisnya. Mulai dari Fighting Games, first person shooter (FPS), Real-Time Strategy (RTS), Sport Games, dan Racing. Pada Asian Games ada sejumlah game ternama yang dimainkan sejumlah negara. Mulai dari PES 2018 (sebaiknya FIFA18 masuk), Heart Stone, Clash Royale, League Legends, StarCraft, dan AOV (Arena of Valon).
Sejumlah game yang bertema kekerasan dan darah tidak masuk walaupun banyak peminatnya seperti Counter-Strike, Tekken, dan DOTA 2. Mungkin di Asian Games selanjutnya diselenggarakan.
Game yang kini membawa berkah
Dahulu game sering dianggap menghabiskan uang serta butuh perangkat mumpuni. Sebuah PC, konseol dan laptop gaming butuh biaya besar. Mulai dari grafis dan daya tahannya. Namun kini game dianggap investasi bagi mereka yang berkat. Bukan hanya sekedar saja tapi bisa ke level dunia.
Hadiah yang ditawarkan buat cabang eSport tidak main-main, yaitu milyaran rupiah. Belum lagi mengasah kemampuan serta semangat game sebagai hobi yang menghasilkan. Anggapan game pekerjaan yang sia-sia kini bukan isapan jempol belaka. Tetapi malah berkah tak terduga, siapa sih yang tidak senang dengan hobi dibayar. Jadi gamer adalah buktinya.
Tak heran nantinya pamor game bisa setara atlet olahraga terkemuka yang punya banyak penggemar. Dan bahkan punya basis fans yang tak kalah besar dan jadi cita-cita setiap anak di masa depan.
Bukan hanya sebatas eSport saja, sejumlah game mampu menghasilkan dari berbagai proses tanpa harus ikut kompetisi. Sejumlah misi yang dihadirkan seakan mampu menghasilkan pundi-pundi uang fanttastis. Dan ada fitur trading yang sangat menguntung para pemainnya, sehingga bisa diuangkan dalam jumlah menggiurkan.
Bagaimana pendapat Anda tentang eSport menjanjikan atau bahkan masih sesuai dengan stigma dulu. Silakan komentar di kolom komentar dan semoga menginspirasi.
Have a Nice Day
Halo @iqbalsweden, terima kasih telah menulis konten yang kreatif! Garuda telah menghampiri tulisanmu dan diberi penghargaan oleh @the-garuda. The Garuda adalah semua tentang konten kreatif di blockchain seperti yang kamu posting. Gunakan tag indonesia dan garudakita untuk memudahkan kami menemukan tulisanmu.Tetap menghadirkan konten kreatif ya, Steem On!
Terima kasih atas votenya 😘