Pada kesempatan kali ini saya akan mereview kembali buku Acehnologi Volume 3 Karya Kamaruzzaman Bustamam Ahmad bab 26 tentang Makna dan Peran Bahasa Aceh. Bahasa Aceh berada dikondisi yang amat memprihatinkan. Bahasa aceh di era yang modern ini bukan lagi menjadi bahasa resmi protokoler, dia tidak lagi digunakan dalam kegiatan formal tetapi lebih menjadi sebagai bahasa rakyat. Maka kekuatan daya tawar bahasa Aceh pun tidak memiliki dampak atau pengaruh yang cukup besar dalam tatanan berfikir orang Aceh. Bahasa Aceh sebagai bahasa utama di Aceh secara perlahan-lahan mulai sirna. Padahal pondasi kebudayaan dan peradaban adalah bahasa. Jadi bisa kita bayangkan jika manusia Aceh tidak lagi menggunakan bahasa mereka baik secara formal atau informal, bagaimana nantinya nasib suatu kebudayaan dan peradaban ini.
Memang bahasa Aceh bukanlah bahasa nasional atau internasional. Tetapi pada abad 17 M Aceh pernah menjadi pusat peradaban paling besar di Asia Tenggara, biarpun bahasa yang digunakan saat itu adalah Melayu-Pasai, namun keberadaan bahasa Aceh telah menciptakan kebudayaan tersendiri bagi masyarakat Aceh. Jadi, ketika bahasa Aceh bukanlah menjadi hal yang penting dalam kehidupan masyarakatnya, bisa dipastikan bahwa kebudayaan Aceh juga sirna, tidak untuk mengatakan bahwa peradaban Aceh memang juga ikut menghilang.
Bagi mereka yang tinggal di kawasan urban, bahasa ini tidak lagi menjadi bahasa pengantar di tempat-tempat resmi. Penggunaan bahasa Aceh sudah hampir punah, di lingkungan keluarga sekali pun, bahasa Aceh tidak lagi dipandang sebagai bahasa ibu. Bahkan bagi anak anak yang berbicara bahasa non-Aceh di keluarga mereka sekitar tahun 1990-an dan 2000-an menganggap akan sulit bagi mereka untuk berkomunikasi jika berbicara bahasa daerah (bahasa Aceh).
Ini akan berakibat mereka akan sulit mengenali jati diri ke-Aceh-an. Sebab mereka tidak lagi menggunakan bahasa Aceh. Jadi bisa dipastikan proses untuk memahami budaya dan peradaban Aceh akan sulit dibenamkan ke dalam alam pikiran generasi tersebut.
Maka solusi yang dapat dilakukan untuk membangkitkan kembali semangat berbahasa dan berbudaya Aceh, pertama memperkenalkan jati diri ke-Aceh-an pada generasi muda. Kemudian menjadikan bahasa Aceh sebagai bahasa kebudayaan di provinsi ini, yang ketiga meyakinkan masyarakat Aceh bahwa bahasa Aceh adalah bahasa endatu. Selanjutnya melakukan kajian mengenai bahasa Aceh dan terakhir membuka dialog kebudayaan untuk memperhadapkan kekuatan filosofis bahasa Aceh dengan bahasa-bahasa lain di dunia ini.
Sort: Trending