Politik Aceh

in #indonesia6 years ago

Pada kesempatan kali ini saya akan kembali mereview buku Acehnologi Volume 2 bab 21 karya Kamaruzzaman Bustamam ahmad Ph.D tentang Politik Aceh. Ketika kita berbicara mengenai politik di Aceh, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah dengan melihat sejarah Aceh masa lalu. Mulai dari kedatangan para ulama dari Arab yang akan menyebarluaskan ajaran Islam, kemudian mendirikan kerajaan-kerajaan Islam di Aceh, hingga sejarah kepemimpinan Aceh pada abad ke 21 ini.
Sebaimana fakta sejarah bahwa jauh sebelum Aceh bergabung dengan NKRI, Aceh sudah lebih dahulu mengenal system pemerintahan dalam bentuk kerajaan. Sistem ini tentu saja merujuk pada ajaran Islam. Sehingga kesejahteraan pun terajut pada masa kepemimpinan raja-raja Aceh yang selalu taat dan memimpin secara adil sebagaimana ajaran Islam. Maka tidak heran pada masa kerajaan Samudra Pasai setiap koin dirhamnya selalu terdapat kata al-adil. Ini menunjukkan bahwa prinsip politik yang dianut para raja atau sultan adalah prinsip adil bagi seluruh rakyatnya dengan tetap menjalankan ajaran Islam secara utuh.
Dalam perjalanan politik Aceh setidak nya ada beberapa fase untuk sampai pada politik Aceh yang sekarang. Diantaranya adalah pertama fase saat proses Islamisasi dan pendirian beberapa kerajaan Islam di pulau Ruja sebagaimana yang dijelaskan diatas. Kedua adalah pada era pendirian kejayaan kesultanan Aceh Darussalam. Ketiga yaitu fase Kolonial I dimana Aceh dijajah oleh para kolonial hingga jatuhnya kerajaan Aceh Darussalam. Pada fase ini ulama lah yang memengang tampuk kekuasaan. Fase selanjutnya adalah Kolonial II saat para Ulama dan para pejuang Aceh melawan penjajah hingga Aceh menyatu dengan Indonesia. Fase Lima adalah Revolusi I dimana para ulama Aceh bangkit untuk mengatur diri mereka sendiri. Fase Enam adalah Revolusi II pada fase ini terjadinya pergolakan konflik Perang Cumbok yaitu sesama orang Aceh sendiri. Fase ketujuh adalah Separatisasi I yaitu ketika terjadinya peristiwa DI/TII yang dipimpin langsung oleh Tgk Daud Beureueh. Fase kedelapan Integrasi I yaitu ketika pemerintah Indonsia berusaha keras untuk mempertahankan Aceh sebagai bagian dari NKRI. Fase kesembilan yaitu Separasi II ketika GAM ingin memisahkan diri dengan Indonesia dibawah pimpinan Dr. Tgk. Hasan Di Tiro karena merasa telah dihianati oleh pemerintah Indonesia. Yang terakhir adalah fase ketika GAM berdamai dengan pemerintah Indonesia pada 15 Agustus 2005 dengan ditanda tangani MoU Helsinki. Selanjutnya para mantan kombatan GAM menguasai politik di Aceh lebih dari 10 tahun dengan menempatkan diri baik sebagai eksekutif maupun lembaga legislatif. Hingga hari ini latar belakang politik di Aceh tidak terlepas dari konflik. Para mantan GAM meskipun tidak berhasil mengembalikan politik Aceh kesama kerajaan masa lalu, setidaknya telah berhasil mendirikan lembaga Wali Nanggroe. Perlu digarisbawahi bahwa dalam perjalanan politik Aceh tidak terlepas dari konsep Ke-Islam-an-Ke-Indonesia-an-Ke-Aceh-an.