Sort:  

Yang saya lihat, mereka membedah dengan mengontraskan sifat-sifat ikon pop dengan tokoh nyata. Kerancuan terjadi karena, secara logika, membandingkan tokoh nyata yang hidup dan bernafas dengan ikon pop fiksi yang terserah pengarangnya mau dibuat bersifat bagaimana, adalah tidak sah menurut acuan/peraturan karya ilmiah mana pun. Kalau dasar hipotesanya saja sudah tidak sah, maka analisanya pun salah semua. Begitu, kan, @irwansyah270889? Terima kasih sudah mampir, senang bisa tukar pikiran!

Benar sekali @dianguci.
Budaya yg salah tentunya jk itu dijadikan sebuah tolak ukur. Fiksi dan fakta dua hal yang bertolak belakang. Mestinya itu tugas kita semua utk menyadarkan mereka yg terlanjur ngepop.
Owalah,..

Sayangnya, memang belum jadi budaya rupanya, untuk membiasakan berpikir ilmiah atau berpikir adil. Sebuah kebiasaan yang berakar dari penyuburan kepentingan individual. Tapi, berdasarkan pengalaman gaul dengan anak remaja, saya lihat remaja sekarang ada harapan untuk mulai bisa berpikir dan berlaku adil. Semoga saja!

Semoga saja.
Ada masa dimana mereka akan berdiri diatas batas hitam dan putih, sikap selanjutnya yg akan menentukan kepribadiannya,.
Senang berdiskusi dgn kamu kak @dianguci..