Belanda Heran, Mayat Teungku Di Cot Plieng Tak Membusuk

in #indonesia7 years ago (edited)

Teungku Di Cot Plieng adalah salah satu ulama Aceh yang memimpin perang melawan Belanda. Ketika ia syahid, mayatnya diambil oleh Belanda untuk diidentifikasi. Mereka heran, mayat ulama kharismatik itu tidak membusuk.

Bagi Belanda, Teungku Di Cot Plieng merupakan salah satu tokoh kunci perang Aceh. Ia terus dicari, tapi selalu bisa lolos dalam setiap pertempuran. Hingga Belanda kemudian meyakini bahwa ada kekuatan lain melindunginya, yang membuat ulama itu tak pernah bisa ditangkap.

Dalam buku The Dutch Colinial War In Aceh, terbitan PDIA, dijelaskan, mata-mata Belanda menyampaikan informasi bahwa Tgk Di Cot Plieng memiliki ilmu sakti dan sebuah ajimat rante bui. Hal yang sama juga dijelaskan HC Zentgraaff dalam buku Atjeh, terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1983, terjemahan dari versi asli berbahasa Belanda dengan judul yang sama.

Zentgraaff meyakini ada banyak ulama pemimpin perlawanan di Aceh yang memiliki ajimat tersebut. Tapi ia hanya menyebut tiga nama saja, yakni Teungku Ibrahim Di Njong, Teungku Syik Samalang, dan Teungku Di Cot Plieng. Malah ajimat yang dimilik Teungku Di Cot Plieng merupakan warisan dari Teungku Syik Di Tiro.

Karena heran dengan hal-hal mistik yang menyertai para ulama pejuang Aceh itu, perwira Belanda juga mencari hal yang sama di Aceh. Kisah Teungku Di Cot Plieng yang selalu lolos dalam pertempuran diyakini karena pengaruh ajimatnya.

Adalah Kapten JJ Schmidt perwira Belanda yang kemudian memperoleh salah satu ajimat rante bui tersebut. Namun Zentgraaff tidak yakin Schmidt memilikinya. Itu hanya desa-desus yang sengaja diciptakan, seolah-olah Schmist juga kebal dan memiliki mistik jimat tersebut.

schimits.jpg
Kapten JJ Schmidt. Repro: The Dutch Colonial War In Aceh

Tentang Teungku Di Cot Plieng, Zentgraaff menjelaskan, komandan-komandan patroli Belanda yang paling ulung sekali pun, tak punya harapan menghadapinya. “Teungku Di Cot Plieng merupakan yang paling utama diantara mereka. Tak ada seorang Aceh pun yang berani memberitahu di mana ulama yang sangat keramat itu,” tulis Zentgraaff.

Pada Juni 1904, pasukan Belanda yang dipimpin Kapten Stoop, berhasil menemukan jejak pasukan Teungku Di Cot Plieng. Ia terus mengikuti jejak itu di dua aliran sungai Gle Keulebeu, hingga kemudian berhasil menemukannya. Perang jarak dekat pecah, tapi Teungku Di Cot Plieng kembali bisa lolos.

“Ia berhasil lolos dari lubang jarum, tapi Alquran dan jimatnya tertinggal. Jimat itu diyakini sebagai warisan dari Teungku Syeh Saman Di Tiro yang dikenal sebagai Teungku Syik Di Tiro,” ungkap Zentgraaff.

Setelah menemukan itu, pasukan Belanda terus melakukan pengejaran. Sampai suatu ketika pasukan Belanda yang dipimpin Letnan Terwogt kembali menemukan dan menyergapnya. Teungku Di Cot Plieng syahit.

Namun, Belanda ragu kalau itu mayat Teungku Di Cot Plieng. Jasadnya kemudian diangkut dari tengah belantara ke bivak Belanda di desa. Anehnya, jasad itu tidak membusuk. Belanda heran dengan peristiwa ganjil seperti itu. Panglima Polem dipanggil oleh Belanda untuk memastikan jenazah tersebut.

Panglima Polem.jpg
Panglima Polem. Repro: The Dutch Colonial War In Aceh

Melihat jenazah itu, Panglima Polem memberi hormat dan sujud bersama orang-orang Aceh yang terdiam karena rasa hormatnya. Pada suatu kesempatan Zentgraaff kemudian bertanya pada Panglima Polem mengapa itu bisa terjadi. Namun Panglima Polem hanya menjawab. “Hal itu merupakan rahasia Allah SWT.”

Panglima Polem kemudian membuka ajimat dari jenazah Teungku Di Cot Plieng, lalu menyerahkannya kepada perwira Belanda bernama Van Daalen, tapi ia menolaknya karena tidak suka pada hal-hal mistik.

Ajimat itu kemudian diberikan kepada perwira Belanda lainnya, Veltman yang dikenal sebagai Tuan Pedoman, karena kedekatannya dengan masyarakat Aceh, hingga ia bisa berbahasa Aceh. “Veltmant tidak memakai jimat itu. Ia lebih percaya pada sebilah besi tajam (pedang) dan sepucuk (pistol) revolver,” jelas Zentgraaff.

Ajimat rante bui itu kemudian diserahkan kepada Colonial Museum, Amsterdam, Belanda. Sampai sekarang jimat itu masih disimpan dalam etnografia Aceh.
Rante bui.jpg
Ajimat rante bui yang tersimpan di Colonial Museum, Amsterdam, Belanda. Repro: The Dutch Colonial War In Aceh

Sort:  

Yang paling utama adalah perlindungan dari Allah Swt, sedangkan ajimat tersebut hanya sebagai perantara saja.

Betul, meski pakai jimat, kalau sudah ajal pasti tak bisa dielak juga.

sebaiknya jangan diungkit lagi masalah beliau pakai jimat atau tidak, bagi kami sebagai keturunannya merasa sedih kalau dikatakan bahwa eyang kami memakai jimat selain Al-qur`an.

Maaf Pak @abdullah69 tak bermaksud mengungkit, saya cuma menulis sesuai dengan referensi yang saya dapat di buku. Sekali lagi maaf tak ada maksud saya yang lain selain menulis fragmen-fragmen sejarah, agar generasi Aceh yang akan datang tetap tahu sejarah bangsanya. Salam.

Allahuakbar....!! Beuluwah kubu geuh ban bandum Ulama nyang ka syahid bak peudong Prang ngen holanda,..

Jimat nyoe sering lon deungo bak urueng urueng tuha jameun,. Tapi hantom lon kalon langsong kiban rupa, nyoe ban lon kalon..

Nyan gamba nyang dikudak le awak Holanda watei dicot bak jasad Teungku Di Cot Plieng. Mantong na ata nyan sampoe jinoe di meuseun kolonial di Amsterdam, Belanda.

Jeut tacok keulayi bg @isnorman hehehehe... Jeut ta pakek kadang keu akhe jameun... Hehehhe

Pane jeut tacok pulang. meunyoe jeut cok jai that aset manuskrip dan benda benda milik Aceh yang disimpan le Holanda nyan. Diplomasi ureung Aceh golom trok keunan, golom ek geupuwoe barang-barangnya u Aceh keulayi.

Sayang bandum Aceh njang po atra, jinoe holanda njang po jumba.... Takalon droe teuh suwah tajak u holanda pangeh nyan... Hahahaha

Kiban tapeugah man, mandum kadipeusapat dipuwoe u Holanda.

Sedih saya baca kisah ini bro Is. Ada yang tertusuk pasti akan ada yang terluka hiks

Semoga tidak sampai ada yang tertusuk Brader @jkfarza karena tujuan menulis ini bukan untuk menusuk, tapi untuk merevitalisasi nilai-nilai sejarah yang telah mulai dilupakan.

Banyak diperdapat dengan membaca postingan ini. Selain informasinya, sejarah dan rahasia hidup pahlawan itu membangkitkan semangat untuk berusaha lebih baik dalam kehidupan

Salam Steemian
Irman Syah | @mpugondrong

Waalaikumsalam @mpugondrong mari terus merevitalisasi nilai-nilai sejarah, agar generasi kita selanjutnya tidak lupa pada sejarah bangsanya. Kata Soekarno JASMERAH, jangan sekali-kali melupakan sejarah.

Siap.

Pelurusan sejarah memang salah satu yang urgen di negeri kita, karena memang masih banyak dipengaruhi oleh bangunan sejarah zaman kolonial.

Terimakasih atas komunikasinya.
Salam @mpugondrong

Waalaikumsalam, terimakasih juga buat @mpugondrong, setiap insan di nusantara ini harus mengungkap sejarahnya dengan benar.

Iya.

Sama-sama.
Dengan membaca tulisan itu semoga banyak yang tergugah utk berbuat.

Salam @mpugondrong

Buku The Dutch Colonial War In Aceh ata lon ka gadoh, pat tamita jino buku nyan bang @isnorman.

Buku lama nyan, hana dipubloe di pasaran. Awai na long kalon saboh di Pustaka Wilayah bak ruang Deposit di lantai dua lam lemari kaca. Atau mungken di PDIA bak Museum Aceh kadang na buku nyan.

Ya, lon ata warisan ayah lon, hadiah dari awak mendagri

Ya buku nyan cetakan luks dengan kertas berkualitas, pengantarnya juga langsung presiden Soeharto. Kok bisa gadeh, padahai nyan jareeng that na buku nyan bak pustaka. edisi terbatas nyan.

Di pinjam le famili tapi wate lon tanyong geupeugah hana geu tuho le. Mangat ta baca bukunyan karena bilingual, lengkap ngon bukti foto sejarah, kon cuma ilustrasi.

Ya, bak long na saboh ata dijok le gob karna dikalon long galak tuleh sejarah bak media. lagei meurumpok bak kayei sujud watee lon teurimong buku nyan.

Oma teuh bang. Neu peu ek masalah Panglima Nyak Makam sigo bang beu lengkap ngon komenter wartawan belanda masa nyan. Hawa lon neuk baca. Na lam buku nyan

Tapi nyeu biet dibie le Belanda pulang jimatnyan, ka hayeu Lom sang heheh

Hana soe tuoh pakek sang, saweub kon sembarang pakek, na doa-doa nyang meusanet. meunyoe geutanyoe pakek jitumeung sawan teuh sang.