Cara Melakukan Presentasi (IV)

in #indonesia7 years ago

IMG_20180406_174506_HDR.jpg

Saya mengajurkan untuk menyajikan presentasi melalui Books Based Presentation (BBP). Maksudnya, presentasi ini harus dapat memicu peserta didik untuk mau membaca buku-buku ketimbang hanya memotret isi presentasi. Jadi, presentasi di dalam kelas harus mampu memberikan stimulus bagi peserta didik mencari literatur lanjutan. Di sini saya pernah hanya menyenaraikan konsep, teori, dan buku. Sehingga selama perkuliahan mahasiswa saya ajak tamasya buku melalui alam maya.

Di antara mereka ada yang tergoda untuk mencari berbagai informasi lanjutan. Tidak sedikit dari mereka yang akhir mampu berdikari dan mandiri di dalam melakukan studi secara privat. Setelah itu, saya juga menyiapkan presentasi yang bersifat Mind Base Presentation (MBP). Di sini saya menyajikan presentasi yang memanding berpikir kreatif dan kritis melalui pembukaan cakrawala berpikir sang peserta didik. Mereka disajikan bagaimana sistem berpikir yang muncul dalam disiplin ilmu yang mereka tekuni. Model ini menyebabkan mahasiswa ini menjadi Auto Pilot Student (APS).

Mereka yang APS biasanya setelah saya menyajikan presentasi dalam kelas bagaimana seharusnya mereka berpikir. Presentasi yang model ini memang menyasyikkan, karena tanpa sadar, peserta didik akhirnya akan menyadari betapa penting ilmu mereka, baik untuk mereka sendiri dan juga umat manusia. Pemicu dari model presentasi ini adalah saya meletakkan peserta didik di dalam belantara ilmu pengetahuan. Mereka berada di tengah, bukan di pinggir ilmu yang sedang mereka tekuni.

Tugas presentasi ini adalah membawa mereka ke tengah-tengah ilmu. Untuk membuat mereka menjadi APS saya menggunakan model presentasi yang bersifat Soul Base Presentation (SBP). Presentasi yang dilakukan di sini adalah memuaikan senyawa spirit keilmuan di dalam jiwa peserta didik. Setelah pikiran mereka dibuka, jiwa mereka harus juga dibuka melalui kajian mikro-kosmos dan makro kosmos. Jadi, mereka berada di tengah-tengah kehidupan ilmu pengetahuan. Ketika ini terjadi, maka presentasi saya akan menjadikan mereka sadar dan pentingnya untuk membersihkan jiwa.

Di sini saya sering memberikan pernyataan kepada peserta didik saya dengan istilah memberikan setengah jiwa saya kepada mereka. Kalau mereka sudah terbuka jiwanya, maka setengah jiwa saya masuk ke dalam jiwa mereka. Saat presentasi seperti ini, peserta didik sama sekali bukan lagi berada di bawah saya, melainkan sebagai patner atau lebih tepatnya sahabat. Saya akan memanggil mereka dengan panggilan ‘Abang’ atau ‘Kakak.’ Saya juga memanggil mereka dengan sebutan ‘Bapak’ dan ‘Ibu.’ Bahkan saya memanggil mereka dengan panggilan ‘Dinda.’ Bagi mahasiswa yang agak keras saya akan panggil dengan sebutan ‘Bos.’ Amat jarang saya memanggil mereka dengan sebutan ‘Kamu,’ karena saya memilih kata ‘Anda.’

Panggilan ini merupakan panggilan untuk menggugah jiwa peserta didik. Mereka akan terasa terhormat di dalam kelas saya. Mereka akan dekat secara batin dengan saya. Mereka akan ingat walaupun tidak pernah mencatat apa yang saya presentasikan di dalam kelas. Model presentasi ini saya terapkan bagi setiap ruang kelas, mulai dari S-1 hingga S-3. Karena itu, melalui tiga model presentasi ini untuk di dalam kelas, banyak mahasiswa saya yang paham dengan sendirinya walaupun pada awalnya tidak paham. Mereka cerdas dengan sendirinya, walaupuan pada awalnya bingung. Mereka kritis dengan sopan, walaupun pada awalnya mereka sama sekali tidak tahu cara menghormati orang lain. Mereka akhirnya menjadi Auto Pilot Student.

Beberapa mahasiswa yang pada awalnya tidak mengerti rimba ilmu, akhirnya rindu dengan ilmu. Mereka haus akan bacaan. Mereka ada keinginan untuk menulis. Mereka sopan di dalam bertanya di dalam berbagai forum ilmiah. Beberapa mereka pada ujungnya menembus perguruan tinggi hebat baik di dalam maupun diluar negeri, menjadi pembicara di dalam seminar, menulis artikel popular dan ilmiah, menulis buku, dan menjadi abdi negara di berbagai instansi pemerintah.

Kelima, presentasi seminar, diskusi publik, dan workshop. Model presentasi ini lebih sukar dibandingkan dengan model-model presentasi sebelumnya. Di sini dituntut supaya kita mengenal siapa audiens, panitia, dan pembicara lain selain kita. Dalam Cara Melakukan Presentasi (I) telah dikupas tentang audiens. Dalam presentasi seminar ini kita benar-benar dituntut mengenali audiens. Dalam hal ini saya membaca ada beberapa kategori audiens. Pertama, audiens yang bertugas sebagai “mata-mata” yang ditugaskan untuk mencatat bagaimana kondisi seminar. Mereka biasanya duduk di belakang atau tempat-tempat yang tidak menonjol. Audiens ini tidak banyak, namun perlu berhat-hati di dalam menyiapkan presentasi anda. Karena mereka akan menjadikan sebagai “pulbaket.”

Kedua, peserta yang ingin mencari hal baru di dalam seminar tersebut. Jika presentasi tidak sesuai dengan ekspektasi mereka, cenderung akan sibuk dengan android atau berbincang dengan kawan di sampingnya. Dia akan menceritakan kelemahan presenter dan cenderung membandingkan dengan pembicara di tempat lain. Dalam hal ini, perlu dipikirkan bahwa mereka yang mencari hal baru juga ada kategori wartawan di situ. Mereka mau mencari yang kontroversi atau yang dapat dijadikan sebagai bahan berita, selain dari press release yang mereka dapatkan dari panitia.

Ketiga, peserta yang memiliki kualitas keilmuan yang tinggi. Mereka biasanya duduk di barisan yang dapat dilihat langsung oleh pembicara. Mereka ingin mengatakan bahwa mereka “hadir” di situ. Ada guru yang ingin melihat muridnya presentasi. Ada sejawat yang ingin menilai kawannya saat presentasi. Ada yang tidak mau menonjolkan diri dalam forum. Mereka sibuk menganalisa setiap isi presentasi. Biasanya peserta jenis ini tidak begitu banyak. Sebab mereka juga tidak mau hadir jika melihat ada pembicara di bawah kualitas keilmuan mereka.

Keempat, peserta yang hanya mengikuti seminar untuk mendapatkan sertifikat. Biasanya mereka motifnya adalah sertifikat atau “administrasi” saat pulang. Mereka hanya berpikir bahwa disitu untuk melengkapi CV mereka sebagai peserta saja. Kebiasaan mereka terkadang terkadang untuk foto bareng bersama pembicara favorit mereka. Mereka berada di tengah-tengah peserta dan tidak banyak kontribusi selama seminar berlangsung.

Keempat, kelompok pejabat, tokoh masyarakat, dan tokoh agama, dan tokoh-tokoh lainnya yang berada di kursi paling depan. Jangan berharap para pejabat akan menyimak presentasi anda. Biasanya, mereka setelah memberikan kata sambutan, langsung meninggalkan forum tersebut. Mereka biasanya hanya mau didengar, bukan mendengar. Beberapa presenter seminar kecewa karena hal-hal yang ingin disampaikan dalam slidenya kepada pejabat, harus gigit jari. Sedangkan tokoh-tokoh biasanya pun demikian. Setelah para pejabat menyelesaikan sesi parade sambutan, maka mereka pun satu persatu meninggalkan forum. Biasanya kursi bagian depan akan kosong. Paling tidak, akan diisi oleh panitia dan presenter yang sedang menunggu giliran pada sesi-sesi berikutnya.

Kelima, peserta yang memang tertarik dengan pembicara tertentu. Mereka biasanya akan setia menunggu dari pembicara favorit mereka. Karena itu, ketika menyiapkan slide, kelompok ini harus dipikirkan. Mereka haus akan ilmu, walaupun bukan dari kita. Jadikan minat mereka pada pembicara favorit mereka untuk dicuri perhatiannya pada presentasi kita. Kerap saya hadiri dalam seminar-seminar sebenarnya bukan saya yang mereka nantikan, melainkan para pembicara-pembicara terkemuka yang ditunggu.

Pengalaman seperti ini pernah saya rasakan saat memberikan presentasi di salah satu kampus-kampus terkemuka atau forum-forum tingkat nasional di Indonesia. Biasanya saya ditempatkan di bagian akhir sesi. Saat itu, konsentrasi peserta ke “makan siang” dan “administrasi.” Bahkan karena pembicara sebelumnya adalah orang-orang hebat, tidak jarang waktu tersita banyak untuk mereka. Moderator pun kadang tidak berani memotong pembicara-pembicara hebat. Di sini kita terkadang hanya tampil sebagai “pelengkap penderita” saja.
Bersambung...

Sort:  

Pantesan Bapak sering panggil saya "Bu". Namun Asma lebih senang dipanggil nama saja. Kalau dipanggil "Bu", saya merasa seperti sudah berusia 40 tahun. 😂

Terima kasih banyak Pak atas postingan ini.

Baik Bu Asma...

Bagus nian tulisannya abang.
Silahkan berkunjung ke akun saya untuk koment. Salam dekat dari saya @azam367788

Berbagai terima kasih. Salam hangat selalu.

sepakat saya dengan pak @kba13
nama panggilan yang kita gunakan memang memiliki efek ke hati orang yg kt sebut
husna sendiri tdk suka disebut kamu, alih-alih menyebut nama
sebab sering terasa ada jarak dlm kata kamu

Begitulah adanya. Tanx.