Ketika saya di Yogya, ada karib yang hobi membaca buku mengatakan bahwa tidak ada buku yang jelek. Ini saya tanyakan karena ada buku-buku yang terkadang membingungkan saya ketika hendak membaca. Buku yang paling membingungkan terkadang ketika membaca buku-buku terjemahan dari bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia. Terlalu bagus terjemahannya, membuat saya ragu bahwa buku ini adalah hasil pemahaman penerjemah. Terlalu susah dipahami juga dikarenakan penerjemah tidak begitu piawai dalam menerjemahkan buku.
Karena itu, dalam memilih buku-buku bacaan perlu dilihat beberapa hal. Pertama, buku yang baik biasanya diterbitkan oleh penerbit yang berkualitas. Tetapi ada juga buku yang baik diterbitkan oleh penerbit yang biasa-biasa saja. Dulu, saat saya mahasiswa, buku-buku dari penerbit Paramadina, Mizan, Pustaka, Qalam, Pustaka Pelajar, dan Tiara Wacana selalu menjadi incaran kami. Di situ, biasanya penulis ternama diterbitkan karya-karya mereka. Dalam memilih jenis bacaan, buku memang banyak sekali ragamnya. Ada buku fiksi dan non-fiksi.
Berangkat dari pengalaman saya, ketika memilih buku bacaan, saya akan melihat sepak terjang penulisnya terlebih dahulu. Karena tidak sedikit pula penulis yang menyuruh orang lain menuliskan ide-ide mereka untuk dijadikan buku, tentu dengan bayaran tertentu pula. Ada pula, penulis yang hanya meletakkan nama saja, sedangkan isi bukunya dituliskan oleh orang lain. Dalam kategori ini, termasuk buku-buku pejabat yang menerbitkan pidato-pidato. Buku ini berguna sebagai data, tetapi jangan terburu-buru untuk menganggap sebagai karya orisinal penulis buku.
Untuk mengecek rekam jejak penulis, biasanya saya akan membaca resensi-resensi buku di surat kabar. Tahun 1990-an, saat kuliah kami selalu menanti resensi-resensi buku baru di surat kabar nasional. Biasanya resensor akan mengulas satu buku, kemudian kami mendapatkan pandangan bagaimana kualitas suatu buku. Di sini, saya meminta memikirkan dua kali untuk membeli buku-buku yang daya ledak promosinya melebihi angka produksi buku tersebut. Ada buku yang fenomenal bukan karena isinya, tetapi karena diiklankan bertubi-tubi, hingga memancing rasa penasaran pembaca.
Ada kawan yang mengatakan untuk biaya promosi satu buku, biasanya mereka menghabiskan ratusan juta rupiah. Terlebih lagi jika buku tersebut untuk kepentingan tertentu sang penulis. Karena itu, rekam jejak para penulis buku perlu ditelusuri sejauh mana mampu menghasilkan karya-karya mereka. Penulis yang sangat konsisten di dalam menulis buku, perlu dikoleksi karya-karya mereka. Saya mengoleksi karya-karya Karen Armstrong, Francis Fukuyama, Charles Taylor, Isaiah Berlin, Henry Corbin, dan lain sebagainya. Di Indonesia, dulu saya mengoleksi buku-buku Kuntowijoyo, Komaruddin Hidayat, Azyumardi Azra, M. Quraish Shihab, Bahtiar Effendy, Fachry Ali dan beberapa penulis lainnya yang merupakan sejawat ketika di Yogyakarta.
Karena bidang keilmuan saya adalah Islamic Studies, maka buku-buku studi Islam saya koleksi berdasarkan rekam jejak penulis. Namun, ada juga buku yang saya beli karena buku tersebut langka, sekedar untuk menambah koleksi bacaan saya di kediaman. Mencari buku sesuai dengan disiplin ilmu adalah sangat penting. Hindari terlebih dahulu membaca buku dari penulis yang bukan disiplin ilmu anda. Buku-buku dengan penulis yang berkualitas, biasanya akan memberikan warna baru dalam pemikiran kita. Mereka menulis bukan lagi hanya melayarkan data, tetapi terkadang dimasuki dengan hasil-hasil kontemplasi keilmuan. Di Indonesia, mencari penulis buku dengan kaliber seperti ini memang agak sulit. Sebab tidak sedikit penulis buku yang berusaha untuk “merasa hadir” dalam dunia pasar buku. Sehingga mereka menulis buku untuk memenuhi selera pasar dan tentu saja untuk meningkatkan pendapatan mereka. Tidak salahnya juga mencoba membaca buku-buku yang “hadir” untuk selera pasar.
Kedua, carilah buku yang mendasar terlebih dahulu. Buku-buku yang mendasar maksudnya adalah buku-buku tentang pengantar ke arah ilmu yang sedang ditekuni. Dalam bahasa Inggris, biasanya sering dimulai dengan judul An Introduction to…Dalam bahasa Indonesia mungkin judul bukunya seperti Pengantar …Ketika saya meneliti tentang Islam Politik atau pemikiran Islam Politik, maka saya akan mencari buku-buku yang memberikan pengantar ke arah ilmu tersebut. Dalam buku-buku jenis ini, banyak memberikan penjelasan tentang teori, konsep, dan hal-hal yang cukup mendasar tentang suatu bidang ilmu.
Ketika saya menulis tentang Politik Islam di Indonesia, dalam satu kesempatan saya berjumpa dengan Prof. Robert Hefner, menganjurkan supaya saya membaca buku-buku Pengantar Sosiologi Politik. Benar adanya, melalui karya tentang Sosiologi Politik saya kemudian dapat memahami apa yang harus saya sajikan ketika menulis tentang Politik Islam dan Islam Politik. Ketika berjumpa pertama kali dengan Professor Joel S. Kahn saat sesi perkenalan, beliau langsung menyuruh saya untuk membaca buku Max Weber yang berjudul Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism. Jujur, ketika saya baca buku pertama kali, saya sama sekali tidak paham maksud bukunya. Akan tetapi, saya terus membaca buku ini berulang-ulang. Karena saya tidak paham akan buku tersebut, akhirnya saya mencari buku-buku yang membedah Max Weber dan karyanya tersebut.
Hal yang sama ketika saya menulis skripsi tentang perbandingan pemikiran tokoh dan gerakan Islam. Maka saya mencari buku yang mirip dengan studi saya. Akhirnya, saya menjumpai buku Prof. Yusril Ihza Mahendra yang berjudul Modernisme dan Fundamentalisme dalam Politik Islam: Perbandingan Partai Masyumi dan Partai Jama’ati Islami. Karya ini bagi saya sangat luar biasa. Buku ini menjelaskan satu demi satu persoalan hingga tuntas. Untuk mencari buku perbandingan pemikiran, saya membaca buku Greg Barton yang mengkaji pemikiran Gus Dur, Cak Nur, Ahmad Wahib, dan Djohan Effendi.
Jadi, mencari buku harus disesuaikan dengan apa yang hendak kita manfaatka dari buku tersebut. Buku-buku yang bersifat Pengantar biasanya memberikan informasi yang cukup mendasar, baik dari sisi teoritik maupun praktik. Jadi, kalau anda mulai baca buku untuk bidang studi anda, mulailah dengan buku-buku pengantar. Karena semua bidang ilmu, pasti ada Pengantar ke arah ilmu tersebut.
Ketiga, kalau membeli atau membaca buku, jangan sampai terkecoh oleh judul. Biasanya penerbit memiliki ilmu bagaimana agar buku mereka laku dan dibeli. Karena itu, judul dan kover buku dibuat semenarik mungkin. Sehingga ketika bersanding di rak buku, buku-buku mereka akan cepat dilirik oleh pembeli. Demikian pula, informasi di kover belakang perlu dibaca. Tetapi, tidak sedikit buku yang memang menampilkan isi luar yang aduhai, ketika dibaca sangat memprihatinkan. Di sini yang perlu dilihat, selain penerbit dan penulis, adalah genre buku di rak buku di toko buku. Setiap rak pasti ada genre buku. Jika ada buku-buku yang baru kita akan cepat mengetahuinya dari informasi di katalog. Karena itu, sebelum membeli, usahakan mengecek judul buku yang “menggoda” di katalog atau Google. Biasanya, di situ akan dijumpai review singkat tentang berbagai judul buku..
Bersambung…
Ngeriii
Itu kalimat Abang saat kita di Sapen. Tidak ada buku yg jelek. Abang masih ingat kan?
Hahaha... udah lupa 😀
Ternyata, membaca saja banyak cara.
Mantap Prof. KBA
Kita coba pahami pelan pelan Kak.
Jangan panggil "kak" Pak. Asma boleh jadi 10-15 tahun di bawah usia Bapak. Putik that mantong 😂
Sangat bermanfaat prof.
ternyata, membaca buku juga perlu kehati-hatian,... bereh prof
Sepertinya saya perlu mengfokuskan bacaan sesuai latar belakang keilmuan saya supaya manfaatnya dapat. Terima kasih infonya Pak Prof.
Sama sama Bu. Semoga ada manfaatnya...