Mengapa Bahagia Bergeser Ketika Kita Bahagia?

in #indonesia7 years ago (edited)

IMG_20170801_094127_HDR.jpg

Peristiwa di dunia ini datangnya silih berganti. Demikian fakta yang ada. Hanya aktornya saja yang bertukar. Salah seorang ulama di Aceh pernah mengatakan kepada saya bahwa dari berbagai fakta di dunia ini, yang paling sering bergeser adalah bahagia. Dia selalu bergeser, ketika seorang sudah berada pada posisi bahagia.Ketika kita mengejar kebahagiaan, saat sudah berada pada posisi atau keadaan yang kita imajinasikan sebagai bahagia, ternyata bahagia itu bergeser.

Lama saya berpikir tentang pandangan ulama ini. Apa makna bahagia yang bergeser. Beberapa orang yang menginginkan sesuatu, ketika sudah mendapatkannya, dia mengatakan: “ah.. biasa saja.” Bisakah bahagia itu didekap dan jangan pernah bergeser dari individu. Saya tidak tahu jawaban yang pasti. Sebab hakikat kebahagiaan itu sendiri pun sangat berbeda-beda antara satu sama lain. Apakah bahagia itu terkait dengan perasaan atau keadaan yang membuat seseorang itu nyaman. Sekali lagi, saya tidak tahu cara menjawabnya secara pasti.

Saya masih tertarik dengan kata bahwa bahagia itu bergeser. Banyak harapan yang hendak kita dapatkan di dalam hidup ini. Ketika menjadi rangking satu di sekolah, ternyata yang bahagia adalah orang tua. Padahal, si anak sudah dipaksakan sekolah, les, dan belajar lagi di malam hari. Ketika seorang mahasiswa mendapatkan prestasi yang terbaik, ternyata yang bahagia itu kampus atau dosen yang membimbing mahasiswa tersebut. Sang mahasiswa rupanya tidak tahu apa kata bahagia itu.

Ketika bahagia diukur dengan materi, ternyata banyak orang yang memiliki materi, tidak bahagia sama sekali. Ketika rumah menjadi ukuran kebahagiaan, ternyata bahagia pun tidak mau mampir di rumah mewah tersebut. Ketika orang bahagia dengan pujian, ternyata ketika mendapatkan sanjungan tidak ada yang berubah dari orang tersebut. Saya pernah meleleh perasaan ketika melihat teman menghitung uang beasiswa di depan mata saya. Uangnya mencapai puluhan juta. Saat itu, uangnya dalam mata uang Ringgit Malaysia.

Namun, ketika saya mendapatkan 5 beasiswa saat S-3, ternyata tidak ada yang luar biasa. Karena saya harus bekerja keras selama 3 tahun untuk menyelesaikan studi di salah satu kampus di Australia. Kerja keras ini memaksa saya untuk membaca bahan-bahan akademik dari jam 7 pagi hingga 10 malam, 7 hari seminggu. Kerja keras ini kemudian memaksa saya untuk terus berpikir, apa yang akan terjadi, jika saya tidak sanggup menuntaskan S-3, dalam waktu yang sudah ditentukan.

Saya pernah berkecamuk perasaannya, ketika melihat kawan menerbitkan buku di Yogyakarta. Akan tetapi, ketika buku-buku saya terbit di dalam maupun luar negeri, perasaan biasa saja. Karena ternyata untuk menerbitkan buku di dalam maupun luar negeri, kerja keras yang saya lakukan ternyata melebihi apa yang saya bayangkan. Bangung di pagi hari lalu membaca dan menulis. Lantas mengoreksi dan mengedit tulisan. Terkadang diminta ini dan itu oleh penerbit. Sehingga terkadang putus asa yang hendak mendekati saya. Namun, ketika buku tersebut terbit, ada rasa puas beberapa saat.

Jadi, bahagia itu rupaya ketika orang lain punya, sementara kita tidak. Ketika orang lain kita lihat bahagia dengan capaiannya, manakala kita sampai ke derajat itu, maka ternyata bahagia itu bukan itu sebenarnya. Atau, jangan-jangan bahagia itu adalah fatamorgana. Ketika saya kuliah di Yogyakarta, saya selalu menghitung berapa hari saya sengsara dan berapa dari saya bahagia. Saat itu, 3 minggu dalam kesengsaraan dan 1 minggu di dalam kebahagiaan. Saat itu, bahagia saya maknai ketika isi perut saya berisi. Dengan kata lain, uang kiriman dari orang tua hanya cukup untuk 1 minggu makan, selebihnya adalah menelah air ludah, ketika melihat kawan-kawan makan di warung.

IMG_20170922_091052.jpg
Ruang Tengah Masjid Asal di Gayo Lues by KBA

Ada juga bahagia itu manakala kita mendapatkan apa yang hendak kita impikan. Misalnya, saya saat kecil pengen sekali ke negeri-negeri maju dan jauh dari kampung halaman. Ketika hal tersebut saya gapai, saya malah bingung, apakah saya bahagia ketika sudah berada di beberapa negeri yang saya impikan saat kecil. Ketika saya sampai ke negeri jauh, ternyata tidak ada yang luar biasa. Uniknya, saya berteriak girang ketika saya menginjak kaki di Madura. Saat itu saya teriak kegirangan. Padahal, beberapa negara sudah saya jelajahi. Mengapa saya begitu girang ketika sampai ke Madura? Saya tidak tahu!

Ada juga bahagia dikatakan saat kita menjadi pusat perhatian melalui prestasi yang digapai. Ketika sampai pada posisi tersebut, orang tersebut hanya mendapatkan tepuk tangan. Lantas harus menjaga sikap dan tidak boleh menjadi diri sendiri. Tidak sedikit orang yang disinyalir bahagia ketika di puncak, ketika pulang ke rumah, tidurpun harus ditemani oleh obat-obatan. Ternyata bahagia itu bukan berada di puncak dan mencoba melakukan kamuflase di depan publik.

Beberapa keadaan yang dianggap sebagai bahagia, telah saya jalani. Orang lain yang memandang kita bahagia. Selebihnya untuk mencapai kata bahagia itu adalah kerja keras. Karena itu, untuk mencapai kebahagian, jika itu memang bahagia secara hakiki, maka kerja keras adalah syarat utama. Namun, lagi-lagi pada saat berada di puncak, tampaknya bukan bahagia, melainkan puas dengan capaian yang didapatkan.

Dalam beberapa stiker yang saya dapatkan saat masih kanak-kanak, bahagia itu adalah bersyukur atas apa yang kita dapatkan. Saya anggap ini benar adanya. Ketika kita berada di dalam keadaan apapun, maka bersyukur menjadi ujung dari segala perasaan. Syukur itu hanya diucapkan melalui kata al-hamdulillah. Inilah kaya ajaib untuk membuat seseorang menjadi bahagia. Apapun nasib dan nasab, akan bahagia, jika disyukuri dengan kalimat ajaib tersebut.

Kalimat al-hamdulillah itu sangat sederhana, namun punya makna yang sangat dalam. Sederhananya, kita mengembalikan, apapun yang kita dapatkan, itu kepada Allah. Dalam bahasa Inggris sering diucapkan dengan kalimat Thanks God. Artinya apapun yang kita terima di dalam hidup ini harus disandarkan pada Tuhan. Saat kita mengucapkan kalimat ini, jiwa menjadi tenang dan menang. Pikiran menjadi senang, karena otak tidak akan berpikir macam-macam. Saat jiwa dan otak tenang, menang, dan senang, maka itu adalah perasaan bahagia.

Kenapa bahagia bergeser? Karena saat berada di puncak, jiwa dan otak kita tidak mengalami perasaan tenang, menang, dan senang. Makanya, bahagia tetap berada di luar, walaupun orang tersebut sedang gembira. Dia tidak mau masuk ke dalam jiwa dan pikiran orang tersebut, karena orang tersebut abai dengan kalimat ajaib. Untuk menghadirkan kondisi ini, maka kalimat al-hamdulillah adalah kalimat ajaib yang perlu diulang-ulang. Kalau sudah diresapi, maka bahagia itu itu hadir. Dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah al-sa’adah.

IMG_20170910_155852.jpg

Jadi, bahagia itu tidak akan bergeser ketika kalimat ajaib ini diucapkan. Bahkan di dalam Alquran, kalimat ini menjadi pembuka dari semua ayat-ayat suci. Sudah banyak tafsir mengenai ayat dalam surah al-Fatihah tersebut. Rupanya salah satu dampak terbesar dari kalimat ajaib ini adalah menghadirkan kebagian pada manusia. Kalau anda tidak percaya, silahkan pejam mata dan ucapkan berulang-ulang kalimat ajaib ini. Jiwa dan pikiran akan tenang, menang, dan senang. Tiga kaitan kata ini akan menghadirkan perasaan bahagia. Jika anda mengalami hal sebaliknya, maka ada yang keliru dalam akal dan batin anda.

Sort:  

Mungkin sejatinya bahagia di dunia ini tidak lama dan akan bergeser, bahagia di akhirat kelak lah yang akan kekal abadi di surga nanti , insyaAllah.

Benar Bang. Kebahagiaan itu lebih kekal daripada di Dunia yang terus bergeser-geser. Tanx.

Bahagia, kata menjadi idola siapapun. Benar pak, bahagia sebuah perasaan menyenangkan. Anehnya, masih ramai org identik kan bahagia dgn harta melimpah, padahal org kaya tersebut, tidur malam saja payah minum obat.
Sangat tepat jika bahagia diperoleh saat kita selalu bersyukur, dgn ucapan ajaib "alhamdulillah,"Krn kemujarapan asma Allah ini, mampu meneduhkan hati dgn pemikiran positif. Bagi saya, tahap kebahagiaan, saat mampu menyenangkan istri dan anak saya. Kebahagiaan itu lebih tinggi derajatnya, dari pada kebahagiaan lainnya.
Tetap semangat lahirkan posting asik lainnya pak🙏

Benar Abang, bahagia itu harus akan objek. Jangan-jangam bahagia itu ketika kita mampu membahagiakan orang lain. Karena itu, memberi jauh lebih bahagia ketimbang menerima. Berikan yang terbaik bagi orang disekitar kita. Siapa tahu itu modal awal menuju situasi kebahagiaan....tanx.

Inilah ungkapan kalimat yang mungkin dirasakan oleh orang lain, tapi tidak tahu bagaimana untuk diungkapkan atau ditulis.

Saya pun agak sukar menulis, karena bahagia itu adalah rasa dalam situasi tertentu. Makanya, sukar dinarasikan dalam kata-kata.

Benar pak, bersyukur dengan mengucapkan kalimat ajaib itu membuat perasaan kita menjadi tenang dan senang.

Ada dua lagi kata kunci, semoga ada waktu untuk mengupasnya. Tanx.